Pemerintah Optimis MBG Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional 7–8 Persen

Oleh: Raditya Ananta *)

Optimisme pemerintah bahwa Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga 7–8 persen mencerminkan perubahan arah kebijakan pembangunan yang semakin menempatkan rakyat sebagai pusat penggerak ekonomi. Di tengah tantangan global yang menekan kinerja perekonomian banyak negara, MBG hadir sebagai kebijakan strategis yang menggabungkan agenda sosial dan ekonomi secara simultan. Program ini tidak hanya menyasar pemenuhan gizi anak-anak dan kelompok rentan, tetapi juga dirancang sebagai instrumen stimulus yang menggerakkan aktivitas ekonomi dari lapisan paling bawah masyarakat.

Badan Gizi Nasional (BGN) menilai MBG sebagai pendekatan baru dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif. Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, menjelaskan bahwa selama ini pertumbuhan ekonomi kerap bertumpu pada sektor atas, dengan harapan efeknya akan menetes ke masyarakat luas. Dalam praktiknya, pola tersebut sering kali tidak berjalan optimal. MBG justru mengambil arah sebaliknya, yakni mendorong perputaran ekonomi dari tingkat bawah melalui belanja negara yang langsung menyentuh masyarakat, sehingga dampaknya dapat dirasakan lebih cepat dan merata.

Pelaksanaan MBG secara nasional menciptakan arus ekonomi yang luas melalui rantai pasok pangan. Kebutuhan bahan makanan untuk jutaan penerima manfaat membuka ruang partisipasi bagi petani, peternak, nelayan, hingga pelaku usaha kecil dan menengah di berbagai daerah. Aktivitas produksi, distribusi, dan pengolahan pangan yang meningkat secara serentak di banyak wilayah inilah yang menjadi basis keyakinan pemerintah bahwa MBG dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Dari sisi kebijakan fiskal, MBG memperlihatkan bagaimana APBN dimanfaatkan sebagai alat intervensi ekonomi yang produktif. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp71 triliun pada tahap awal pelaksanaan, dengan rencana peningkatan hingga Rp335 triliun pada tahun anggaran berikutnya. Mengingat sebagian besar APBN bersumber dari penerimaan pajak, belanja MBG pada dasarnya merupakan redistribusi dana publik yang kembali diputar ke dalam perekonomian nasional. Ketika dana tersebut mendorong peningkatan pendapatan masyarakat dan aktivitas usaha, efek bergandanya berpotensi memperkuat basis penerimaan negara di masa mendatang.

Komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga orientasi sosial MBG tercermin dari kebijakan pelibatan mitra pelaksana. Pemerintah secara tegas membatasi partisipasi entitas bisnis berbentuk Perseroan Terbatas dan Commanditaire Vennootschap sebagai mitra Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi. Sebaliknya, yayasan sosial, keagamaan, dan pendidikan dipilih sebagai mitra utama. Kebijakan ini menunjukkan keberpihakan negara pada lembaga-lembaga yang selama ini berperan penting dalam pelayanan masyarakat, tetapi kerap menghadapi keterbatasan pendanaan.

Melalui pelibatan yayasan, MBG tidak hanya memberikan manfaat langsung kepada penerima program, tetapi juga memperkuat kapasitas kelembagaan di tingkat lokal. Pendapatan yang diperoleh yayasan dari pengelolaan dapur MBG dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan pendidikan, keagamaan, dan sosial lainnya. Dengan demikian, MBG menciptakan dampak berlapis yang tidak berhenti pada konsumsi pangan, melainkan turut memperkuat ekosistem sosial yang menopang kehidupan masyarakat.

Pemerintah juga menunjukkan keseriusan dalam menjaga integritas pelaksanaan program. Munculnya yayasan-yayasan baru yang dibentuk semata untuk mengejar keuntungan menjadi perhatian Badan Gizi Nasional. Nanik Sudaryati Deyang menegaskan bahwa MBG bukanlah program bisnis, melainkan kebijakan sosial strategis yang harus dijalankan dengan tanggung jawab dan kesadaran sosial. Penegasan ini penting untuk memastikan bahwa tujuan utama program, yaitu peningkatan gizi dan kesejahteraan masyarakat, tidak terdistorsi oleh kepentingan ekonomi jangka pendek.

Dalam perspektif pembangunan jangka panjang, MBG memiliki relevansi kuat dengan agenda peningkatan kualitas sumber daya manusia. Asupan gizi yang memadai bagi anak-anak akan berdampak pada kesehatan, kemampuan belajar, dan produktivitas mereka di masa depan. Investasi pada gizi hari ini merupakan fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, karena kualitas sumber daya manusia menjadi penentu utama daya saing bangsa. Dengan demikian, MBG tidak hanya menjawab kebutuhan saat ini, tetapi juga menyiapkan basis pertumbuhan ekonomi di masa depan.

Karakter MBG yang padat karya dan berbasis lokal semakin memperkuat optimisme pemerintah terhadap target pertumbuhan 7–8 persen. Permintaan pangan yang stabil dari program ini memberikan kepastian pasar bagi pelaku ekonomi rakyat, mendorong peningkatan produksi dalam negeri, serta mengurangi ketergantungan pada pasokan eksternal. Ketika aktivitas ekonomi lokal tumbuh secara simultan di berbagai daerah, kontribusinya terhadap pertumbuhan nasional menjadi semakin signifikan.

Keberhasilan MBG pada akhirnya sangat ditentukan oleh konsistensi tata kelola dan pengawasan lintas kementerian dan lembaga. Sinergi antara Badan Gizi Nasional, kementerian teknis, pemerintah daerah, serta mitra pelaksana di lapangan menjadi kunci agar belanja besar negara benar-benar menghasilkan dampak ekonomi yang optimal. Dengan pengawasan yang ketat, transparansi anggaran, dan kepatuhan pada prinsip non-komersialisasi berlebihan, MBG berpeluang menjadi model kebijakan fiskal yang efektif sekaligus kredibel di mata publik.

MBG mencerminkan perubahan paradigma pembangunan ekonomi nasional yang lebih berkeadilan. Pertumbuhan tidak lagi dipahami semata sebagai capaian angka makro, melainkan sebagai proses yang berangkat dari pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan penguatan tata kelola oleh Badan Gizi Nasional, MBG menjadi contoh konkret bagaimana kebijakan sosial dapat bertransformasi menjadi motor pertumbuhan ekonomi.

*) Analis Kebijakan Ekonomi dan Fiskal