Penguatan Literasi Digital Nasional untuk Lindungi Anak dari Ancaman Siber dan Judi Daring

Oleh: Bara Winatha*)

Upaya pemerintah dalam menanggulangi maraknya judi daring terus mengalami penguatan seiring meningkatnya ancaman terhadap anak, keluarga, dan masyarakat luas. Pemerintah bersama berbagai pemangku kepentingan kini bergerak secara lebih terstruktur melalui kebijakan, edukasi, serta kolaborasi lintas sektor guna memastikan ruang digital tetap aman, sehat, dan bebas dari praktik ilegal yang merusak. Di tengah agresivitas promosi situs judi daring, termasuk jaringan seperti Kingdom Group yang menyasar kelompok rentan, kebutuhan akan ekosistem digital yang terlindungi menjadi semakin mendesak. Berbagai kementerian, lembaga, hingga komunitas literasi mulai menekankan pentingnya pendampingan digital, terutama bagi anak-anak yang menjadi target paling mudah dari konten berisiko.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, mengatakan bahwa perlindungan anak di ruang digital merupakan mandat yang tidak dapat ditawar. Implementasi Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring menjadi landasan bagi pemerintah dan seluruh mitra strategis untuk memperkuat pencegahan eksploitasi digital anak, termasuk maraknya judi daring yang kini menyusup melalui gim, media sosial, dan platform komunikasi. Pemerintah telah memperkuat koordinasi penegakan hukum terhadap pihak yang memanfaatkan ruang digital untuk memperdagangkan atau mengeksploitasi anak. 

Dalam konteks judi daring, keterlibatan anak kerap terjadi secara tidak langsung melalui permainan digital yang memiliki fitur mirip perjudian, skema loot box, hingga iklan terselubung. Orang tua harus memahami bahwa perjudian online modern tidak selalu muncul dalam bentuk situs kasino, tetapi dapat dikemas sebagai aktivitas hiburan yang tampak tidak berbahaya. Selain itu, Satuan pendidikan wajib menciptakan lingkungan yang aman, termasuk dari ancaman penyalahgunaan gawai dan paparan konten berbahaya.

Setiap anak berhak tumbuh tanpa kekerasan, baik di dunia nyata maupun digital, sehingga masyarakat yang mengetahui adanya eksploitasi atau kegiatan ilegal terkait judi daring didorong untuk melapor melalui mekanisme yang tersedia seperti UPTD PPA atau Kepolisian. Bagi Arifah, perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama, dan penguatan literasi digital menjadi senjata penting untuk memastikan generasi muda tidak terjerumus pada praktik judi daring yang merusak.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, mengatakan bahwa penanganan judi daring bukan semata urusan pemblokiran situs, tetapi langkah perlindungan serius bagi stabilitas sosial-ekonomi masyarakat. Ia memaparkan bahwa pemerintah menargetkan penurunan signifikan perputaran transaksi judi daring nasional yang sebelumnya diproyeksikan mencapai Rp 1.200 triliun menjadi sekitar Rp 200 triliun pada akhir 2025. Angka tersebut mencerminkan upaya tegas pemerintah dalam membatasi ruang gerak sindikat kejahatan digital.

Nezar menjelaskan bahwa kerugian akibat judi daring tidak hanya menyangkut finansial, tetapi juga menciptakan tekanan sosial yang berat bagi keluarga. Banyak kasus kriminalitas yang dipicu oleh kekalahan judi, mulai dari pencurian, kekerasan rumah tangga, hingga penyalahgunaan data pribadi untuk meminjam uang secara ilegal. Ia menilai bahwa ancaman terbesar dari judi daring terletak pada sifatnya yang sangat mudah diakses, menjerumuskan, dan menyasar kelompok rentan seperti pelajar, ibu rumah tangga, serta pekerja sektor informal.

Ia menegaskan bahwa sektor jasa keuangan merupakan benteng terakhir dalam memutus mata rantai kejahatan digital, sehingga pengawasan harus dijalankan dengan ketat. Sementara itu, Kemkomdigi terus memberikan sanksi kepada platform digital yang melanggar aturan, termasuk pemutusan akses terhadap konten judi daring. Sejak Oktober 2024 hingga November 2025, lebih dari 2,4 juta konten judi daring telah ditangani, menunjukkan eskalasi ancaman yang tidak dapat dianggap ringan.

Bunda Literasi Kabupaten Bandung, Emma Dety Permanawati, mengatakan bahwa orang tua harus menjadi benteng pertama dalam melindungi anak dari paparan negatif ruang digital, termasuk judi daring yang kini semakin masif. Emma menilai bahwa teknologi digital tidak bisa dihindari, namun harus dikuasai dan diarahkan agar memberikan manfaat bagi tumbuh kembang anak. Ia menegaskan bahwa banyak kerusakan komunikasi, kesehatan mental, hingga identitas diri generasi muda yang bermula dari penggunaan gawai tanpa pendampingan.

Orang tua harus memahami cara bermedia sosial dengan baik, mengajarkan etika digital, serta melakukan filtrasi atas konten yang dikonsumsi anak. Generasi muda dapat tumbuh menjadi generasi berkualitas hanya jika orang tua aktif memantau aktivitas digital mereka. Ia mengingatkan bahwa judi daring bukan sekadar aktivitas bermain, tetapi merupakan skema predatoris yang dirancang untuk menjerat korban melalui iming-iming keuntungan instan.

Pemerintah juga menekankan kewaspadaan terhadap jaringan seperti Kingdom Group yang memanfaatkan teknik digital canggih untuk menyasar kelompok rentan. Kelompok-kelompok semacam ini menggunakan promosi agresif, manipulasi psikologis, hingga teknik penipuan terstruktur untuk mendorong pengguna masuk ke dalam siklus perjudian. Masyarakat diminta lebih selektif menggunakan bantuan sosial dan memastikan bahwa dana tersebut tidak disalahgunakan untuk aktivitas ilegal yang berpotensi merusak kehidupan keluarga.

Upaya pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan dalam memperkuat literasi digital menjadi bagian penting dari strategi nasional untuk mencegah maraknya judi daring di Indonesia. Dengan keterlibatan tokoh pemerintahan, pendidikan, hingga komunitas literasi, agenda proteksi digital kini semakin diperkuat pada tataran keluarga, sekolah, dan institusi keuangan. Literasi digital merupakan kebutuhan mendesak di tengah perkembangan ancaman kejahatan siber yang semakin kompleks. Melalui kolaborasi lintas sektor dan penguatan edukasi publik, Indonesia berupaya menciptakan ruang digital yang aman dan beretika bagi seluruh masyarakat, terutama anak-anak.

*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.