Oleh: Dhita Karuniawati )*
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu agenda prioritas nasional yang terus digenjot pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sejak usia dini. Upaya ini bukan hanya tentang menyediakan makanan bernutrisi bagi anak-anak sekolah dan kelompok masyarakat tertentu, tetapi juga berfungsi sebagai sarana edukasi untuk meningkatkan pemahaman publik mengenai pentingnya gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari. Melalui sosialisasi yang semakin intensif di berbagai daerah, pemerintah berharap program ini dapat membentuk pola makan sehat yang berkelanjutan serta menurunkan angka kekurangan gizi di masyarakat.
Seiring mulai digulirkannya program MBG di berbagai daerah, pemerintah menyadari bahwa keberhasilan program sangat bergantung pada tingkat pemahaman masyarakat mengenai pentingnya gizi. Oleh karena itu, sosialisasi dilakukan secara masif melalui berbagai kanal, mulai dari pemerintah daerah, lembaga pendidikan, tenaga kesehatan, hingga melalui media sosial dan kampanye publik.
Materi sosialisasi tidak hanya berfokus pada penjelasan teknis mengenai mekanisme penyaluran MBG, tetapi juga mengedukasi masyarakat mengenai hal-hal mendasar seperti komposisi gizi seimbang, kebutuhan nutrisi harian, manfaat konsumsi protein hewani dan nabati, serta pentingnya kebiasaan makan teratur. Dengan pendekatan edukatif tersebut, masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga turut berperan aktif dalam menjaga pola hidup sehat.
Salah satu sosialisasi Program Makan Bergizi (MBG) digelar di Kabupaten Bandung Barat, tepatnya di Gedung Serba Guna Desa Batujajar, Kecamatan Batujajar. Warga Desa Batujajar antusias menyambut kehadiran program strategis nasional tersebut, yang menjadi salah satu prioritas Pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Kegiatan sosialisasi ini diselenggarakan oleh DPR RI bersama mitra kerja Badan Gizi Nasional (BGN) dan dihadiri sejumlah tokoh penting. Di antaranya Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, Anggota Komisi II DPR RI Dapil Jabar II, Ahmad Heryawan, serta Tenaga Ahli Direktorat Promosi dan Edukasi Gizi BGN, Teguh Supangardi. Kehadiran mereka menjadi bentuk dukungan terhadap pelaksanaan program nasional yang menyasar kelompok rentan.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani mengatakan bahwa Program MBG lahir dari keprihatinan atas darurat gizi kronis yang masih terjadi di Indonesia. Masalah stunting tidak hanya berkaitan dengan pertumbuhan fisik anak, tetapi juga memengaruhi perkembangan otak dan kecerdasan. Program MBG hadir bukan hanya untuk menyediakan makanan sehat, tetapi juga untuk meningkatkan edukasi masyarakat mengenai pentingnya gizi seimbang.
Netty menjelaskan periode 1.000 hari pertama kehidupan merupakan fase yang sangat penting dan harus dipenuhi kebutuhan gizinya. Netty menekankan perlunya penyesuaian paradigma gizi di masyarakat agar tidak lagi terpaku pada konsep lama. Pedoman ‘4 Sehat 5 Sempurna’ kini telah bergeser menjadi panduan ‘Isi Piringku’ yang lebih aplikatif. Dengan gizi yang baik, kita sedang menyiapkan generasi yang lebih sehat, lebih cerdas, dan siap menuju Indonesia Emas 2045.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Heryawan, menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menjalankan Program MBG. Keberhasilan program ini tidak hanya diukur dari penyediaan makanan bergizi, tetapi juga dari meningkatnya ketahanan keluarga. Kelompok rentan seperti ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan peserta didik harus menjadi prioritas utama.
Ahmad Heryawan mengatakan bahwa pelibatan pelaku usaha lokal menjadi faktor penting dalam penguatan ekonomi masyarakat sekitar. Program MBG harus mendorong rantai pasokan pangan lokal agar manfaatnya tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga pada kemandirian ekonomi. MBG bukan hanya program kesehatan, tetapi sebuah gerakan nasional dengan dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Perwakilan Badan Gizi Nasional, Teguh Supangardi, memaparkan sejumlah tantangan gizi yang masih dihadapi Indonesia. Ia menyoroti tingginya kasus stunting dan gizi ganda sebagai pekerjaan rumah yang harus segera ditangani secara terpadu. Program MBG didesain dengan empat prinsip utama yakni pemenuhan energi, keseimbangan zat gizi, kebersihan, dan keamanan pangan.
Selain institusi formal, pemerintah turut melibatkan organisasi masyarakat, kader posyandu, hingga tokoh lokal dalam menyebarkan informasi mengenai MBG. Melalui pendekatan berbasis komunitas, edukasi tentang gizi diharapkan lebih mudah diterima karena disampaikan oleh orang-orang yang dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Pendekatan ini juga menciptakan ruang bagi masyarakat untuk aktif berpartisipasi. Partisipasi masyarakat merupakan kunci agar program MBG tidak hanya berjalan sampai tahap distribusi makanan, tetapi juga membentuk kebiasaan jangka panjang.
Dengan sosialisasi yang semakin gencar, pemerintah menargetkan bahwa program MBG tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek berupa pemenuhan kebutuhan nutrisi, tetapi juga kontribusi jangka panjang dalam pembentukan generasi Indonesia yang lebih sehat. Literasi gizi yang meningkat diharapkan mampu mengubah perilaku makan masyarakat secara lebih sadar dan bertanggung jawab.
Keberhasilan program MBG adalah keberhasilan seluruh elemen bangsa. Pemerintah mengajak masyarakat, lembaga pendidikan, tenaga kesehatan, hingga pelaku usaha untuk bersinergi memastikan bahwa setiap warga Indonesia dapat menikmati hak dasar berupa makanan bergizi dan kesehatan optimal. Dengan perhatian serius pada aspek gizi, Indonesia optimistis melahirkan generasi unggul yang siap bersaing di tingkat global.
*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

