Oleh: Adnan Ramdani )*
Hilirisasi kini menjadi salah satu agenda strategis pemerintah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata di seluruh daerah. Kebijakan ini tidak lagi dipandang sekadar upaya meningkatkan nilai tambah komoditas, tetapi juga menjadi motor penggerak transformasi struktural yang selama ini dibutuhkan perekonomian nasional. Pemerintah menyadari bahwa ketergantungan pada ekspor bahan mentah hanya akan menciptakan kerentanan jangka panjang, terutama ketika dinamika pasar global berubah dengan cepat. Oleh karena itu, melalui program hilirisasi yang terencana dan berkelanjutan, pemerintah berkomitmen memperkuat basis ekonomi daerah agar setiap wilayah dapat tumbuh dengan karakteristik dan kekuatan lokalnya sendiri.
Salah satu aspek penting dari kebijakan hilirisasi adalah upaya untuk membuka lapangan kerja baru di daerah. Pemerintah memahami bahwa pembangunan ekonomi tidak akan bermakna tanpa peningkatan pendapatan masyarakat. Keberadaan industri pengolahan di sekitar sentra komoditas daerah terbukti mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan, sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat pada pekerjaan yang berorientasi pada sektor primer semata. Ketika komoditas seperti nikel, bauksit, kelapa sawit, hingga hasil pertanian diolah langsung di daerah asalnya, maka dampak ekonomi yang dihasilkan akan jauh lebih besar.
Direktur Hilirisasi Mineral dan Batu Bara Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rizwan Aryadi Ramdhan mengatakan selama lima tahun terakhir hilirisasi nikel telah memberikan bukti positif terhadap ekonomi daerah, terutama di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut terlihat dengan berkurangnya tingkat pengangguran. Masifnya perusahaan hilirisasi nikel juga membuat nilai ekspor produk turunan nikel yang mengalami lonjakan dalam 5 tahun terakhir hingga 4 kali lipat dibandingkan tahun 2019 sehingga kontribusi ekspor produk turunan nikel Indonesia di pasar global meningkat dari yang awalnya hanya 2,77% pada 2019 menjadi 10,9% pada 2023.
Pemerintah juga terus memperkuat dukungan infrastruktur sebagai fondasi utama keberhasilan hilirisasi. Jalan, pelabuhan, jaringan listrik, hingga fasilitas air bersih disiapkan untuk memastikan industri pengolahan dapat beroperasi secara efisien. Investasi di bidang infrastruktur ini bukan hanya mempermudah kegiatan produksi, tetapi juga mendorong mobilitas masyarakat dan barang antardaerah. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tidak lagi terpusat di kota-kota besar, melainkan menyebar hingga ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi komoditas unggulan.
Di sisi lain, pemerintah memahami bahwa hilirisasi tidak boleh hanya berorientasi pada investasi besar dan industri skala menengah ke atas. Pelibatan UMKM menjadi komponen penting agar manfaat hilirisasi benar-benar dirasakan hingga level akar rumput. Program pendampingan usaha, pelatihan peningkatan kualitas produk, dan akses pembiayaan terus diperluas sebagai bagian dari strategi pemberdayaan ekonomi lokal. UMKM diberi kesempatan untuk menjadi bagian dari rantai pasok industri hilirisasi, baik sebagai pemasok bahan baku penunjang, penyedia layanan, maupun pengolah produk turunan komoditas lokal. Dengan cara ini, hilirisasi tidak hanya memperkuat struktur industri nasional, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi masyarakat daerah.
Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan hilirisasi menjadi fondasi misi Asta Cita dan penguatan nilai tambah ekonomi. Indonesia tidak boleh hanya mengekspor bahan mentah, tetapi harus mampu mengolahnya menjadi produk bernilai lebih tinggi untuk membuka lapangan kerja. Saat ini pemerintah telah menyusun peta jalan hilirisasi untuk 28 komoditas strategis hingga 2040, dengan potensi investasi 618 miliar dolar AS dan penciptaan lebih dari 3 juta lapangan kerja. Komoditas itu mencakup mineral dan batubara, migas, serta komoditas berbasis alam seperti sawit, rumput laut, biofuel, udang, dan kayu.
Selain itu, aspek keberlanjutan juga menjadi perhatian utama dalam kebijakan hilirisasi. Pemerintah menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab agar manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Industri yang dibangun harus memperhatikan standar lingkungan, efisiensi energi, serta pengurangan emisi. Melalui penerapan prinsip green industry, hilirisasi tidak hanya memperkuat perekonomian tetapi juga menjaga kelestarian alam daerah. Pendekatan ini sejalan dengan arah pembangunan nasional yang berorientasi pada ekonomi hijau dan rendah karbon, sekaligus menjawab tuntutan global akan praktik industri yang lebih berkelanjutan.
Pada akhirnya, hilirisasi adalah strategi besar pemerintah untuk memastikan pertumbuhan ekonomi daerah tidak berjalan stagnan dan bergantung pada siklus harga komoditas mentah. Lewat hilirisasi, daerah-daerah yang selama ini menjadi produsen bahan baku kini memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi pusat produksi bernilai tambah tinggi. Manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh pelaku usaha besar, tetapi juga oleh masyarakat, UMKM, dan pemerintah daerah. Dengan dorongan kebijakan yang konsisten, sinergi antarinstansi, serta dukungan kuat dari dunia usaha dan masyarakat, hilirisasi dipercaya mampu menjadi motor utama yang menggerakkan ekonomi Indonesia menuju struktur yang lebih kokoh, modern, dan inklusif. Pemerintah optimis bahwa langkah ini akan menjadi fondasi penting bagi Indonesia untuk mencapai kemandirian ekonomi dan menjadi kekuatan industri yang diperhitungkan di tingkat global.
)* Pengamat ekonomi

