Percepatan Listrik Desa dan Peningkatan Lifting Migas untuk Mewujudkan Swasembada Energi

Oleh : Andreas Suroso

Dalam upaya mencapai kedaulatan energi, Indonesia kini menjalankan dua inisiatif besar yang saling melengkapi: program listrik desa dan peningkatan lifting migas. Kedua program ini bukan hanya sekadar kebijakan terpisah, tetapi bagian dari strategi nasional untuk menyiapkan swasembada energi sebuah misi ambisius yang kini lebih terasa nyata di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Program listrik desa telah menjadi prioritas nyata. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pemerintah menargetkan seluruh desa yang belum berlistrik dapat teraliri paling lambat pada tahun 2029–2030. Saat ini, masih terdapat ribuan desa dan dusun yang belum terjangkau jaringan listrik. Pemerintah berkomitmen menyelesaikan 5.700 desa dan 4.400 dusun agar seluruh wilayah Tanah Air merasakan manfaat listrik. Komitmen ini bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal keadilan sosial membawa terang ke sudut-sudut negeri yang dahulu gelap, membuka peluang bagi pendidikan, kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi lokal.

Pakar energi, Andi Jumardi menilai target pemerintah realistis dan strategis. Menurut, elektrifikasi desa sejalan dengan agenda swasembada energi yang dicanangkan pemerintahan Prabowo–Gibran. Selain itu, swasembada energi menurutnya tidak hanya soal produksi minyak dan gas, tetapi harus menjangkau pengguna akhir, yaitu masyarakat desa, agar manfaatnya terasa langsung. 

Di sisi lain, program migas juga menunjukkan capaian signifikan. Produksi minyak nasional dilaporkan sudah melebihi target APBN tahun 2025, yang menetapkan angka 605.000 barel per hari. Prestasi ini didukung oleh upaya peningkatan tata kelola sumur tua, pemerintah telah menginventarisasi sekitar 45.000 sumur, dengan rencana pengelolaan oleh koperasi, pelaku UMKM, dan perusahaan daerah. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan produksi, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal, menjadikan energi sebagai sumber pembangunan dan kemandirian.

Salah satu tonggak penting dalam strategi ini adalah proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan. Pemerintah menegaskan bahwa dengan beroperasinya kilang tersebut, Indonesia dapat mengurangi impor solar dan bahkan mulai mengekspor. Ini menjadi bagian dari visi swasembada energi yang lebih besar: ketika infrastruktur hulu dan hilir migas semakin kuat, maka ketergantungan pada impor dapat dikurangi, memperkuat kedaulatan nasional.

Lebih jauh lagi, pemerintah juga menyiapkan strategi jangka panjang. Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menyampaikan bahwa salah satu pilar ketahanan energi adalah peningkatan lifting minyak hingga satu juta barel per hari pada 2030, serta gas hingga 12 miliar kaki kubik per hari. Untuk mendukung itu, pembangunan infrastruktur gas terus digenjot, termasuk pipa besar seperti Cirebon–Semarang dan Dumai–Sei Mangke. 

Selain migas, dimensi energi terbarukan juga tak ditinggalkan. Menteri Bahlil menyatakan bahwa swasembada energi tak hanya berfokus pada minyak dan gas, tetapi juga harus mengarah pada pengembangan EBT (Energi Baru Terbarukan), terutama untuk daerah terpencil. Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk memperluas bauran EBT dalam dunia ketenagalistrikan nasional, mendukung sekaligus transisi energi yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Dalam program listrik perdesaan, pendekatan lokal menjadi kunci. Salah satu strategi adalah membangun pembangkit skala kecil yang memanfaatkan potensi EBT setempat, serta jaringan distribusi yang menjangkau desa-desa terpencil. Partisipasi berbagai aktor, mulai dari BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), koperasi, hingga swadaya masyarakat, juga diakomodasi, memperkuat sense of ownership dan keberlanjutan proyek listrik desa. 

Investasi untuk program lisdes ini tidak kecil, bahkan mencapai sekitar Rp 50 triliun untuk membangun pembangkit dan menyambungkan rumah tangga hingga ratusan ribu unit. Presiden Prabowo secara tegas mendorong upaya swasembada energi hingga ke desa terpencil dan pulau-pulau kecil. Dalam peresmian proyek EBT di 15 provinsi, ia menyatakan bahwa dengan energi surya, setiap desa dan bahkan pulau paling jauh bisa memiliki akses listrik sendiri. 

Optimisme ini tidak hanya retorika, ini mencerminkan komitmen politik yang kuat untuk menjadikan energi terjangkau dan berkelanjutan sebagai hak dasar warga negara Kebijakan ini, secara makro, diperkokoh oleh strategi nasional Kementerian ESDM. Dalam dokumen strategi energi, pemerintah menempatkan kemandirian energi sebagai prioritas utama dan menyiapkan berbagai kebijakan untuk mencapainya.  Selain melalui migas dan EBT, hilirisasi dan industrialisasi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari roadmap jangka panjang. 

Apa yang tengah dibangun di Indonesia hari ini bukan sekadar proyek infrastruktur, ini adalah langkah kolektif menuju swasembada, kedaulatan, dan keadilan. Program listrik desa memastikan bahwa energi tidak hanya diproduksi, tetapi juga dirasakan oleh masyarakat paling pinggiran. Sementara itu, peningkatan lifting migas dan penguatan hilirisasi memastikan bahwa sumber daya alam dikelola secara optimal dan memberi nilai tambah bagi bangsa.

Sinergi antara program desa dan migas ini adalah cerminan visi yang lebih besar: energi sebagai pemersatu, energi sebagai pondasi kemandirian, dan energi sebagai warisan untuk masa depan. Dalam perjalanan menuju swasembada energi, Indonesia sedang menapaki jalan yang penuh harapan terang bagi desa, mandiri dalam produksi, dan solid dalam masa depan.

)* Pengamat Kebijakan Publik