Pengesahan KUHAP Telah Sesuai Mekanisme, Tidak Akan Timbulkan Kekosongan Hukum

Oleh: Dhita Karuniawati )*

Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru kembali menjadi perhatian publik setelah pemerintah dan DPR menyepakati sejumlah pembaruan penting dalam sistem peradilan pidana nasional. Di tengah dinamika pembahasan dan perbedaan pendapat di ruang publik, penting untuk ditegaskan bahwa proses legislasi yang ditempuh dalam pengesahan KUHAP telah mengikuti seluruh tahapan sesuai mekanisme konstitusional. Selain itu, transisi penerapan aturan baru tidak akan menimbulkan kekosongan hukum sebagaimana dikhawatirkan sebagian pihak.

KUHAP merupakan regulasi yang sangat strategis karena mengatur seluruh tahapan proses hukum pidana, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pelaksanaan putusan. Karena itu, penyusunannya memerlukan kehati-hatian dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip negara hukum. Tidak ada tahapan legislasi yang dilompati. Setiap klausul yang disepakati telah melalui pembahasan panjang, pengujian substansi, serta sinkronisasi dengan berbagai undang-undang lain untuk memastikan konsistensinya dalam sistem hukum nasional.

Isu lain yang kerap disorot adalah mengenai partisipasi publik. Namun, pemerintah dan DPR telah membuka ruang cukup luas bagi masyarakat, akademisi, organisasi bantuan hukum, serta lembaga swadaya masyarakat untuk menyampaikan pandangan mereka. Forum uji publik, FGD, hingga diskusi akademik dilakukan selama proses pembahasan. Masukan dari berbagai elemen masyarakat telah dimasukkan secara proporsional ke dalam substansi RKUHAP. 

Dengan demikian, proses partisipatif sebenarnya telah berjalan sebagaimana prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Penting untuk dipahami bahwa partisipasi publik tidak berarti semua pandangan harus diakomodasi secara penuh, melainkan bahwa ada ruang yang diberikan bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan dalam proses legislasi.

Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman mengatakan bahwa proses penyusunan RKUHAP telah berlangsung lebih dari satu tahun lamanya dengan telah menjaring meaning participation atau partisipasi bermakna dari para pemangku kepentingan. Selain itu, KUHAP memerlukan pembaruan untuk memperkuat posisi warga negara dalam hukum. KUHAP baru telah mengakomodir kebutuhan kelompok rentan, memperjelas syarat penahanan, perlindungan dari penyiksaan, penguatan dan perlindungan hak korban, kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi, hingga keadilan restoratif. KUHAP baru ini juga dibutuhkan seiring dengan akan dibelakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang akan mulai berlaku 2 Januari 2026.

Habiburokhman juga memastikan pengesahan KUHAP baru tidak akan menimbulkan kekosongan hukum dan akan berlaku pada 2 Januari 2026 mendatang. Aturan teknis mulai dari penyelidikan, penyidikan, penahanan, bantuan teknis forensik, penggunaan rekaman kamera pengawas, hingga ganti rugi dan rehabilitasi-sudah diatur dalam PP 27/1983 beserta perubahan dan peraturan sektoral di Polri, Kejaksaan, Kemenkes, maupun Mahkamah Agung. Aturan ini tetap berlaku sampai KUHAP baru berlaku.

Sementara itu, Pakar Hukum, Prof. Dr. Henry Indraguna, SH., M.lH., meyakini KUHAP baru ini akan memberikan manfaat langsung bagi setiap warga negara. KUHAP baru ini merupakan fondasi hukum yang kuat, lebih modern dengan merespon perkembangan serba digital namun tetap humanis, dan tetap menyisakan nilai-nilai berkeadilan. Salah satu manfaat paling signifikan adalah perlindungan hak warga negara sejak tahap awal proses hukum.

Menurut Henry, esensi dari perlindungan hukum kepada para pencari keadilan tersebut diwujudkan melalui mekanisme krusial. Pertama adalah berkaitan kepada wewenang Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP). Untuk mencegah salah tangkap dan membatasi kesewenang-wenangan aparat, setiap tindakan paksa seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan wajib mendapatkan persetujuan dari hakim terlebih dahulu.

Kedua, Penguatan Hak Tersangka dan Korban. Hak-hak tersangka wajib didampingi pengacara lebih dipertegas sejak dini sejak penyidikan. Pemeriksaan wajib direkam audio-visual, serta adanya larangan segala bentuk tekanan. Henry mengingatkan bahwa korban kini memiliki hak lebih kuat untuk mengakses restitusi dan pendampingan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Ketiga, Pengaturan Bukti Digital. KUHAP baru mengakui dan mengatur secara modern bukti elektronik seperti rekaman CCTV, chat, email, hingga transaksi digital yang dianggap menjamin keakuratan dan mencegah rekayasa. Salah satu terobosan penting yang paling berdampak langsung pada masyarakat adalah diresmikannya mekanisme Restorative Justice (Keadilan Restoratif) dalam KUHAP. Dengan adanya Restorative Justice, masyarakat kini dapat menyelesaikan perkara tertentu, terutama tindak pidana ringan, melalui jalur pemulihan dan kesepakatan dengan korban. Langkah ini sebagai langkah humanisasi hukum pidana yang akan mengurangi beban sistem peradilan dan fokus pada pemulihan kerugian korban.

Henry menegaskan bahwa dengan KUHAP baru, negara menegaskan komitmen terhadap keadilan, perlindungan hak asasi, dan profesionalisme aparat. Oleh karena itu, pihaknya mengajak seluruh masyarakat memahami ketentuan baru ini agar proses hukum berjalan lebih jujur, manusiawi, dan modern. Dengan mempertimbangkan seluruh tahapan, mekanisme, dan aspek substansi yang terlibat, pengesahan KUHAP dapat dikatakan telah memenuhi prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Kecemasan mengenai potensi kekosongan hukum juga tidak memiliki landasan yang kuat, karena pemerintah telah menyiapkan transisi yang matang dan aman.

KUHAP baru ini menjadi tonggak penting pembaruan hukum nasional, terutama dalam memperkuat keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan hak-hak warga negara. Reformasi hukum pidana adalah proses panjang, namun langkah ini merupakan bagian penting dari upaya memperkuat sistem peradilan pidana yang modern, transparan, dan sesuai prinsip negara hukum.

)* Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia