Program Rumah Subsidi Perkuat Pemerataan Ekonomi dan Daya Beli Masyarakat

Oleh : Derry Irawan )*

Program rumah subsidi terus menjadi salah satu instrumen penting pemerintah dalam mendorong pemerataan ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat. Di tengah tantangan ekonomi yang dinamis, kebijakan ini bukan sekadar upaya penyediaan tempat tinggal, melainkan bagian dari strategi besar pemerataan kesejahteraan nasional. Dengan memberikan akses hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah, program ini membuka ruang bagi peningkatan kualitas hidup, stabilitas sosial, dan produktivitas ekonomi di berbagai daerah.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus memperkuat skema subsidi melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), serta program Tapera. Melalui mekanisme tersebut, masyarakat dapat memiliki rumah dengan uang muka yang rendah, bunga tetap dan ringan, serta tenor pinjaman yang panjang hingga 20 tahun. Skema ini membuat kepemilikan rumah menjadi lebih terjangkau bagi pekerja formal maupun informal, terutama bagi mereka yang berpenghasilan di bawah Rp8 juta per bulan. Tahun 2025, pemerintah menargetkan penyaluran lebih dari 350 ribu unit rumah subsidi di seluruh Indonesia sebagai bagian dari program pembangunan sejuta rumah.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait mengatakan Program FLPP bisa diakses oleh masyarakat rendah seperti para keluarga muda maupun cleaning servis yang penghasilannya terbatas untuk memiliki rumah subsidi. Untuk itu, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tahun ini telah menaikkan kuota rumah subsidi 350.000 unit dan membuka kesempatan luas bagi masyarakat untuk memiliki rumah layak huni.

Para pejabat di Kementerian PKP dan Pemda diminta untuk mendengarkan suara dan keluhan dari rakyat. Mungkin dari ratusan rumah subsidi yang dibangun ada yang mengalami kerusakan dan pengembang harus bertanggung jawab serta siap memperbaiki kerusakan ringan yang ada segera.

Selain aspek kepemilikan, dampak ekonomi dari program rumah subsidi terasa luas. Pembangunan perumahan mendorong aktivitas di sektor konstruksi, material bangunan, hingga tenaga kerja lokal. Setiap unit rumah yang dibangun menciptakan efek ganda terhadap perekonomian daerah. Bahan bangunan seperti semen, bata, pasir, serta komponen rumah tangga lainnya memicu perputaran ekonomi di tingkat lokal. Para pekerja konstruksi, tukang, hingga pelaku UMKM penyedia bahan bangunan turut merasakan dampak positif dari meningkatnya permintaan proyek perumahan rakyat. Dengan demikian, sektor perumahan berperan sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi mikro di berbagai wilayah.

Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari, menjelaskan program rumah subsidi juga berkontribusi terhadap penguatan daya beli masyarakat. Dengan adanya skema cicilan yang ringan dan bunga rendah, sebagian besar pendapatan masyarakat tidak lagi habis untuk membayar sewa rumah yang kerap naik setiap tahun. Mereka dapat mengalokasikan pendapatan untuk kebutuhan lain seperti pendidikan, kesehatan, dan konsumsi rumah tangga. Kondisi ini secara tidak langsung meningkatkan aktivitas ekonomi domestik karena masyarakat memiliki ruang fiskal yang lebih luas untuk membelanjakan pendapatannya di sektor lain.

Pemerataan ekonomi yang dihasilkan dari program ini juga terlihat dari sebaran lokasi proyek yang menjangkau daerah-daerah penyangga kota besar hingga kawasan perdesaan. Pemerintah mendorong pengembang untuk membangun rumah subsidi tidak hanya di Jabodetabek, tetapi juga di luar Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara. Langkah ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 yang menekankan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Akses terhadap hunian layak di berbagai wilayah dapat menahan laju urbanisasi berlebih dan mendukung pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah.

Dari sisi sosial, rumah subsidi turut memperkuat stabilitas keluarga dan rasa memiliki terhadap lingkungan. Kepemilikan rumah menumbuhkan tanggung jawab sosial dan ekonomi warga terhadap tempat tinggalnya. Ketika masyarakat memiliki rumah tetap, mereka cenderung membangun lingkungan yang lebih aman, bersih, dan harmonis. Fenomena ini berdampak positif terhadap pembangunan manusia karena hunian layak menjadi pondasi dalam pembentukan generasi yang sehat dan produktif. Dalam jangka panjang, rumah bukan hanya aset ekonomi, tetapi juga investasi sosial bagi masa depan bangsa.

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho mengatakan pemerintah terus berupaya menyempurnakan regulasi dan memperkuat kemitraan dalam ekosistem pembiayaan perumahan rakyat. Transformasi digital dalam proses pengajuan dan verifikasi penerima subsidi mulai diterapkan agar lebih cepat dan akurat. Sistem daring melalui situs resmi PUPR dan Tapera memudahkan masyarakat memeriksa kelayakan serta memilih lokasi perumahan sesuai kebutuhan. Langkah ini menjadi bagian dari reformasi birokrasi untuk mempercepat pelayanan publik dan memastikan setiap rupiah subsidi tepat sasaran. Selain itu, keterlibatan perbankan nasional dan daerah memperluas jangkauan pembiayaan hingga ke pelosok.

Program rumah subsidi pada akhirnya bukan hanya kebijakan sektoral, melainkan bagian dari strategi besar pemerataan ekonomi nasional. Hunian layak adalah hak dasar sekaligus modal sosial untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Dengan memperkuat daya beli, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan kualitas hidup, program ini menjadi pilar penting dalam upaya pemerintah menyeimbangkan pembangunan antarwilayah. Jika dijalankan secara konsisten dan transparan, program rumah subsidi akan terus menjadi motor penggerak pemerataan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia.

)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia