Jakarta — Pemerintah menegaskan bahwa kondisi keuangan negara berada pada posisi yang stabil dan tetap sehat menjelang tahun 2026. Sejumlah indikator utama menunjukkan bahwa pengelolaan fiskal berjalan dalam koridor kehati-hatian, sehingga APBN dapat terus menjadi instrumen penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 tidak akan melebihi batas aman 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Ia memastikan pemerintah terus menjaga disiplin fiskal serta menata ulang prioritas belanja demi memperkuat fondasi ekonomi nasional.
“Defisitnya masih aman di bawah 3 persen, enggak usah takut saya langgar prinsip kehati-hatian pengelolaan fiskal,” ujar Purbaya.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan sejumlah instrumen untuk memperkuat pendapatan negara, meningkatkan efektivitas belanja, dan mengendalikan pembiayaan agar tidak membebani keberlanjutan fiskal. Menurutnya, disiplin dalam menjaga batas defisit menjadi kunci agar stabilitas ekonomi tetap terjaga sekaligus memberi ruang bagi program-program strategis nasional.
Respons positif atas kebijakan fiskal pemerintah juga datang dari DPR RI. Anggota Komisi XI DPR Anna Mu’awanah menilai langkah pemerintah semakin terarah dan adaptif, terutama dalam menyelaraskan optimalisasi pendapatan dan penataan belanja negara untuk mendukung proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen pada 2026.
“Harga emas melonjak sangat tajam. Pada kuartal pertama berada pada kisaran Rp 2,8 juta per gram, dan sekarang sudah mendekati Rp 4 juta. Dalam rupiah, kenaikan terjadi dari sekitar Rp 1,6 juta menjadi hampir Rp 3 juta per gram. Jika pemerintah tidak menyesuaikan Bea Keluar, harga emas dalam negeri berpotensi lebih murah dari harga global, dan itu bisa memicu arus keluar emas yang tidak terkendali,” tegas Anna.
Ia menambahkan bahwa penyesuaian Bea Keluar emas tersebut merupakan langkah perlu guna menjaga keseimbangan harga dan mencegah distorsi pasar. Menurutnya, strategi itu harus dibarengi dengan kebijakan yang memperkuat pendalaman sektor tambang dan memastikan nilai tambah tetap berada di dalam negeri.
Selain itu, pemerintah juga memaparkan rencana penajaman Bea Keluar batu bara sebagai bagian dari harmonisasi kebijakan ekspor komoditas energi. Kebijakan ini dinilai penting untuk menjaga pasokan domestik bagi industri sekaligus meningkatkan kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara.
“Harmonisasi Bea Keluar harus tetap mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan industri dalam negeri dan kewajiban menjaga keberlanjutan fiskal,” ujarnya.***

