Oleh : Rivka Mayangsari*)
Berbagai pihak mulai menyuarakan pentingnya menjaga stabilitas, kewaspadaan, serta kejernihan dalam merespons dinamika hubungan industrial, utamanya di tengah wacana unjuk rasa segelintir buruh. Di tengah upaya pemulihan ekonomi dan penguatan dunia usaha, munculnya ajakan demonstrasi dalam skala besar perlu dicermati dengan bijak agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin menciptakan kegaduhan dan mengganggu iklim investasi. Ketegangan yang tak terkendali dapat berpengaruh langsung pada keberlangsungan usaha dan pada akhirnya berdampak terhadap para pekerja itu sendiri.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) diberitakan memastikan rencana aksi demonstrasi tersebut sebagai bentuk respons terhadap kebijakan pemerintah mengenai penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 yang dinilai tidak cukup mengakomodasi tuntutan buruh. Menurut informasi yang berkembang, KSPI berharap pemerintah menaikkan UMP pada level yang lebih tinggi, sejalan dengan tuntutan sejumlah kelompok buruh di berbagai daerah. Mereka merasa kenaikan upah seharusnya mampu menjawab kebutuhan hidup layak yang terus meningkat.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memberikan pandangan berbeda terkait tuntutan kenaikan UMP yang disuarakan buruh dalam kisaran 6,5% hingga 10,5%. Apindo menilai bahwa tuntutan tersebut cenderung berulang setiap tahun dan dinilai kurang realistis ketika melihat kondisi riil dunia usaha yang tidak seragam. Bob Azzam selaku Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo menyampaikan bahwa situasi perusahaan tidak dapat dipukul rata; sebagian memang sedang berkembang, namun sebagian lainnya tengah mengalami perlambatan, bahkan ada yang berada di ambang kebangkrutan.
Dari sudut pandang ini, Bob merekomendasikan solusi yang dianggap lebih realistis, yaitu melalui mekanisme perundingan bersama antara buruh dengan perusahaan. Menurut pandangannya, dialog langsung akan menghasilkan kesepakatan yang adil, karena didasarkan pada kondisi spesifik tiap perusahaan. Ia juga menjelaskan bahwa kerangka hukum yang tertuang dalam PP 51 sebenarnya sudah memberikan keadilan, karena kenaikan upah tidak didasarkan pada angka tunggal, melainkan pada potret kondisi faktual yang dialami oleh pengusaha dan pekerja di masing-masing sektor industri.
Apindo menilai bahwa menjaga stabilitas dunia usaha menjadi kunci utama di tengah tantangan ekonomi global, sehingga eskalasi aksi yang tidak terkendali dapat memberikan tekanan tambahan pada sektor usaha yang tengah berjuang bangkit. Ketidakpastian situasi sosial akibat provokasi atau mobilisasi massa yang agresif berpotensi menghambat produksi, mengganggu distribusi, serta menurunkan kepercayaan investor. Pada akhirnya, tekanan tersebut akan berdampak langsung kepada para buruh yang menggantungkan hidupnya pada keberlanjutan perusahaan.
Dalam konteks dinamika ini, kalangan pemuda turut memberikan perhatian serius. Aktivis Mahasiswa Unpam dan pemerhati pergerakan mahasiswa Jakarta, Kristanto, mengingatkan bahwa penyampaian pendapat di muka umum memang merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Namun ia menegaskan bahwa pelaksanaan aksi harus tetap dilakukan secara tertib, damai, dan mengutamakan keselamatan publik. Ia memberi penekanan bahwa pemerintah tidak pernah melarang aksi demonstrasi, selama tetap mengikuti koridor hukum yang berlaku.
Kristanto juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap potensi tindakan anarkis yang kerap muncul ketika massa tidak dapat dikendalikan. Ia mendorong agar peserta aksi menjaga ketertiban dan tidak terprovokasi melakukan tindakan seperti pengrusakan, penyerangan, atau pembakaran fasilitas umum, sebab tindakan semacam itu tidak hanya mencederai aspirasi buruh tetapi juga dapat merugikan masyarakat luas. Ia turut mengingatkan adanya potensi penyusupan, terutama dari kelompok-kelompok ekstrem seperti anarko yang sering memanfaatkan situasi untuk menciptakan kekacauan.
Di tengah berbagai suara dan pandangan tersebut, masyarakat luas diimbau untuk tetap tenang dan waspada terhadap provokasi yang mencoba membenturkan buruh dengan pemerintah maupun dunia usaha. Situasi ekonomi nasional saat ini sedang dalam fase pemulihan yang membutuhkan stabilitas jangka panjang. Setiap upaya mengganggu keteraturan publik melalui mobilisasi yang tidak bertanggung jawab hanya akan memperlambat proses pemulihan dan mempersulit peluang kerja baru bagi generasi muda.
Sementara itu, pemerintah terus menegaskan komitmennya untuk mencari titik temu antara kebutuhan buruh dan keberlanjutan industri. Kerangka kebijakan pengupahan diupayakan untuk tetap adil, berimbang, dan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional yang tengah bergerak dinamis. Melalui berbagai forum tripartit, pemerintah mendorong dialog konstruktif antara buruh, pengusaha, dan regulator agar keputusan yang diambil tidak merugikan salah satu pihak secara ekstrem.
Dengan demikian, seluruh elemen bangsa memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga situasi sosial tetap aman dan kondusif. Demonstrasi, jika dilakukan dengan tertib dan sesuai hukum, dapat menjadi saluran aspirasi yang baik. Namun bila dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin menyulut kekacauan, ia justru akan merugikan banyak orang. Semangat kolaborasi antara buruh, pengusaha, pemuda, dan pemerintah sangat diperlukan untuk memastikan iklim dunia usaha tetap stabil, sehingga roda perekonomian dapat terus bergerak dan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat secara bersama-sama.
*) Pemerhati Sosial

