Waspada Hoaks! KUHAP Baru Tidak Izinkan Penyadapan Sepihak

Jakarta – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menjelaskan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru yang segera disahkan sama sekali tidak mengatur adanya kewenangan penyadapan sepihak oleh kepolisian.

“Informasi tersebut di atas adalah hoaks alias tidak benar sama sekali,” kata Habiburokhman dalam keterangannya.

Pernyataan tegas tersebut disampaikan sebagai respons atas maraknya kabar bohong yang menyebar di berbagai kanal media sosial maupun percakapan daring mengenai isi KUHAP baru.

Dalam unggahan-unggahan yang beredar, disebutkan bahwa polisi nantinya bisa melakukan penyadapan tanpa izin pengadilan, membekukan tabungan warga secara sepihak, mengambil seluruh data digital, hingga melakukan penangkapan dan penggeledahan tanpa adanya dugaan tindak pidana. Narasi tersebut terbukti tidak berdasar dan menyesatkan publik.

Habiburokhman menegaskan bahwa substansi KUHAP baru justru memperkuat prinsip kehati-hatian serta memastikan setiap langkah penegakan hukum tetap berada dalam koridor legalitas dan pengawasan yudisial.

Ia memaparkan bahwa dalam Pasal 136 Ayat 2 rancangan KUHAP, penyadapan secara tegas akan diatur dalam undang-undang khusus yang mengatur teknik dan prosedurnya.

Undang-undang khusus tersebut akan dibahas terpisah setelah KUHAP baru disahkan agar mekanisme penyadapan dapat dirumuskan secara lebih rinci, termasuk syarat izin pengadilan.

Menurutnya, hampir seluruh fraksi di DPR memiliki pandangan yang sama bahwa penyadapan merupakan langkah serius yang hanya dapat dilakukan dengan pengawasan ketat dan izin hakim.

Karena itu, rumor yang menyebut polisi bisa menyadap secara sewenang-wenang tanpa izin merupakan informasi yang sengaja dipelintir untuk memicu kekhawatiran publik dan merusak kepercayaan terhadap proses legislasi.

Selain penyadapan, hoaks yang beredar juga menyinggung soal pemblokiran tabungan, pembekuan jejak digital, serta penyitaan perangkat elektronik seperti ponsel dan laptop.

Menanggapi hal ini, Habiburokhman menegaskan bahwa KUHAP justru memperjelas aturan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.

Ia merinci bahwa dalam Pasal 140 Ayat 2 KUHAP baru, seluruh bentuk pemblokiran, termasuk tabungan dan jejak online, harus melalui persetujuan hakim. Begitu pula soal penyitaan, yang dalam Pasal 44 KUHAP baru mensyaratkan izin dari ketua pengadilan negeri.

Dengan adanya pengaturan tersebut, ia memastikan bahwa hak-hak masyarakat tetap terlindungi dan seluruh tindakan penegakan hukum wajib melalui mekanisme hukum yang sah.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terpancing informasi tidak terverifikasi, terutama yang dikemas dengan bahasa provokatif seolah-olah negara akan memberikan kewenangan tak terbatas kepada aparat penegak hukum.

Habiburokhman mengingatkan bahwa seluruh draf dan perkembangan pembahasan RUU KUHAP dapat diakses secara terbuka.

“Naskah RUU KUHAP bisa dilihat di website DPR, dan rekaman pembahasan KUHAP bisa dilihat di kanal YouTube TV Parlemen. Jangan percaya dengan hoaks, KUHAP baru harus segera disahkan mengganti KUHAP lama yang tidak adil,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa keterbukaan dokumen legislasi merupakan bagian dari upaya DPR memastikan proses revisi KUHAP berlangsung secara transparan dan akuntabel. Dengan demikian, masyarakat dapat mengikuti langsung proses pembahasan, memahami isi perubahan, dan mengawasi setiap perkembangan tanpa perlu terpancing narasi palsu.***

[w.R]