Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-18 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026. Pemerintah memberikan persetujuan penuh dan menegaskan bahwa regulasi baru ini menjadi fondasi utama bagi sistem peradilan pidana modern di Indonesia.
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto secara tegas menyetujui pengesahan RUU tersebut. Persetujuan itu disampaikan saat ia membacakan pandangan pemerintah dalam rapat paripurna DPR RI.
“Presiden menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada pimpinan serta seluruh anggota DPR yang telah menuntaskan pembahasan revisi KUHAP,” ujar Supratman.
Supratman menjelaskan, KUHAP yang berlaku sejak 1981 merupakan tonggak penting dalam sejarah hukum Indonesia karena menggantikan aturan kolonial HIR dan menegaskan fondasi negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Namun setelah lebih dari empat dekade, perubahan sosial, kemajuan teknologi informasi, serta munculnya berbagai bentuk kejahatan baru membuat pembaruan menjadi keharusan.
Menurutnya, hukum acara pidana harus mampu merespons fenomena modern, mulai dari kejahatan siber, kejahatan lintas negara, hingga meningkatnya perhatian publik terhadap perlindungan hak asasi manusia.
“Pembaruan KUHAP akan membuat proses penegakan hukum lebih adaptif, modern, dan tetap menjunjung asas keadilan,” kata Supratman.
Ia menambahkan, aturan baru ini dirancang untuk menutup celah penyalahgunaan kewenangan serta memperkuat perlindungan hukum bagi warga negara, sehingga kepercayaan publik terhadap proses peradilan pidana dapat semakin menguat.
Pengesahan RUU KUHAP dilakukan setelah Komisi III DPR RI menyampaikan laporan akhir pembahasan.
Ketua DPR RI Puan Maharani kemudian meminta persetujuan seluruh fraksi.
“Apakah RUU KUHAP dapat disetujui menjadi undang-undang?” tanya Puan.
Para anggota DPR yang hadir menjawab serempak, “Setuju!” dan palu sidang diketuk sebagai tanda pengesahan.
Sebelum pengambilan keputusan, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman juga meluruskan sejumlah kabar palsu yang beredar di publik terkait isi RUU KUHAP. Ia memaparkan sedikitnya empat isu hoaks yang ramai dibahas, antara lain mengenai kewenangan penyadapan dan isu bahwa polisi dapat membekukan rekening tanpa dasar hukum.
“Kami perlu sampaikan bahwa menurut Pasal 139 ayat (2) KUHAP baru yang, insya Allah, semua bentuk pemblokiran tabungan, data di drive, dan sebagainya, harus dilakukan dengan izin hakim, ketua pengadilan,” kata dia.
Habiburokhman menegaskan bahwa informasi tersebut tidak sesuai dengan naskah final RUU KUHAP yang disahkan dan meminta masyarakat merujuk pada dokumen resmi, bukan spekulasi.
“Hoaks polisi bisa menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah, bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana. Hal ini juga tidak benar,” kata dia.
Dengan pengesahan ini, Indonesia memasuki babak baru pembaruan hukum acara pidana yang diharapkan mampu memberikan perlindungan lebih baik bagi warga negara di tengah dinamika kejahatan modern serta memperkokoh kepastian hukum dalam kerangka negara hukum Pancasila. #

