JAKARTA – Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Jenderal Besar H.M. Soeharto, menjadi penegasan bahwa bangsa Indonesia menghargai jasa besar seorang pemimpin yang telah mendedikasikan hidupnya bagi kemajuan negeri. Keputusan pemerintah tersebut disambut luas sebagai langkah bersejarah, sekaligus momentum penting untuk menilai kembali perjalanan bangsa secara objektif dan memperkuat semangat persatuan nasional.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Wakil Ketua Dewan Pertimbangan, Zainut Tauhid Sa’adi, menyampaikan apresiasi atas keputusan pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan Abdurrahman Wahid. Ia menilai langkah bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan ini sebagai bentuk rekonsiliasi sejarah yang elegan dan strategis.
“Setiap pemimpin memiliki peran dan jasa besar dalam rangkaian sejarah Indonesia. Kita harus mampu mengambil ibrah dari kepemimpinan mereka untuk masa kini dan masa depan,” ujarnya.
Dari sosok Soeharto, bangsa dapat meneladani dedikasi terhadap kedaulatan negara, menjaga stabilitas nasional, serta mendorong kesejahteraan rakyat melalui pembangunan berkelanjutan.
Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyampaikan bahwa kontribusi Soeharto dalam menjaga stabilitas nasional serta menata fondasi pembangunan Indonesia modern merupakan bagian penting dari perjalanan bangsa.
“Ini bukan sekadar simbol sejarah, melainkan wujud penghormatan terhadap dedikasi beliau dalam membangun bangsa,” katanya.
Di sisi lain, Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menilai bahwa selama 32 tahun kepemimpinannya, Soeharto telah meletakkan dasar kuat bagi kemajuan Indonesia. Capaian seperti swasembada pangan, pengendalian inflasi, dan pertumbuhan ekonomi pesat disebutnya telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan perkembangan tercepat di Asia.
“Keberhasilan pembangunan era Soeharto tidak hanya terlihat dari angka ekonomi, tetapi juga dari meningkatnya rasa percaya diri bangsa dalam menentukan arah kebijakan nasional,” ungkap Bahlil.
Apresiasi juga datang dari kalangan tokoh agama. KH Achmad Syamsul Askandar atau Gus Aan menyatakan bahwa keputusan ini menunjukkan kedewasaan bangsa dalam memahami sejarah secara utuh.
“Setiap pemimpin punya kelebihan dan kekurangan, tapi jasa besar Soeharto terhadap bangsa tidak bisa dihapuskan begitu saja,” tuturnya.
Dari perspektif masyarakat, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Way Kanan, Yoni Aliestiadi, menyebut Soeharto sebagai tokoh sentral pembangunan Indonesia. Ia menilai, berbagai infrastruktur dasar hingga besar yang dibangun pada masa Soeharto menjadi fondasi kuat bagi pembangunan nasional saat ini. Yoni juga menyoroti swasembada pangan 1984 sebagai capaian monumental.
“Inilah yang mengukuhkan Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Indonesia,” ucap Yoni.
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto mencerminkan kematangan bangsa dalam melihat sejarah tanpa bias politik. Langkah ini menjadi simbol bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati pemimpinnya, belajar dari masa lalu, dan terus meneladani semangat pengabdian demi Indonesia yang lebih maju. (*/rls)

