*) Oleh: Debora Amanda
Fenomena maraknya perjudian daring di berbagai daerah, termasuk di Kota Singkawang, telah menjadi perhatian serius bagi generasi muda dan pemerintah daerah. Menyikapi situasi tersebut, sebuah seminar bertema “Dampak Negatif dan Bahaya Bermain Judi di Kalangan Gen-Z” digelar untuk memperkuat gerakan moral dalam mencegah praktik perjudian daring. Acara ini dihadiri para pemuda, mahasiswa, aparat kepolisian, hingga perwakilan lembaga masyarakat yang menyuarakan komitmen bersama untuk menolak berbagai bentuk perjudian yang dinilai merusak moral generasi muda. Kegiatan digelar sebagai bagian dari upaya pemerintah membangun literasi digital sehat dan memperkuat pemahaman hukum di kalangan kaum muda. Seminar ini menjadi ruang dialog penting untuk membangun kesadaran kolektif bahwa ancaman perjudian sudah masuk hingga ranah pribadi generasi digital.
Seminar tersebut menghadirkan berbagai unsur strategis, mulai dari Pokdar Kamtibmas Bhayangkara Kota Singkawang, organisasi kepemudaan (OKP), hingga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Singkawang. Dengan melibatkan komponen lintas sektor, pemerintah ingin memastikan pesan anti-perjudian daring tersampaikan secara komprehensif kepada kelompok masyarakat yang rentan terpapar. Tiga narasumber dihadirkan untuk memberikan perspektif hukum, sosial, komunikasi publik, dan literasi digital, yaitu Ipda Khadafi Mufti dari Polres Singkawang, Dedi Wahyudi dari Diskominfo Kota Singkawang, dan akademisi sekaligus pegiat literasi Dr. Zikriadi. Kehadiran para narasumber ini memberikan bobot akademik sekaligus pendekatan praktis terhadap upaya pemberantasan judi daring. Dengan demikian, seminar ini menjadi jembatan antara edukasi formal dan kebutuhan mendesak dalam menjaga lingkungan digital yang aman.
Ketua panitia kegiatan, Ihsyan Sutrisno, S.Pd., M.Pd., dalam sambutannya mengungkapkan keprihatinan mendalam atas semakin meluasnya aktivitas perjudian di masyarakat. Ia menilai bahwa anak muda kini menjadi salah satu kelompok yang paling rentan menjadi target industri judi daring, terutama karena akses internet yang kian mudah dan tersebar luas. Ihsyan berharap kegiatan seperti ini dapat menjadi ruang penguatan karakter dan literasi hukum bagi generasi muda agar tidak terjerumus dalam aktivitas merugikan. Menurutnya, edukasi harus dilakukan secara berkelanjutan dan tidak hanya bersifat responsif terhadap kasus tertentu. Ia menegaskan bahwa gerakan moral menolak perjudian harus menjadi bagian dari budaya masyarakat sebagai upaya menjaga masa depan bangsa.
Dalam paparannya, Kanit I Tipidum Satreskrim Polres Singkawang, Ipda Khadafi Mufti, memberikan penjelasan mendalam mengenai bahaya psikologis dan sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas perjudian. Ia mengungkapkan bahwa pelaku judi daring, terutama yang sudah kecanduan, berpotensi mengalami gangguan kepercayaan diri, konflik keluarga, dan tekanan mental yang dapat memicu tindakan kriminal. Khadafi juga menegaskan bahwa hukum Indonesia memberikan sanksi tegas bagi pelaku judi daring. Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang ITE Nomor 1 Tahun 2024, pelaku dapat dijerat dengan ancaman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar. Penjelasan ini disampaikan sebagai bentuk edukasi hukum agar generasi muda memahami risiko besar yang mengintai mereka jika terlibat dalam aktivitas perjudian.
Sementara itu, Kasubag Umum, Kepegawaian dan Aset Diskominfo Kota Singkawang, Dedi Wahyudi, menyoroti tantangan baru yang muncul dari pesatnya perkembangan teknologi informasi. Menurutnya, judi daring kini memanfaatkan iklan digital yang menyasar anak-anak muda melalui media sosial dan platform hiburan. Hal ini membuat praktik perjudian menjadi semakin terselubung dan sulit terdeteksi jika masyarakat tidak memiliki kecakapan digital yang memadai. Dedi menjelaskan bahwa pemerintah terus berupaya menekan penyebaran konten judi melalui pemblokiran situs, pengawasan terhadap penyelenggara sistem elektronik, serta penegakan hukum yang lebih tegas. Meski begitu, ia menegaskan bahwa langkah teknis harus dibarengi dengan edukasi publik agar masyarakat dapat membentengi diri dari paparan konten ilegal tersebut.
Senada dengan pandangan narasumber lainnya, akademisi dan pegiat literasi, Dr. Zikriadi, menekankan bahwa kecanduan judi daring tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga berpotensi menciptakan dampak sosial yang jauh lebih luas. Ia menyebut bahwa perilaku kecanduan dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan, pencurian, hingga perampokan sebagai bentuk pelarian dari tekanan ekonomi akibat kalah berjudi. Oleh karena itu, ia mengajak generasi muda untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan produktif seperti olahraga, seni, dan aktivitas literasi yang dapat meningkatkan kapasitas diri. Menurutnya, pola hidup positif ini menjadi benteng utama dalam mencegah perilaku destruktif yang berakar dari aktivitas perjudian. Ia meyakini bahwa kesadaran kolektif di kalangan pemuda merupakan kunci utama dalam memutus rantai penyebaran judi daring.
Melalui seminar ini, seluruh peserta sepakat memperkuat kolaborasi lintas elemen untuk memerangi praktik perjudian serta melindungi masa depan generasi muda dari ancaman judi daring. Upaya ini merupakan salah satu langkah nyata dalam membangun lingkungan digital yang lebih sehat dan aman bagi masyarakat, khususnya bagi Gen-Z yang tumbuh di era serba terhubung. Dukungan dari pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi, dan organisasi kepemudaan menjadi fondasi penting untuk memperluas gerakan anti-perjudian di seluruh lapisan masyarakat. Dengan komitmen bersama, ancaman judi daring diharapkan dapat ditekan secara signifikan sehingga generasi muda dapat tumbuh dan berkembang tanpa terjerat praktik yang merugikan. Seminar ini pun menjadi awal dari rangkaian kegiatan edukasi publik yang menempatkan generasi muda sebagai garda terdepan dalam perang melawan perjudian daring di Indonesia.
*) Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik.

