Oleh : Dewi Fatimah )*
Pemerintah terus memperkuat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan pendekatan yang menyentuh kebutuhan paling dasar pelaku usaha yaitu akses permodalan, pendampingan, dan pasar. Lewat kebijakan pembiayaan berbunga ringan, perluasan jaminan kredit, serta program inkubasi bisnis, UMKM didorong untuk naik kelas dari tahap bertahan menjadi tumbuh berkelanjutan. Di lapangan, pelaku usaha kecil seperti pedagang kuliner, perajin, dan pengusaha jasa kreatif merasakan manfaat berupa kemudahan mengajukan pembiayaan, pendampingan administrasi, hingga pelatihan pencatatan keuangan sederhana yang membuat arus kas lebih tertata dan usaha lebih efisien.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (Ipemi), Ingrid Kansil menyatakan pentingnya sinergi antara korporasi bersama UMKM sebagai fondasi mewujudkan ekonomi nasional yang tangguh, berdaya saing global, serta mampu menciptakan pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan.
Hingga pertengahan tahun ini terdapat 65,5 juta UMKM yang menyerap lebih dari 119 juta tenaga kerja, atau sekitar 97 persen dari tenaga kerja nasional. UMKM juga berhasil menyumbang 62 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Data ini menunjukkan penguatan UMKM dan koperasi bukan hanya upaya memberdayakan ekonomi rakyat, tetapi menjadi kunci strategis dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan ekonomi Indonesia.
Pemerintah juga menyediakan pelatihan manajemen, desain produk, pengemasan, dan standardisasi mutu agar barang yang dihasilkan konsisten dan memenuhi selera pasar modern. Fasilitasi sertifikasi halal, izin edar, hingga standarisasi kemasan membuat produk UMKM lebih dipercaya konsumen. Tak kalah penting, akses bahan baku didorong melalui kemitraan dengan BUMN dan perusahaan besar sehingga biaya produksi dapat ditekan. Dengan cara ini, pelaku UMKM tidak lagi berjalan sendiri, melainkan menjadi bagian dari rantai pasok yang saling menguatkan.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar menjelaskan transformasi digital bagi UMKM terus dipercepat agar pelaku usaha tidak tertinggal dari perubahan perilaku konsumen. Program onboarding ke platform e-commerce, pelatihan pemasaran digital, dan promosi secara lebih cerdas terus didorong oleh pemerintah. Media sosial juga dimanfaatkan untuk membangun merek dan menjangkau pelanggan di luar wilayah domisili. Di saat yang sama, literasi keamanan siber turut diberikan agar pelaku UMKM memahami cara bertransaksi aman, melindungi data pelanggan, serta menghindari penipuan yang merugikan reputasi.
Akses pasar pemerintah juga dibuka lebar melalui kebijakan belanja produk lokal dan kemudahan ikut pengadaan barang dan jasa skala kecil. Katalog elektronik daerah dirancang agar produk UMKM masuk ke rantai belanja publik dengan proses sederhana. Di tingkat daerah, pameran, festival, dan temu bisnis rutin mempertemukan pelaku UMKM dengan peritel modern dan pembeli institusional. Kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) didorong untuk memberi ruang produk lokal bersaing, sementara promosi ekspor bagi UMKM potensial difasilitasi melalui misi dagang, kurasi, dan pendampingan standar internasional.
Pemerintah mengintegrasikan ekosistem pendukung melalui rumah BUMN, pusat layanan terpadu, dan inkubator kampus agar pelaku UMKM mendapat bimbingan dari ide hingga komersialisasi. Di wilayah pedesaan, koperasi menjadi simpul kolektif yang memperkuat daya tawar, memudahkan pembelian bahan baku bersama, serta membuka akses mesin produksi. Infrastruktur logistik seperti jalan, pasar rakyat, coldchain, dan gudang juga ditingkatkan untuk memangkas biaya distribusi. Pada saat yang sama, reformasi perizinan melalui sistem layanan terpadu membuat pelaku usaha lebih cepat memperoleh legalitas dan dapat fokus pada pengembangan produk.
Dimensi inklusi menjadi perhatian khusus seperti program kewirausahaan perempuan, wirausaha muda, dan UMKM penyandang disabilitas didorong agar manfaat pertumbuhan merata ke seluruh lapisan masyarakat. Pelatihan keterampilan digital, akses modal khusus, serta pendampingan kurasi produk memastikan tidak ada kelompok yang tertinggal. Dorongan terhadap ekonomi hijau juga tumbuh lewat insentif produk ramah lingkungan, daur ulang, dan sertifikasi hijau. Upaya ini tidak hanya membuka pasar baru, tetapi juga menguatkan daya saing karena konsumen semakin peduli pada keberlanjutan.
Ketahanan UMKM terhadap guncangan ekonomi diperkuat lewat edukasi manajemen risiko, diversifikasi kanal penjualan, dan strategi cadangan kas. Pemerintah mendorong asuransi mikro, pelatihan mitigasi rantai pasok, hingga pemanfaatan data untuk membaca tren permintaan. Bagi pelaku kuliner dan pangan, dukungan keamanan pangan, perizinan cepat, serta akses alat produksi bersih meningkatkan kepercayaan konsumen. Dengan fondasi yang lebih kuat, UMKM dapat menjadi bantalan ekonomi saat terjadi pelemahan, sekaligus motor penggerak saat ekonomi kembali pulih.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia Chalim mendukung adanya perlindungan bagi pelaku UMKM dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi inklusif. Chusnunia mengatakan para pelaku UMKM memiliki kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia dengan menyumbang lebih dari 60 persen terhadap PDB dan menyerap hampir 97 persen tenaga kerja.
Pada akhirnya, memperkuat UMKM berarti memperluas kesempatan kerja, mengurangi kesenjangan, dan mendorong pemerataan ekonomi hingga pelosok. Kolaborasi pemerintah, swasta, komunitas, dan perguruan tinggi menjadikan ekosistem UMKM semakin lengkap: pembiayaan terjangkau, pendampingan kompeten, infrastruktur memadai, dan pasar yang terus tumbuh. Tugas kita bersama ialah memastikan dukungan ini benar-benar sampai ke pelaku usaha terkecil, dari kios di pasar tradisional hingga perajin rumahan, agar mimpi tentang ekonomi yang adil dan merata bukan hanya jargon, melainkan kenyataan yang dirasakan jutaan keluarga Indonesia.
)* Penulis adalah Peneliti Ekonomi dan Pembangunan
[edRW]

