Oleh: Bagus Pratama
Pemerintah Indonesia menegaskan arah baru kebijakan fiskal nasional dengan meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Lembaga ini dirancang bukan hanya sebagai wadah investasi strategis, tetapi juga sebagai instrumen utama untuk memperkuat struktur fiskal dan mengurangi ketergantungan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Melalui pengelolaan aset negara yang profesional dan terintegrasi, Danantara menjadi katalisator penting bagi transformasi ekonomi yang berkelanjutan.
Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani, menegaskan bahwa pembentukan Danantara merupakan langkah reformasi besar dalam pengelolaan kekayaan negara. Ia memandang lembaga tersebut sebagai terobosan yang membawa dampak signifikan terhadap stabilitas dan ketahanan fiskal nasional.
Dalam pandangannya, Danantara tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pengelola investasi, tetapi juga sebagai sumber pembiayaan alternatif untuk proyek strategis tanpa harus menambah beban APBN atau memperbesar utang negara.
Rosan menekankan bahwa mandat utama Danantara adalah mengoptimalkan aset-aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang selama ini belum dikelola secara maksimal. Dengan total aset mencapai sekitar 900 miliar dolar AS, Danantara diarahkan untuk mengubah aset pasif menjadi sumber kekuatan ekonomi yang produktif.
Ia meyakini, pengelolaan aset yang efisien dan berorientasi hasil akan memperkuat kemampuan fiskal pemerintah, sekaligus menciptakan nilai tambah bagi masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja dan pengembangan sektor industri strategis.
Dalam arahannya, Presiden Prabowo Subianto meminta agar Danantara dikelola dengan tata kelola yang kuat, transparan, dan berintegritas tinggi. Rosan menjelaskan bahwa prinsip kehati-hatian dan good governance menjadi pedoman utama dalam setiap keputusan investasi yang dilakukan. Melalui struktur organisasi yang terdiri dari dewan pengawas, komite audit, hingga komite etika, Danantara memastikan akuntabilitas publik dalam seluruh prosesnya.
Rosan menilai kehadiran Danantara juga menjadi bentuk nyata upaya pemerintah memperkuat pondasi ekonomi nasional melalui investasi produktif. Ia meyakini lembaga tersebut dapat menjadi instrumen penting dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai 8 persen per tahun, sejalan dengan target pemerintah menuju negara berpendapatan tinggi. Bagi Rosan, Danantara bukan sekadar pengelola dana, melainkan mesin penggerak baru untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Pandangan serupa disampaikan oleh ekonom dari NEXT Indonesia Center, Herry Gunawan. Ia menilai bahwa Danantara berperan besar dalam memperkuat struktur fiskal dengan menciptakan sumber pendanaan alternatif di luar APBN.
Dalam pandangannya, keberadaan lembaga tersebut mampu mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap pembiayaan berbasis utang dan memberi ruang fiskal yang lebih luas bagi belanja sosial maupun pembangunan prioritas.
Herry menjelaskan bahwa mandat Danantara sejalan dengan praktik terbaik lembaga sovereign wealth fund (SWF) di berbagai negara, seperti Temasek dan GIC di Singapura, yang mampu menyumbang hingga 20 persen dari total belanja pemerintah pusat.
Ia menilai, Danantara berpotensi menjadi sumber pembiayaan berkelanjutan melalui hasil investasi dan optimalisasi aset negara, yang pada akhirnya memperkuat posisi fiskal Indonesia di kancah global.
Lebih lanjut, Herry menyoroti peran penting Danantara dalam meningkatkan efisiensi BUMN dan memperdalam pasar modal domestik. Melalui konsolidasi lebih dari seribu BUMN di 12 sektor strategis, Danantara berpotensi menciptakan sinergi bisnis yang memperbaiki kinerja keuangan korporasi pelat merah. Ia menilai, langkah ini tidak hanya memperkuat fundamental ekonomi nasional, tetapi juga menarik minat investor global untuk menanamkan modal di Indonesia.
Danantara, dalam pandangan Herry, juga memiliki efek pengganda bagi perekonomian nasional. Melalui pengelolaan aset yang transparan dan investasi pada sektor prioritas seperti energi hijau, infrastruktur digital, dan kesehatan, lembaga tersebut dapat memperluas basis ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja berkualitas. Dengan demikian, kontribusinya tidak hanya bersifat fiskal, tetapi juga struktural dalam memperkuat daya saing ekonomi Indonesia.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menilai kinerja Danantara selama satu tahun pertama sebagai fondasi penting dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Ia menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap stabil di kisaran lima persen, di tengah ketidakpastian global, merupakan hasil sinergi kebijakan fiskal dan peran lembaga investasi strategis seperti Danantara. Presiden juga menekankan keberhasilan menjaga defisit APBN di bawah tiga persen dari PDB serta peningkatan indeks kepercayaan pasar yang tercermin dari rekor IHSG di level 8.000 poin.
Melalui capaian tersebut, Danantara berhasil menunjukkan kemampuannya sebagai motor baru fiskal nasional. Lembaga ini telah mengelola aset senilai lebih dari satu triliun dolar AS dan menerima dividen BUMN sebesar Rp140 triliun untuk diinvestasikan ke berbagai proyek strategis nasional. Dalam lima tahun mendatang, nilai investasi itu diproyeksikan menembus Rp750 triliun, yang akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara di luar sektor pajak.
Dengan tata kelola yang profesional, integritas tinggi, dan fokus pada investasi berkelanjutan, Danantara diharapkan menjadi fondasi utama dalam mewujudkan kemandirian fiskal Indonesia.
Melalui optimalisasi aset produktif dan penciptaan nilai tambah ekonomi, lembaga ini tidak hanya memperkuat struktur fiskal negara, tetapi juga menegaskan arah baru pembangunan nasional yang bertumpu pada efisiensi, inovasi, dan keberlanjutan.
Peran Danantara mencerminkan transisi penting dari ekonomi berbasis anggaran menuju ekonomi berbasis aset. Dengan mengelola kekayaan negara secara produktif dan transparan, Indonesia semakin dekat menuju kemandirian fiskal yang tidak hanya menopang pertumbuhan jangka pendek, tetapi juga memastikan kesejahteraan generasi mendatang. (*)
Analis Ekonomi Makro – Lembaga Riset Ekonomi Nusantara

