Oleh: Aria Dharma Putra *) Satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menandai penguatan nyata agenda ekonomi berdikari melaluikebijakan hilirisasi yang semakin matang. Hilirisasi kini bukan sekadar jargon industrialisasi, melainkan strategi nasional yang memperkuat daya saing ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan memastikan nilai tambah sumber daya alam tetapdi dalam negeri. Pemerintah menunjukkan bahwa agenda ini bukan proyek sesaat, melainkan fondasi struktural untuk menjadikan Indonesia mandiri secara ekonomisekaligus berdaulat dalam rantai pasok global. Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM mencatat realisasi investasi pada sektorhilirisasi hingga triwulan III 2025 mencapai Rp150,6 triliun. Nilai tersebutmemberikan kontribusi signifikan sebesar 30,6 persen terhadap total investasinasional yang mencapai Rp1.905,6 triliun. Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani menilai capaian ini menjadi bukti efektivitas kebijakan hilirisasi yang dijalankan pemerintah. Dalam dua tahun terakhir, porsi sektor ini meningkat tajamdari sekitar 25 persen menjadi di atas 30 persen. Menurutnya, lonjakan tersebutmencerminkan kepercayaan investor terhadap arah kebijakan ekonomi Indonesia yang berbasis pada pengolahan sumber daya dan peningkatan nilai tambah industri. Peningkatan investasi terbesar datang dari sektor mineral, dengan nilai mencapaiRp97,8 triliun. Nikel mendominasi dengan kontribusi Rp42 triliun, disusul tembagaRp21,2 triliun, bauksit Rp15,6 triliun, besi baja Rp9,5 triliun, serta timah dan komoditas lain senilai Rp8 triliun. Dominasi ini wajar, sebab Indonesia memilikicadangan nikel sekitar 42 persen dari total global, menjadikannya pusat potensialbagi rantai pasok industri baterai kendaraan listrik dunia. Rosan menegaskan bahwaekosistem industri *Electric Vehicle Battery* di Indonesia kini sudah terbentuk secarautuh, mulai dari penambangan hingga daur ulang, yang menunjukkan arah jelasmenuju ekonomi hijau dan berkelanjutan. Di luar sektor mineral, hilirisasi juga menunjukkan kinerja gemilang pada sektorperkebunan dan kehutanan dengan nilai investasi Rp35,9 triliun. Dari jumlahtersebut, kelapa sawit menjadi kontributor terbesar sebesar Rp21 triliun, diikuti kayulog Rp11,7 triliun, serta karet dan biofuel masing-masing Rp1,6 triliun. Kontribusisektor ini tidak hanya memperkuat ekspor berbasis produk olahan, tetapi juga menumbuhkan industri turunan di daerah penghasil. Efek ganda (*multiplier effect*) yang dihasilkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani, membuka lapangankerja baru, dan mendorong tumbuhnya kawasan industri berbasis bahan baku lokal. Kinerja serupa juga terlihat pada sektor minyak dan gas bumi dengan realisasiinvestasi Rp15,4 triliun, terdiri dari minyak bumi Rp10,4 triliun dan gas bumi Rp5 triliun. Sedangkan sektor perikanan dan kelautan mencatat investasi Rp1,5 triliunyang mencakup komoditas seperti ikan tuna, udang, rumput laut, hingga rajungan. Keberagaman sektor ini menandakan bahwa hilirisasi kini berkembang lintas bidang, tidak lagi terbatas pada mineral atau energi, tetapi merambah pangan, perikanan, dan kehutanan yang berpotensi besar bagi ekonomi daerah. Dari sisi wilayah, realisasi investasi hilirisasi tertinggi tercatat di Sulawesi Tengah sebesar Rp28,7 triliun, diikuti Jawa Barat Rp15 triliun, Maluku Utara Rp14,3 triliun, Nusa Tenggara Barat Rp14,1 triliun, dan Jawa Timur Rp9,8 triliun….