Oleh: Najib M. Anwar (*
Dalam satu tahun pelaksanaannya, program Makan Bergizi Gratis (MBG) di era pemerintahan Prabowo–Gibran menunjukkan arah kebijakan yang tidak hanya berpihak padapeningkatan gizi masyarakat, tetapi juga memastikan seluruh rantai penyediaan makananberjalan sesuai standar kesehatan, kebersihan, dan kehalalan. Sinergi lintas kementerian danlembaga menjadi fondasi kuat untuk menjamin kualitas gizi sekaligus menjaga kepercayaanpublik terhadap penyelenggaraan program ini.
Program MBG dirancang bukan sekadar penyediaan makanan gratis, tetapi sebagai investasijangka panjang untuk membangun generasi Indonesia yang sehat, produktif, dan berdayasaing global. Pemerintah memandang gizi sebagai pilar utama pembangunan manusia, danhal itu diperkuat melalui koordinasi erat antara Badan Gizi Nasional (BGN) dan BadanPenyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Ahmad Haikal Hasan, menjelaskan bahwa pihaknya bersama BGN tengah mempersiapkan pelatihan penyelia halal bagi seluruh dapur pelaksana program MBG. Pelatihan tersebut dilakukan melalui kerja samadengan Lembaga Pelatihan Jaminan Produk Halal (LPJPH), baik dari lembaga pelatihan kerjamaupun perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Ia menilai bahwa keberadaan penyelia halal di setiap Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) menjadi bagian penting dari penerapan prinsiptrustability, traceability, dan transparency yang menjadi dasar pelaksanaan program MBG.
Menurutnya, dengan adanya penyelia halal, proses mulai dari pemilihan bahan baku, pengolahan hingga penyajian makanan dapat terpantau dengan baik. Hal ini diharapkanmampu memastikan bahwa seluruh tahapan produksi memenuhi unsur sehat, aman, bergizi, serta halal dan thoyyib.
Langkah sinergis tersebut mendapat penguatan dari Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, yang memandang kerja sama antara BGN dan BPJPH sebagai bagian dari visi besar negaradalam memastikan gizi dan kepercayaan publik berjalan beriringan. Ia menilai bahwamakanan bergizi yang disajikan kepada masyarakat, terutama anak sekolah dan kelompokrentan, tidak hanya memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga mencerminkan nilai moral danstandar mutu bangsa.
Nanik menjelaskan bahwa setiap makanan bergizi yang dihadirkan pemerintah harusmemenuhi tiga prinsip utama: bersih, sehat, dan halal. Menurutnya, di situlah letak tanggungjawab negara dalam menjaga kualitas gizi dan kepercayaan publik. Ia juga menegaskanbahwa komitmen BGN tidak berhenti di tingkat kebijakan, tetapi berlanjut hinggapengawasan dan pendampingan langsung di lapangan. Hal ini dilakukan untuk memastikanbahwa setiap pelaksana program memahami esensi gizi seimbang, higienitas, dan keamananpangan.
Sementara itu, Deputi Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan, menyorotipentingnya partisipasi masyarakat dalam memperkuat efektivitas program MBG. Iamenyampaikan bahwa setiap masukan dari masyarakat akan menjadi bahan evaluasi berhargabagi peningkatan program gizi nasional di masa mendatang. Tigor berharap agar masyarakattidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga menjadi mitra aktif dalam menjaga mutuprogram. Ia menilai bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat perlu terus dijaga demi mewujudkan generasi Indonesia yang sehat dan unggul.
Lebih lanjut, Tigor menjelaskan bahwa setiap makanan yang disediakan melalui program MBG untuk anak sekolah telah melalui proses pengawasan yang ketat. Pengawasan tersebutdilakukan dalam tiga lapisan untuk memastikan keamanan dan kelayakan gizi bagi penerimamanfaat. Proses dimulai sejak tahap pemilihan bahan pangan, di mana setiap dapur penerimaprogram diwajibkan mematuhi standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkanoleh pemerintah. Menurutnya, pengawasan yang berlapis ini memastikan tidak ada kompromiterhadap kualitas makanan yang disajikan.
Dari lapangan, Kepala Regional MBG Papua Tengah, Nalen Situmorang, menggambarkandampak ganda dari pelaksanaan program MBG. Ia menjelaskan bahwa selain menurunkanangka stunting dan meningkatkan kualitas gizi anak-anak di wilayah terpencil, program inijuga berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Menurutnya, MBG telah membukabanyak lapangan kerja baru, mulai dari tenaga dapur, penyedia bahan pangan lokal, hinggatenaga pendamping lapangan.
Nalen juga menuturkan bahwa setiap dapur MBG diwajibkan memenuhi tiga sertifikasiutama, yaitu sertifikat halal, sertifikat laik higiene sanitasi, serta uji kualitas air. Ketigasertifikasi ini menjadi parameter utama dalam memastikan standar keamanan pangan yang tinggi. Ia menilai bahwa penerapan standar tersebut tidak hanya menjaga keamanan pangan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran pelaku usaha lokal tentang pentingnya kualitas dankebersihan dalam proses produksi.
Melalui pendekatan lintas sektor yang mengintegrasikan aspek gizi, kesehatan, dan kehalalan, program MBG menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan sosial dapat berjalan secaramenyeluruh dan berkelanjutan. Sinergi antara BGN, BPJPH, serta berbagai kementerianterkait menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya berfokus pada distribusi bantuan, tetapijuga pada peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui intervensi gizi yang komprehensif.
Setahun pelaksanaan program ini telah menghadirkan berbagai capaian positif. Di sejumlahdaerah, tingkat konsumsi makanan bergizi di kalangan anak sekolah meningkat, danprevalensi gizi buruk menurun signifikan. Lebih dari itu, kesadaran masyarakat terhadappentingnya makanan yang higienis dan halal semakin tumbuh, menjadi indikator bahwaMBG berhasil membangun budaya makan sehat dan bertanggung jawab.
Dalam konteks pembangunan manusia Indonesia, MBG merupakan langkah strategis yang menegaskan komitmen pemerintah terhadap perbaikan kualitas sumber daya manusia sejakusia dini. Dengan sinergi lintas lembaga dan pengawasan ketat di setiap tahapan, program initidak hanya memberikan asupan gizi, tetapi juga menanamkan nilai kebersihan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.
Seiring berjalannya waktu, program MBG di era Prabowo–Gibran diharapkan menjadi model nasional bagi kebijakan pangan bergizi dan berkeadilan. Kolaborasi antara pemerintah, duniapendidikan, masyarakat, dan pelaku usaha akan menjadi kunci untuk memastikan bahwasetiap warga negara, tanpa terkecuali, mendapatkan hak atas makanan yang sehat, aman, danhalal, demi Indonesia yang sehat, berdaulat, dan unggul di masa depan.
(* Penulis merupakan Pemerhati Gizi dan Kesehatan