Jakarta – Memasuki tahun pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, situasi nasional menunjukkan arah yang stabil dengan kemajuan nyata di bidang politik, ekonomi, dan pertahanan. Pemerintah dinilai berhasil menjaga keseimbangan di tengah tantangan global dan dinamika sosial dalam negeri.
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai capaian pemerintahan selama satu tahun terakhir bukan sekadar hasil dari pengelolaan krisis, tetapi juga bukti kemampuan pemerintah menjaga ruang dialog publik tetap hidup dan terbuka.
“Pemerintah menunjukkan kemampuan adaptif dalam melakukan koreksi kebijakan dengan cepat dan responsif. Langkah ini penting agar dinamika sosial dan politik tidak berkembang menjadi konflik berkepanjangan,” ungkap Fahmi saat wawancara bersama salah satu stasiun Radio swasta di Jakarta.
Ia mencontohkan, penanganan pemerintah terhadap gejolak sosial pada akhir Agustus lalu menjadi bukti nyata bagaimana negara hadir dengan pendekatan komunikasi terbuka dan dialog, sehingga eskalasi konflik dapat dicegah sejak dini.
Menurutnya, langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mempertahankan fungsi kanal demokrasi agar masyarakat tetap memiliki ruang menyalurkan aspirasi tanpa harus menempuh jalur ekstrem.
Fahmi menambahkan, keterbukaan tersebut juga menjadi faktor penting untuk mencegah masyarakat beralih pada ruang digital yang rentan terhadap disinformasi dan polarisasi. “Saluran aspirasi publik harus terus dijaga agar tidak digantikan oleh ruang digital yang penuh misinformasi,” tegasnya.
Selain stabilitas sosial-politik, Fahmi menyoroti capaian strategis di sektor pertahanan nasional, di mana Presiden Prabowo dinilai serius mendorong kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Pemerintah terus memperkuat perusahaan strategis seperti PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, dan PT INKA guna mengurangi ketergantungan pada impor alat utama sistem senjata (alutsista).
“Langkah menuju kemandirian pertahanan memang tidak bisa instan. Namun, kebijakan pembelian alutsista luar negeri justru dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran teknologi dan penguatan diplomasi,” jelasnya.
Fahmi juga menyinggung tantangan di ruang digital yang kini menjadi arena utama mobilisasi opini publik. Menurutnya, algoritma media sosial kerap memperkuat emosi dan memperuncing polarisasi.
“Banyak kabar bohong dan ujaran kebencian yang dapat memicu keresahan. Pemerintah harus tanggap dengan melakukan klarifikasi resmi dan menjalin koordinasi bersama platform digital,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya literasi digital agar masyarakat mampu memilah informasi secara kritis.
Dalam evaluasinya terhadap kinerja satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran, Fahmi memberikan penilaian yang cukup tinggi.
Menurutnya, pelaksanaan program prorakyat sudah menunjukkan hasil positif, namun komunikasi publik pemerintah masih perlu diperkuat agar masyarakat memahami arah kebijakan dengan lebih baik.
“Pembentukan Badan Komunikasi Pemerintah (BKP) adalah langkah tepat untuk memperkuat strategi komunikasi nasional,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti efektivitas pengawasan pemerintahan, di mana banyak kasus penyimpangan berhasil diungkap.
“Pengawasan yang konsisten menjadi kunci agar tata kelola pemerintahan tetap bersih dan transparan,” ujarnya.
Fahmi menggambarkan kepemimpinan Prabowo dengan analogi menarik: “Presiden ibarat pilot, para menteri sebagai kru kabin, dan rakyat adalah penumpang. Pemerintah harus memastikan seluruh penumpang merasa aman, nyaman, dan optimis terhadap tujuan akhir perjalanan bangsa,” katanya.
Dengan sejumlah capaian tersebut, pemerintahan Prabowo–Gibran dalam satu tahun perjalanannya berhasil menegaskan arah pembenahan nasional yang konstruktif—menjaga stabilitas, memperkuat kemandirian pertahanan, serta memastikan demokrasi tetap terbuka dan partisipatif bagi seluruh rakyat Indonesia.
(*/rls)