Hilirisasi Komoditas Strategis Wujudkan Kemandirian Ekonomi Nasional

Oleh : Rahmat Hidayat )*

Pemerintah tengah menapaki babak baru dalam pembangunan ekonomi nasional dengan memperkuat hilirisasi komoditas strategis, terutama di sektor perkebunan. Kebijakan ini bukan sekadar strategi ekonomi jangka pendek, tetapi merupakan langkah besar menuju kemandirian ekonomi bangsa yang berdaulat atas sumber dayanya sendiri. Hilirisasi menjadi kunci untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil bumi Indonesia, mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah, serta memperkuat posisi negara di rantai pasok global. Dengan potensi kekayaan alam yang melimpah seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao, dan tebu, Indonesia memiliki modal kuat untuk menjadi pusat industri berbasis perkebunan yang berdaya saing tinggi di kawasan Asia bahkan dunia.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mengatakan pihaknya telah mengumpulkan sejumlah gubernur dan bupati/wali kota dalam Rapat Koordinasi Hilirisasi Perkebunan. Langkah ini dilakukan untuk menguatkan sinergi dan kolaborasi guna mengakselerasi program hilirisasi komoditas strategis. Sesuai gagasan besar Presiden Prabowo Subianto, hilirisasi digalakkan untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat.

Program hilirisasi yang diusung meliputi tebu, kelapa, kelapa sawit, kakao, kopi, karet, jambu mete, pala, dan lada. Komoditas-komoditas ini memiliki peranan vital sebagai penyumbang devisa negara, penyerap tenaga kerja, pendorong pertumbuhan ekonomi daerah, serta mendukung ketahanan pangan. Selain itu, program hilirisasi dapat menggerakkan industri dan menyerap tenaga kerja. Dari program hilirisasi ini, pemerintah menargetkan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,6 juta orang dan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pertanian sebesar 1,02 persen serta PDRB total sebesar 0,14 persen.

Langkah hilirisasi sejatinya juga menjawab tantangan lama yang selama ini dihadapi oleh Indonesia, yakni ketimpangan antara potensi sumber daya dan nilai ekonomi yang dihasilkan. Selama bertahun-tahun, negara ini hanya menjadi eksportir bahan mentah, sementara nilai tambah dinikmati oleh negara lain yang mengolahnya menjadi produk jadi. Melalui hilirisasi, pemerintah berupaya membalik keadaan tersebut, bahwa sumber daya yang berasal dari tanah Indonesia harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Presiden Prabowo Subianto, dalam berbagai kesempatan menegaskan pentingnya kemandirian ekonomi nasional berbasis hilirisasi, dengan menempatkan petani dan pelaku usaha dalam negeri sebagai aktor utama pembangunan.

Lebih jauh, kebijakan hilirisasi komoditas perkebunan juga memiliki dimensi pemerataan pembangunan. Ketika industri pengolahan didirikan di sekitar daerah penghasil, maka pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru akan muncul di luar Pulau Jawa. Kabupaten dan provinsi yang selama ini menjadi lumbung komoditas dapat berkembang menjadi kawasan industri terpadu yang menumbuhkan ekonomi lokal. Infrastruktur penunjang seperti jalan, pelabuhan, hingga jaringan listrik otomatis akan meningkat kualitasnya.

Selain aspek ekonomi, hilirisasi juga mendukung agenda keberlanjutan lingkungan. Dengan pengelolaan yang terencana, industri hilir perkebunan dapat mengoptimalkan pemanfaatan limbah menjadi energi terbarukan atau bahan baku baru. Misalnya, limbah tandan kosong kelapa sawit dapat dijadikan pupuk organik, biomassa, atau bahan bakar hijau. Pendekatan ini mencerminkan semangat ekonomi sirkular yang kini menjadi tren global dalam menciptakan industri berdaya saing tinggi namun tetap ramah lingkungan. Pemerintah juga terus memperkuat standar keberlanjutan melalui sertifikasi produk dan regulasi yang berpihak pada praktik perkebunan beretika serta ramah lingkungan.

Sementara itu, Wakil Menteri Kehutanan, Rohmat Marzuki, mengatakan bahwa program hilirisasi komoditas strategis perkebunan sangat relevan dengan arah kebijakan Kemenhut, khususnya dalam pengelolaan Perhutanan Sosial. Lebih lanjut, empat dari tujuh komoditas strategis perkebunan nasional merupakan tanaman kayu, sehingga integrasi program hilirisasi dengan kebijakan kehutanan menjadi langkah yang strategis.

Penting pula dicatat bahwa keberhasilan hilirisasi tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga sinergi antarpemangku kepentingan. Dunia usaha, lembaga riset, dan perguruan tinggi memiliki peran penting dalam memperkuat inovasi teknologi pengolahan. Sementara itu, perbankan dan lembaga keuangan diharapkan memberikan dukungan pembiayaan yang inklusif agar pelaku usaha kecil dan menengah di sektor perkebunan dapat ikut serta dalam rantai industri hilir. Petani pun harus terus diberdayakan melalui pelatihan, kemitraan yang adil, serta akses terhadap teknologi dan pasar.

Dalam konteks geopolitik global yang dinamis, hilirisasi juga merupakan bentuk ketahanan nasional di bidang ekonomi. Di tengah fluktuasi harga komoditas dunia dan ketegangan perdagangan antarnegara, Indonesia tidak boleh lagi bergantung pada pasar luar negeri sebagai satu-satunya tumpuan. Dengan memperkuat industri hilir di dalam negeri, Indonesia mampu menjaga stabilitas perekonomian bahkan ketika pasar global bergejolak. Nilai tambah yang dihasilkan juga memperkuat cadangan devisa dan meningkatkan kemampuan negara untuk membiayai pembangunan tanpa ketergantungan besar pada utang luar negeri.

Pada akhirnya, hilirisasi komoditas strategis perkebunan adalah manifestasi nyata dari semangat berdikari dalam bidang ekonomi sebagaimana diamanatkan oleh para pendiri bangsa. Ini adalah jalan panjang menuju kedaulatan ekonomi yang tidak lagi bergantung pada pihak asing, melainkan berdiri tegak di atas potensi dan kemampuan sendiri. Indonesia bukan hanya tanah yang subur, tetapi juga bangsa yang tangguh dan kreatif. Dengan hilirisasi yang terarah dan inklusif, masa depan ekonomi Indonesia bukan sekadar mimpi, melainkan keniscayaan yang tengah diwujudkan bersama.

)* Penulis adalah pengamat Ekonomi