Jakarta — Pemerintah bersama pelaku industri mendorong hilirisasi kayu dan rotan sebagai strategi meningkatkan nilai tambah, memperluas pasar ekspor, serta menciptakan lapangan kerja berkelanjutan. Melalui penguatan rantai pasok dari hulu hingga hilir. Mulai dari legalitas bahan baku, desain, produksi, hingga pemasaran global, Indonesia menargetkan lonjakan ekspor produk furnitur, kerajinan, dan komponen interior bernilai tinggi dalam beberapa tahun ke depan.
Upaya hilirisasi difokuskan pada transformasi dari komoditas mentah menuju produk jadi dan setengah jadi berdesain unggul. Fokus utama mencakup pengembangan desain orisinal, standardisasi kualitas, sertifikasi berkelanjutan, dan adopsi teknologi manufaktur presisi. Dengan demikian, kayu dan rotan Nusantara tidak hanya dikenal sebagai bahan baku, tetapi juga sebagai produk akhir yang memenuhi tren global seperti eco-design, modularity, dan circular economy.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kemenhut, Indra Explotasia mengatakan banyak Kelompok Tani Hutan (KTH) pemula masih menghadapi kendala karena minimnya hilirisasi. Oleh karena itu, Kementerian Kehutanan menekankan bahwa hilirisasi produk hutan dapat meningkatkan nilai tambah KTH, sekaligus memperkuat ekonomi nasional.
“Rotan dijual mentah, bukan barang jadi. Perlu ada hilirisasi untuk nilai tambah produk, dan hal ini dapat dilakukan dengan berbagai langkah kolaborasi,” ujar Indra.
Anggota Komisi IV DPR RI, Ellen Esther Pelealu mengatakan Provinsi Sulawesi Tengah berhasil mencatat nilai transaksi ekonomi KTH sebesar Rp20,07 miliar, melampaui target Rp18,5 miliar atau 110 persen.
“Capaian Rp20 miliar ini luar biasa dan harus menjadi motivasi untuk terus menggerakkan ekonomi masyarakat di bidang kehutanan,” ucap Ellen.
Di sisi hulu, penguatan tata kelola hutan rakyat, kemitraan dengan koperasi, serta akses pembiayaan bertahap bagi UMKM menjadi kunci ketersediaan pasokan yang legal, lestari, dan stabil. Sementara di sisi hilir, pemerintah dan asosiasi industri mengakselerasi program peningkatan kompetensi desain, digitalisasi proses produksi, dan integrasi e-commerce lintas negara, termasuk partisipasi dalam pameran dagang internasional.
Industri menargetkan perluasan pasar nontradisional seperti Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan, sekaligus mempertahankan pasar utama di Amerika Utara, Eropa, dan Asia Timur. Diferensiasi dilakukan melalui storytelling bahan alami Indonesia, jejak karbon rendah, dan keunggulan pengerjaan tangan yang bernilai artistik. Sertifikasi legalitas dan keberlanjutan turut diposisikan sebagai nilai jual, menjawab preferensi konsumen global yang makin peduli pada aspek lingkungan dan sosial.
Hilirisasi kayu dan rotan bukan sekadar meningkatkan nilai ekspor, namun juga menumbuhkan ekosistem kreatif, menyerap tenaga kerja lokal, dan memperkuat citra Indonesia sebagai pusat produk alami berkelas dunia. Dengan kolaborasi pemerintah, industri, UMKM, dan akademisi, Indonesia siap membuka jalan ekspor produk bernilai tinggi yang berdaya saing dan berkelanjutan.