Papua dalam Arah Baru Pembangunan Nasional yang Damai dan Berkeadilan

Oleh: Yance Wamuar )*

Upaya pemerintah mempercepat pembangunan di Tanah Papua kini memasuki babak baru yang lebih terarah dan menyeluruh. Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen kuat untuk membangun Papua secara adil dan berkelanjutan melalui pembentukan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua. Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memastikan agar berbagai kebijakan dan program pembangunan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di seluruh wilayah Papua.

Komite Eksekutif tersebut dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 110P Tahun 2025 dan dilantik langsung oleh Presiden Prabowo di Istana Negara pada 8 Oktober 2025. Komite ini diketuai oleh Velix Vernando Wanggai, dengan keanggotaan yang terdiri dari sepuluh tokoh nasional dan daerah, di antaranya John Wempi Wetipo, Paulus Waterpauw, Ribka Haluk, serta Johnson Estrella Sihasale atau Ari Sihasale. Menurut Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, komite ini akan menjadi motor penggerak yang membantu kerja Badan Pengarah Papua yang secara otomatis diketuai oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Tugas utama Komite Eksekutif adalah memperkuat koordinasi, sinkronisasi, serta harmonisasi pelaksanaan otonomi khusus dan pembangunan di wilayah Papua. Dengan demikian, arah kebijakan pembangunan tidak lagi berjalan sektoral atau parsial, melainkan terintegrasi antara pemerintah pusat dan daerah. Pembentukan komite ini menjadi langkah strategis Presiden Prabowo untuk memastikan seluruh agenda pembangunan, baik di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur, dapat dieksekusi secara efektif dan tepat sasaran.

Di lapangan, langkah pemerintah ini mendapat sambutan positif dari berbagai elemen masyarakat adat. Di Papua Tengah, Kepala Suku Sarakwari, Agus Rumatrai, mengimbau masyarakatnya untuk tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang berkembang di media dan tetap fokus mendukung program pemerintah. Menurutnya, persoalan keamanan dan konflik yang terjadi di wilayah lain seperti Agats atau Yalimo tidak perlu dibawa ke Nabire. Ia menilai masyarakat harus menjaga stabilitas agar pembangunan yang sedang berjalan tidak terganggu.

Agus Rumatrai juga menegaskan bahwa masyarakat Papua saat ini sudah berada dalam masa mengisi kemerdekaan dengan kerja nyata, bukan lagi memperdebatkan makna kemerdekaan itu sendiri. Ia mendorong warganya untuk berkontribusi melalui pendidikan, kesehatan, dan keterlibatan aktif dalam setiap program pemerintah. Salah satunya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai sangat membantu anak-anak untuk tumbuh sehat dan cerdas. Ia bahkan mengusulkan agar jika program itu hadir di Kampung Sanoba, para ibu di kampungnya dapat dilibatkan sebagai juru masak agar manfaat program benar-benar dirasakan oleh masyarakat setempat.

Sikap serupa juga disampaikan oleh Ketua Adat Meepago, Wolter Belau, yang menilai bahwa kebijakan Presiden Prabowo melalui program MBG dan Koperasi Merah Putih (KMP) merupakan langkah nyata pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua Tengah. Menurutnya, masyarakat adat Meepago siap mengawal seluruh kebijakan pemerintah karena diyakini memberikan dampak langsung terhadap kehidupan masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan dan ekonomi rakyat.

Wolter juga mengingatkan para pemuda Papua untuk tidak mudah terbawa provokasi yang menolak kebijakan negara. Ia menegaskan bahwa generasi muda harus menjadi garda depan pembangunan dengan memanfaatkan pendidikan dan pengetahuan untuk membangun tanah kelahiran mereka. Ia juga menekankan bahwa aparat keamanan seperti TNI dan Polri bukanlah musuh, melainkan bagian dari upaya negara untuk menjaga ketertiban dan keselamatan rakyat. Dalam pandangannya, keberadaan pos keamanan, pembukaan lahan pertanian, maupun kegiatan pertambangan yang sah adalah kebijakan negara yang bertujuan untuk kepentingan masyarakat luas.

Pandangan dari tokoh-tokoh adat ini memperlihatkan bahwa pembangunan Papua bukan hanya agenda pemerintah, tetapi sudah menjadi kesadaran kolektif di tingkat masyarakat. Dukungan ini memperkuat pondasi sosial bagi pelaksanaan otonomi khusus yang kini diperkuat melalui struktur Komite Eksekutif. Dengan sinergi antara pemerintah pusat, aparat keamanan, dan masyarakat adat, Papua memiliki peluang besar untuk keluar dari stigma konflik dan menuju era baru pembangunan yang damai dan berkelanjutan.

Presiden Prabowo sendiri dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa percepatan pembangunan Papua tidak boleh bersifat seremonial, tetapi harus konkret, terukur, dan melibatkan masyarakat lokal. Kehadiran figur-figur seperti Velix Wanggai dan Ari Sihasale dalam Komite Eksekutif mencerminkan pendekatan yang inklusif, menggabungkan unsur birokrat, tokoh daerah, dan figur publik yang memahami dinamika sosial-budaya Papua. Pendekatan ini diharapkan mampu mempercepat proses integrasi kebijakan sekaligus memperkuat rasa kepemilikan masyarakat terhadap program pemerintah.

Jika masyarakat di tingkat akar rumput terus meneguhkan komitmen mendukung program pemerintah, maka Papua tidak hanya menjadi prioritas pembangunan, tetapi juga simbol keberhasilan kebijakan yang berpihak pada daerah. Sinergi ini memperlihatkan wajah baru Papua, yakni wilayah yang menatap masa depan dengan optimisme, memaknai pembangunan bukan sekadar proyek fisik, tetapi perjalanan kolektif menuju kesejahteraan dan kedamaian yang berkelanjutan.

Dengan arah kebijakan yang semakin jelas, dukungan masyarakat yang solid, serta kepemimpinan nasional yang tegas, Papua kini melangkah dengan keyakinan baru. Percepatan pembangunan bukan lagi sekadar agenda, tetapi tekad bersama antara rakyat dan negara untuk menjadikan Papua bersinar terang di bawah payung keadilan dan kemakmuran Indonesia.

*) Pemerhati Isu Pembangunan Kawasan Timur Indonesia