Oleh : Gavin Asadit )*
Pemerintah menegaskan digitalisasi penyaluran bantuan sosial (bansos) sebagai langkah strategis untuk memastikan bantuan tepat sasaran, transparan, dan akuntabel. Pada 2025, Kementerian Sosial bersama kementerian terkait memulai uji coba Portal Perlindungan Sosial (Perlinsos) yang dipusatkan di Banyuwangi sebagai proyek percontohan nasional. Program ini dirancang untuk meminimalkan kesalahan data dan mengurangi interaksi tatap muka yang selama ini membuka celah penyimpangan.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan bahwa mekanisme digital akan menerapkan kriteria objektif sehingga keputusan penerimaan ditentukan oleh sistem, bukan oleh petugas. Uji coba yang dimulai pada September 2025 menjadi tahap penting untuk membuktikan bahwa teknologi dapat mempercepat verifikasi, mengurangi human error, dan menjadikan distribusi bantuan lebih adil. Pemerintah juga membuka kanal pendaftaran mandiri melalui aplikasi atau melalui agen lapangan yang dilatih khusus untuk membantu masyarakat yang belum terbiasa menggunakan layanan digital.
Dukungan terhadap digitalisasi datang dari tingkat tertinggi kabinet. Ketua Komite Percepatan Transformasi Digital Pemerintah, Luhut Binsar Pandjaitan, menekankan bahwa Perlinsos merupakan bagian dari implementasi infrastruktur publik digital yang lebih luas untuk meningkatkan kualitas pelayanan negara. Ia menegaskan bahwa sinergi lintas kementerian dan lembaga diperlukan agar data terpadu dapat dijadikan rujukan tunggal dalam menentukan keluarga penerima manfaat. Dengan integrasi ini, diharapkan pemerintah mampu mengurangi kasus penerima tidak layak sekaligus menutup potensi kebocoran anggaran.
Pemerintah menyadari bahwa masih terdapat persentase signifikan bantuan yang dinilai tidak tepat sasaran, sehingga digitalisasi menjadi langkah korektif yang mendesak. Langkah ini bukan semata modernisasi teknologi, melainkan upaya perbaikan tata kelola agar anggaran benar-benar sampai kepada warga yang membutuhkan. Digitalisasi juga diharapkan menekan potensi manipulasi data dan meningkatkan keadilan distribusi.
Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ivan Yustiavandana, menekankan pentingnya pemanfaatan analisis data besar untuk mendeteksi anomali penerima bantuan. Ia mencontohkan adanya penerima dengan saldo besar atau latar belakang profesi yang tidak seharusnya masuk daftar bantuan. Menurutnya, digitalisasi akan memudahkan verifikasi cepat dan sistematis sehingga penyimpangan bisa ditekan sejak awal.
Dari sisi teknis, pemerintah merancang tiga alur utama Perlinsos: pendaftaran, verifikasi berbasis data terpadu, serta mekanisme pelaporan dan pengaduan. Agen perlinsos dilatih secara khusus agar mampu menjadi penghubung bagi kelompok masyarakat rentan yang belum memiliki kemampuan digital. Dengan demikian, sistem baru tetap menjamin inklusivitas tanpa meninggalkan mereka yang paling membutuhkan.
Meski demikian, pemerintah tidak menutup mata terhadap potensi tantangan. Kekhawatiran publik mengenai keamanan data, risiko salah coret, hingga persoalan pendataan di daerah terpencil menjadi perhatian serius. Untuk itu, pemerintah menyiapkan standar keamanan informasi yang ketat, mekanisme banding, serta verifikasi lapangan untuk memastikan tidak ada warga berhak yang terabaikan.
Digitalisasi merupakan langkah tak terelakkan untuk modernisasi layanan sosial. Namun, keberhasilan akan sangat bergantung pada kualitas data, kapasitas agen lapangan, serta transparansi proses. Audit berkala dan keterlibatan masyarakat dalam pemantauan dianggap penting agar program tetap akuntabel dan sesuai dengan tujuan.
Tahap uji coba di Banyuwangi akan menjadi tolok ukur bagi pengembangan ke tingkat nasional. Jika hasilnya menunjukkan efektivitas, pemerintah berencana memperluas implementasi secara bertahap. Rencana ini dilengkapi dengan publikasi dashboard kinerja yang dapat dipantau masyarakat secara langsung, sehingga distribusi bantuan dapat diawasi bersama.
Pemerintah menegaskan bahwa digitalisasi bansos bukan sekadar urusan teknis atau efisiensi birokrasi semata, melainkan langkah strategis untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap negara. Melalui pemanfaatan teknologi, setiap tahapan penyaluran bantuan dapat dipantau dengan lebih jelas dan terukur, sehingga potensi penyalahgunaan, tumpang tindih data, maupun keterlambatan distribusi bisa diminimalkan. Transparansi ini diharapkan menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat, sekaligus memastikan bahwa hak penerima manfaat dapat terpenuhi secara tepat waktu.
Selain itu, pemerintah menilai dukungan masyarakat, legislatif, serta para pemangku kepentingan menjadi kunci sukses dalam mendorong transformasi digital di bidang perlindungan sosial. Kolaborasi lintas sektor diperlukan agar sistem yang dibangun tidak hanya kuat dari sisi teknologi, tetapi juga selaras dengan kebutuhan di lapangan. Dengan cara ini, digitalisasi bansos diharapkan dapat menjadi fondasi utama bagi terciptanya sistem perlindungan sosial yang lebih adil, transparan, dan tepat sasaran dalam jangka panjang.
Ke depan, pemerintah juga menyiapkan berbagai inovasi tambahan, termasuk integrasi data lintas kementerian dan lembaga, pemanfaatan kecerdasan buatan untuk analisis kebutuhan penerima, serta penguatan sistem keamanan siber. Langkah-langkah ini bertujuan memastikan keberlanjutan program sekaligus memberikan perlindungan maksimal bagi data pribadi masyarakat. Dengan inovasi berkelanjutan tersebut, digitalisasi bansos diharapkan bukan hanya memperbaiki tata kelola saat ini, tetapi juga menjawab tantangan di masa depan.
)* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan