Oleh: Maria Nurwanto
Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang sukses digelar di Bangka Belitung menorehkan catatan penting bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Di tengah dinamika politik yang cukup tajam, sinergitas antara TNI dan Polri kembali membuktikan perannya sebagai pilar utama penjaga stabilitas. Dengan pengawalan yang ketat namun tetap humanis, PSU berlangsung dalam suasana aman, tertib, dan kondusif. Hal ini menjadi sinyal kuat bahwa keamanan nasional bukan hanya soal kekuatan, melainkan juga soal soliditas institusi negara dan kedewasaan masyarakat dalam menyikapi perbedaan.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan bahwa sinergitas TNI dan Polri adalah fondasi kokoh untuk merawat stabilitas nasional. Ia menekankan bahwa kedua institusi selalu berada di garis terdepan melindungi rakyat dari provokasi maupun upaya merusak kedamaian. Menurutnya, masyarakat perlu waspada agar tidak terjebak dalam isu adu domba yang hanya menguntungkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Pesan ini menegaskan bahwa ancaman terhadap demokrasi tidak hanya datang dari dalam ruang politik, tetapi juga dari upaya sistematis memecah belah bangsa.
Senada dengan itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menekankan bahwa soliditas TNI-Polri bukanlah jargon kosong. Ia menggarisbawahi adanya koordinasi strategis di semua lini, mulai dari pengamanan unjuk rasa, agenda keagamaan, hingga perhelatan politik. Menurutnya, setiap ancaman terhadap stabilitas publik ditangani secara bersama-sama. Ia juga mengingatkan publik agar tidak mudah percaya pada informasi menyesatkan yang dapat memicu keresahan. Dengan demikian, kerja sama kedua institusi menjadi tameng utama menghadapi dinamika politik yang kerap dimanfaatkan oleh oknum tertentu.
Bukti nyata soliditas itu terlihat dalam pengamanan PSU Bangka Belitung. Proses pemungutan suara berlangsung lancar tanpa gangguan berarti, meski diwarnai persaingan ketat antar kandidat. Rekapitulasi suara pun sudah dilakukan di sejumlah wilayah. Di Kabupaten Bangka, pasangan Ferry Insani-Syahbudin berhasil meraih suara terbanyak berdasarkan rapat pleno KPU pada awal September. Sementara itu, di Kota Pangkalpinang, hasil hitung cepat menempatkan pasangan Saparuddin-Dessy Ayu Trisna sebagai unggulan, meski penetapan resmi masih menunggu keputusan final KPU.
Namun, dinamika politik pasca-PSU tetap bergulir. Beberapa pasangan calon memilih menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Situasi ini wajar dan patut diapresiasi, sebab mekanisme hukum memang menjadi kanal resmi untuk menyalurkan ketidakpuasan. Ketua Bawaslu Bangka, Fega Erora, menegaskan bahwa lembaganya telah menerima sejumlah laporan dugaan pelanggaran, mulai dari pemalsuan dokumen pencalonan hingga keabsahan ijazah salah satu kandidat. Ia menekankan bahwa semua laporan tersebut sudah diproses sesuai prosedur dan Bawaslu telah memberikan keterangan di sidang MK. Pernyataan ini menegaskan bahwa proses hukum berjalan dan semua pihak sepatutnya menunggu putusan akhir sebelum menarik kesimpulan.
Ketua KPU Bangka Belitung, Husin, juga menyatakan bahwa lembaganya tetap berpegang pada mekanisme resmi. Menurutnya, semua tahapan sudah ditempuh dan dijelaskan di forum hukum yang ada. Meski diwarnai dengan saling klaim kemenangan antar kubu, KPU sebagai lembaga penyelenggara resmi tetap dipercaya publik untuk menjaga integritas pemilu. Dengan demikian, hasil akhir yang akan ditetapkan nantinya diharapkan dapat memperkuat semangat persatuan dan membuktikan bahwa demokrasi di Bangka Belitung terus tumbuh dewasa.
Kedewasaan politik masyarakat juga patut diapresiasi. Walaupun ada gesekan dan perbedaan pilihan, tidak terlihat adanya keretakan sosial yang mengkhawatirkan. Perbedaan politik mulai dipahami sebagai bagian dari ruang kompetisi sehat, bukan alasan untuk menimbulkan permusuhan. Hal ini menjadi bukti bahwa demokrasi di daerah tersebut semakin matang. Suara rakyat yang terekam dalam kotak suara harus dihormati, apa pun hasil akhirnya. Menerima keputusan pemilu secara lapang dada merupakan wujud nyata penghormatan terhadap kedaulatan rakyat.
Pemerintah pun menegaskan bahwa stabilitas sosial dan politik adalah modal utama dalam menjaga kelangsungan pembangunan nasional. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang dapat menimbulkan perpecahan. Ajakan ini menjadi penting, mengingat perkembangan teknologi informasi membuat berita bohong dan fitnah bisa cepat menyebar di tengah masyarakat. Jika tidak disikapi dengan bijak, informasi menyesatkan justru bisa merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Langkah tegas aparat keamanan dalam mengawal jalannya PSU pun menuai apresiasi. Tindakan preventif yang dilakukan TNI-Polri dinilai berhasil menutup celah terjadinya kericuhan. Lebih jauh, pola pengamanan yang humanis juga membuat masyarakat merasa nyaman untuk datang ke TPS dan menggunakan hak pilihnya tanpa rasa takut. Profesionalitas ini menambah kepercayaan publik terhadap kemampuan negara mengawal jalannya demokrasi.
Ke depan, tantangan terbesar adalah menjaga suasana kondusif pasca penetapan hasil akhir pemilu. Apa pun hasil keputusan KPU dan MK, seluruh pihak harus menunjukkan sikap lapang dada. Mengedepankan ego politik hanya akan memperpanjang ketegangan dan merugikan masyarakat. Sebaliknya, menerima hasil pemilu adalah bentuk penghormatan terhadap aturan main demokrasi yang telah disepakati bersama.
PSU Bangka Belitung memberikan pelajaran penting bahwa demokrasi tidak berhenti pada proses pemungutan suara. Demokrasi sejati ditentukan oleh sikap masyarakat dalam menerima hasil dengan penuh kedewasaan. TNI dan Polri sudah menunjukkan perannya sebagai penjaga stabilitas, kini saatnya masyarakat membuktikan bahwa mereka mampu menjadi pelaku demokrasi yang matang.
Dengan begitu, demokrasi Indonesia tidak hanya kuat di atas kertas, tetapi juga hidup dalam sikap sehari-hari rakyatnya yang terus menjaga persatuan bangsa.
Pengamat Politik Daerah