Pemerintah dan DPR Kawal RUU Perampasan Aset Wujudkan Aspirasi 17+8

Jakarta – Pemerintah menegaskan dukungan penuh terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang kini resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025–2026. Kehadiran regulasi ini dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat pemberantasan korupsi dan memastikan pengembalian aset negara yang dirugikan oleh tindak pidana.

Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto memiliki komitmen penuh untuk mengawal proses legislasi tersebut.

“Kalau memang itu inisiatifnya diambil alih oleh DPR, tentu pemerintah akan menunggu. Begitu DPR menyampaikan RUU itu, presiden akan menerbitkan surat presiden untuk menunjuk menteri yang akan membahas RUU Perampasan Aset sampai selesai,” ujar Yusril.

Pernyataan ini menegaskan konsistensi pemerintah dalam menempatkan agenda hukum dan pemberantasan kejahatan ekonomi sebagai prioritas. Selain itu, langkah ini diharapkan mampu memperkuat tata kelola negara yang bersih, transparan, serta akuntabel sesuai dengan aspirasi publik.

Wakil Menteri Hukum, Edward O. S. Hiariej, menilai bahwa regulasi ini akan menjadi instrumen penting dalam mendukung aparat penegak hukum. Ia menekankan bahwa RUU Perampasan Aset akan mempercepat proses pengembalian aset hasil tindak pidana sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap negara.

“RUU Perampasan Aset merupakan RUU yang menjadi perhatian publik dan pembahasannya akan dilanjutkan pada 2026,” jelas Edward.

Pemerintah memandang keberadaan undang-undang tersebut sebagai wujud keseriusan dalam menutup ruang praktik korupsi. Dengan perangkat hukum yang kuat, negara dapat lebih sigap menghadapi modus baru kejahatan ekonomi lintas batas.

Dari sisi legislatif, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Sturman Panjaitan, menjelaskan bahwa pembahasan RUU dapat berlangsung hingga tahun depan jika belum rampung pada 2025. Menurutnya, proses legislasi membutuhkan ketelitian agar tidak meninggalkan celah hukum yang bisa dimanfaatkan pelaku tindak pidana. “Jika tidak selesai tahun 2025, akan dilanjutkan 2026, sama halnya dengan RUU lainnya,” kata Sturman.

Hal ini menunjukkan kehati-hatian parlemen dalam memastikan kualitas aturan. Penyusunan yang matang dianggap lebih penting daripada percepatan yang berisiko melemahkan efektivitas hukum.

Sementara itu, Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menegaskan pentingnya transparansi dalam seluruh tahapan pembahasan. Keterbukaan dinilai sebagai salah satu cara untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses legislasi.

“Tidak boleh ada pembahasan yang tertutup. Semua harus bisa diakses publik,” tegas Bob.

Dengan mekanisme terbuka, publik akan memiliki ruang untuk mengawal jalannya diskusi sehingga kepercayaan terhadap lembaga legislatif tetap terjaga. DPR berharap transparansi dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi substantif.

Selain RUU Perampasan Aset, DPR juga menjadwalkan sejumlah RUU strategis lain dalam Prolegnas Prioritas 2026, termasuk RUU Keuangan Negara berbentuk omnibus law. Keseluruhan agenda legislasi ini dipandang sebagai bentuk jawaban atas aspirasi masyarakat, termasuk tuntutan 17+8, yang menghendaki tata kelola pemerintahan lebih bersih dan akuntabel.

Dengan dukungan sinergis antara pemerintah dan DPR, proses pembahasan RUU Perampasan Aset diyakini mampu memberikan landasan hukum kokoh untuk memperkuat pemberantasan korupsi sekaligus menjaga kedaulatan ekonomi bangsa.