Yogyakarta – Pakar Ekonomi Syariah UMY, Satria Utama menegaskan bahwa fenomena judi daring (judol) di Indonesia bukan sekadar persoalan individu, melainkan masalah sosial dan ekonomi yang dapat menggerus stabilitas masyarakat.
”Ketika dana bansos yang mestinya dipakai untuk makan, sekolah anak, atau kebutuhan kesehatan malah digunakan berjudi, itu bukan lagi persoalan individu,” ucap Satria.
Ia menjelaskan, perkembangan teknologi digital telah memperluas akses terhadap praktik perjudian. Jika dulu judi dilakukan secara konvensional, kini pergeseran ke ranah digital melalui gawai membuat siapa saja bisa dengan mudah terjebak dalam lingkaran judol. Hal ini berdampak serius terhadap pola konsumsi rumah tangga.
“Banyak rumah tangga yang awalnya memiliki anggaran untuk kebutuhan sehari-hari, kini terpaksa mengorbankan sebagian besar pendapatan mereka demi memasang taruhan,” jelasnya.
Dampak lebih jauh, banyak pelaku judol mencari dana taruhan lewat pinjaman online (pinjol). Mereka yang mengalami kekalahan sering menutupinya dengan utang baru, sehingga terjerat bunga pinjol yang mencekik.
“Mereka kalah, lalu gali lubang tutup lubang dengan pinjol. Bunga pinjol yang mencekik membuat mereka makin sulit keluar dari lingkaran masalah,” tambah Satria.
Ia menegaskan, efek domino dari judol sangat luas: kerugian ekonomi, kehancuran rumah tangga, hingga trauma sosial bagi anak-anak dalam keluarga yang terdampak. Jika tidak segera dihentikan, hal ini dapat melemahkan ketahanan ekonomi masyarakat sekaligus mengancam masa depan generasi mendatang.
Melihat dampak serius tersebut, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memperkuat langkah pemberantasan judol di ruang digital. Komdigi menegaskan bahwa perang melawan judi daring adalah prioritas, seiring dengan maraknya kasus dan korban yang terus berjatuhan.
Sebagai langkah strategis, Komdigi memperkenalkan Sistem Analisis dan Monitoring (SAMAN) yang siap beroperasi penuh mulai Oktober 2025. Sistem ini telah diuji coba selama satu tahun dan dinilai mampu memperkuat pengawasan sekaligus menutup celah penyebaran konten judi daring.
Sejak Oktober 2024 hingga September 2025, pemerintah menindak lebih dari 2,8 juta konten negatif, dengan 2,1 juta di antaranya terkait judi daring. Angka tersebut menunjukkan bahwa praktik judol masih menjadi ancaman serius di ruang digital Indonesia.
Komdigi menegaskan bahwa penindakan ini bukan sekadar angka, melainkan upaya nyata untuk melindungi keluarga Indonesia. Judi daring kerap meninggalkan jejak kerugian ekonomi, perpecahan rumah tangga, hingga ancaman pada masa depan generasi muda.
[w.R]