Aparat dan Publik Kompak Teguhkan Demokrasi Damai dan Aman

Oleh: Ujang Supriyatman (*

Demokrasi pada hakikatnya bukan sekadar mekanisme memilih wakil rakyat atau pemimpin, melainkan sebuah ruang bersama yang memungkinkan rakyat menyampaikan aspirasi dengan cara yang tertib, damai, dan penuh tanggung jawab. Di dalamnya, peran aparat dan publik menjadi kunci penting untuk memastikan bahwa dinamika politik tidak mengganggu stabilitas sosial maupun pembangunan nasional. Semakin erat sinergi keduanya, semakin kokoh pula fondasi demokrasi Indonesia yang berlandaskan persatuan.

Kondisi ini juga tercermin di berbagai daerah, di mana komunikasi antara lembaga legislatif, aparat keamanan, dan masyarakat semakin terbuka. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, Ahmad Yani, S.A.B., menegaskan bahwa kerja sama yang telah terjalin erat antara DPRK Aceh Barat dan aparat kepolisian diharapkan terus ditingkatkan demi stabilitas keamanan serta terciptanya suasana kondusif di daerah. Ia juga menambahkan bahwa DPRK berkomitmen untuk selalu menjadi wadah penyampaian aspirasi masyarakat secara terbuka dan demokratis. Sikap ini menunjukkan bahwa demokrasi lokal tidak berhenti pada retorika, tetapi benar-benar dijalankan dengan pendekatan yang partisipatif.

Sinergi antara aparat dan publik juga ditegaskan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Brigjen Ade Ary Syam Indradi. Menurutnya, masyarakat dan Polri adalah mitra dalam menjaga kedamaian dan keamanan. Dalam konteks ini, penyampaian pendapat dijamin oleh konstitusi, namun tetap harus dilakukan dengan tertib, damai, dan penuh nilai kebersamaan. Pandangan ini memperlihatkan bagaimana Polri memosisikan diri bukan sebagai pihak yang berhadap-hadapan dengan rakyat, melainkan sebagai mitra yang memastikan agar ruang demokrasi tetap terjaga tanpa mengorbankan stabilitas publik.

Pernyataan Brigjen Ade Ary juga menegaskan paradigma baru Polri yang menekankan pendekatan humanis. Polri berupaya memastikan bahwa setiap gerakan sosial, seperti demonstrasi atau aksi penyampaian aspirasi, tidak ditanggapi dengan represif, melainkan dengan dialog, mediasi, dan pendampingan yang persuasif. Pola ini menjadi bagian penting dalam menumbuhkan rasa percaya masyarakat terhadap institusi keamanan sekaligus memperkokoh demokrasi yang sehat.

Contoh nyata keberhasilan pendekatan humanis aparat terlihat di Kalimantan Barat. Gubernur Kalbar, Ria Norsan, menyampaikan bahwa aksi penyampaian aspirasi mahasiswa di daerahnya berlangsung tertib dan damai. Menurutnya, aparat keamanan yang diterjunkan tidak hanya menjalankan tugas pengamanan, tetapi juga berperan sebagai pelindung masyarakat dari provokasi. Pendekatan persuasif tersebut terbukti efektif meredam potensi gesekan, sekaligus memperlihatkan wajah aparat sebagai pengayom yang hadir untuk menenangkan situasi, bukan memperkeruh keadaan.

Selain menjaga keamanan, Ria Norsan juga menekankan pentingnya memastikan pelayanan publik tetap berjalan optimal di tengah dinamika politik. Pendidikan, kesehatan, pemberdayaan UMKM, dan iklim investasi harus terus didorong agar tidak terpengaruh oleh isu-isu politik sesaat. Dengan demikian, masyarakat tetap mendapatkan manfaat langsung dari kehadiran negara, sementara demokrasi berjalan dalam jalurnya yang damai. Pesan ini penting karena demokrasi yang sehat tidak boleh memutus jalur pembangunan yang menyentuh kebutuhan dasar rakyat.

Jika dicermati, ketiga pernyataan tersebut menegaskan satu hal penting: sinergi antara masyarakat, aparat, dan pemerintah adalah pilar utama demokrasi yang aman dan damai. Di Aceh Barat, komitmen DPRK menjadi ruang terbuka bagi aspirasi warga. Di Jakarta, Polri meneguhkan diri sebagai mitra masyarakat dalam menjaga ketertiban. Sementara di Kalbar, pendekatan humanis aparat menjadikan demokrasi bukan ajang konflik, melainkan momentum memperkuat solidaritas sosial. Semua ini menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia tidak berjalan dalam ketegangan, tetapi dalam kebersamaan yang harmonis.

Dari perspektif pertahanan, kondisi tersebut memiliki makna strategis. Stabilitas keamanan domestik yang terjaga akan memperkuat ketahanan nasional. Ancaman non-militer seperti disinformasi, provokasi, atau potensi konflik horizontal dapat diminimalkan melalui keterlibatan aktif masyarakat bersama aparat keamanan. Ketika publik merasa dilibatkan, mereka akan menjadi bagian dari sistem pertahanan semesta yang kokoh, bukan sekadar objek kebijakan.

Selain itu, demokrasi damai juga menciptakan iklim investasi yang sehat. Investor akan lebih percaya menanamkan modalnya di wilayah yang stabil, di mana masyarakat bebas menyuarakan pendapat tanpa mengganggu ketertiban umum. Hal ini secara langsung mendukung agenda pemerintah dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional, meningkatkan lapangan kerja, dan memperluas peluang kesejahteraan rakyat.

Lebih jauh, sinergi aparat dan masyarakat juga menjadi teladan bagi generasi muda. Mereka akan belajar bahwa menyampaikan aspirasi bukan berarti harus mengorbankan keamanan atau merusak fasilitas publik, tetapi dapat dilakukan dengan tertib, kreatif, dan konstruktif. Generasi inilah yang kelak akan melanjutkan estafet demokrasi dengan cara yang lebih matang, beradab, dan berlandaskan nilai gotong royong.

Ke depan, tantangan demokrasi Indonesia akan semakin kompleks, terutama dengan perkembangan teknologi informasi yang memungkinkan arus opini publik bergerak sangat cepat. Namun, jika aparat dan masyarakat terus menjalin komunikasi yang terbuka serta pemerintah konsisten menjaga pelayanan publik, maka setiap potensi konflik bisa dikelola menjadi ruang dialog yang produktif.

Pada akhirnya seluruh masyarakat Indonesia agar terus mempercayai pemerintah, aparat keamanan, dan lembaga perwakilan rakyat dalam menjaga harmoni demokrasi. Kepercayaan itu bukan berarti menutup kritik, melainkan meyakini bahwa mekanisme demokrasi telah memberi ruang yang aman bagi aspirasi. Dengan dukungan publik, pemerintah bersama aparat dapat semakin memperkokoh sinergi demi mewujudkan demokrasi yang damai, aman, dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.

(* Penulis merupakan Pemerhati Demokrasi