Oleh: Irma Nadia Sinaga
Pemerintah pusat terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik judi daring dan pinjaman online (pinjol) yang semakin marak menjerat masyarakat, terutama kelompok ekonomi menengah ke bawah. Salah satu langkah strategis yang kini menjadi sorotan publik adalah kebijakan pencoretan nama-nama penerima bantuan sosial (bansos) yang terindikasi terlibat dalam aktivitas tersebut. Kebijakan ini tidak hanya menjadi peringatan keras bagi para pelaku, tetapi juga sinyal kuat bahwa bansos harus digunakan sesuai tujuan, yakni sebagai jaring pengaman sosial, bukan untuk membiayai kegiatan ilegal.
Rencana pemerintah pusat untuk menonaktifkan bansos bagi penerima yang terlibat dalam judi daring dan pinjol mendapat perhatian serius dari berbagai daerah. Di Kabupaten Sumbawa, misalnya, Komisi IV DPRD memastikan akan melakukan pengawasan ketat terhadap kebijakan tersebut. Ketua Komisi IV DPRD Sumbawa, Muhammad Takdir, menegaskan bahwa pemerintah daerah tetap mengikuti regulasi yang ditetapkan pusat. Namun, ia menilai perlunya pendalaman lebih lanjut agar kebijakan ini tidak merugikan masyarakat yang seharusnya masih berhak menerima bantuan.
Takdir mengungkapkan, penting untuk membangun komunikasi intensif dengan pemerintah pusat guna memastikan kategori penerima bansos yang dicoret benar-benar tepat sasaran. Ia menyoroti kemungkinan adanya masyarakat yang tidak terlibat namun namanya ikut tercatat akibat penyalahgunaan data, seperti rekening yang dipinjam orang lain. Menurutnya, kehati-hatian adalah kunci karena bansos berfungsi sebagai penyangga ekonomi bagi masyarakat rentan. Ia mengingatkan bahwa kebijakan yang diambil tanpa kroscek mendalam justru bisa memunculkan gejolak sosial baru.
Meski demikian, Takdir menegaskan bahwa DPRD Sumbawa tidak menolak kebijakan ini. Ia hanya menekankan pentingnya pelaksanaan yang adil agar tidak ada warga yang benar-benar membutuhkan tetapi malah menjadi korban. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak tergoda dengan praktik-praktik ilegal seperti judi daring dan pinjaman online. Menurutnya, kemudahan akses digital seringkali membuat masyarakat terlena dengan tawaran instan yang pada akhirnya justru menjerat secara ekonomi dan sosial. Ia menegaskan, judi daring tidak pernah menyejahterakan masyarakat karena sistemnya memang dirancang agar pemilik situs tidak merugi.
Komitmen serupa juga disampaikan oleh pemerintah daerah lain. Plt Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Pacitan, Khemal Pandu Pratikna, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan main-main dalam menindak penyalahgunaan bansos. Ia menyebut adanya sejumlah data penerima bansos yang nomor ponselnya terhubung dengan situs judi daring. Sebagai sanksi awal, penyaluran bantuan kepada penerima tersebut akan ditunda, bahkan bisa dicabut secara permanen jika terbukti. Pandu mengungkapkan bahwa verifikasi mendalam masih dilakukan untuk mengetahui jumlah pasti penerima bansos yang terindikasi bermain judi daring.
Data yang dihimpun pada Agustus 2025 menunjukkan bahwa di Jawa Timur saja, terdapat sekitar 9.660 penerima bansos yang terindikasi bermain judi daring dengan nilai transaksi mencapai Rp53 miliar. Angka ini menjadi bukti nyata bahwa penyalahgunaan bansos untuk kegiatan ilegal bukanlah fenomena kecil. Pandu menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menurunkan angka kemiskinan, mengingat bansos hanyalah bantalan sementara. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak bergantung sepenuhnya pada bantuan pemerintah, melainkan memanfaatkannya untuk kegiatan produktif.
Kebijakan pencoretan bansos bagi pelaku judi daring juga sudah diterapkan di Kota Kediri, Jawa Timur. Sebanyak 467 keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non-Tunai (BNPT) dicoret dari daftar penerima setelah terindikasi terlibat judi daring. Kepala Dinas Sosial Kota Kediri, Paulus Budi Luhur, menjelaskan bahwa kebijakan ini dilakukan setelah proses verifikasi bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi aktivitas mencurigakan di rekening penerima bansos. Namun, bagi masyarakat yang merasa tidak terlibat, pemerintah membuka mekanisme klarifikasi dan reaktivasi kepesertaan.
Paulus menuturkan, peserta yang terdampak tetapi tidak terindikasi terlibat bisa mengajukan reaktivasi dengan melapor ke kelurahan atau pendamping PKH. Prosesnya melibatkan pengisian formulir klarifikasi, verifikasi lapangan, hingga pengecekan data faktual. Sejauh ini, hasil penelusuran menunjukkan bahwa mayoritas penerima yang dicoret ternyata tidak terlibat langsung dalam praktik judi daring, melainkan menjadi korban penyalahgunaan identitas oleh pihak lain. Meski demikian, pemerintah tetap mengimbau penerima bansos untuk melindungi data pribadi dan bijak menggunakan bantuan agar tidak disalahgunakan.
Lebih jauh, kebijakan ini juga menjadi bagian dari strategi besar pemerintah dalam menekan angka kemiskinan sekaligus menutup celah penyalahgunaan dana publik. Selain menjaga keadilan distribusi bantuan, langkah ini juga memperkuat pesan moral bahwa bansos harus dimanfaatkan untuk kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan, bukan untuk kegiatan yang merusak tatanan sosial. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, terus mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam memanfaatkan kemudahan akses digital agar tidak terjebak dalam praktik yang dapat merugikan diri sendiri dan keluarga.
Melalui serangkaian kebijakan ini, pemerintah menunjukkan keseriusan dalam memberantas judi daring dan pinjaman ilegal yang merusak sendi-sendi kehidupan sosial. Ketegasan dalam menindak penyalahgunaan bansos patut diapresiasi, karena tidak hanya melindungi anggaran negara, tetapi juga menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba memanfaatkan program bantuan untuk kepentingan yang menyimpang. Dengan pengawasan ketat dan mekanisme klarifikasi yang transparan, kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan efek jera, sekaligus memastikan bahwa bansos benar-benar diterima oleh mereka yang layak dan menggunakannya untuk tujuan yang mulia.
Pengamat Kebijakan Sosial