Makan Bergizi Gratis Tekan Stunting dan Perkuat Ekonomi Lokal di Papua

Oleh: Jefri Waromi*

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah merupakan langkah strategis untuk menekan angka stunting, memperkuat ekonomi lokal, dan membuka lapangan kerja di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), khususnya di Papua. Dengan fokus pada pemenuhan gizi anak-anak dan masyarakat yang selama ini menghadapi keterbatasan akses pangan, MBG tidak hanya menawarkan bantuan sosial semata, tetapi juga menjadi bagian dari pembangunan nasional jangka panjang yang menyentuh akar ekonomi lokal. Program ini menegaskan peran negara dalam memastikan setiap anak Indonesia memperoleh hak dasar berupa gizi seimbang yang mendukung tumbuh kembang optimal.

Sebanyak 141 satuan tugas (satgas) telah dibentuk untuk mempercepat pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di daerah 3T, sebagai respons atas tingginya angka stunting yang masih menjadi tantangan serius di wilayah tersebut. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menekankan urgensi program ini dengan menyatakan bahwa perhatian terhadap layanan gizi di daerah 3T harus menjadi prioritas utama. Program MBG, menurutnya, tidak hanya menekan angka stunting tetapi juga membuka peluang lapangan kerja dan memperkuat rantai pasok lokal, sehingga dampak sosial dan ekonomi bisa dirasakan secara berkelanjutan.

Dukungan terhadap MBG juga diperkuat oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Gizi Nasional yang telah menyiapkan 806 titik dapur MBG di wilayah 3T. Dari jumlah tersebut, 264 dapur dibangun oleh Kementerian PUPR, sementara 542 lainnya dikelola oleh Badan Gizi Nasional. Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menegaskan bahwa MBG merupakan bagian dari strategi pembangunan nasional jangka panjang. Fokus percepatan pembangunan SPPG diarahkan pada wilayah 3T serta kawasan Pos Lintas Batas Negara (PLBN), mengingat kebutuhan layanan gizi yang sangat mendesak sekaligus menegaskan kehadiran negara di lokasi-lokasi strategis tersebut. Program ini juga mendukung target pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan, memperbaiki rasio investasi (ICOR), serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Tidak hanya dari aspek gizi, program MBG juga dilihat sebagai potensi pusat ekonomi baru di daerah 3T. Guru Besar Ilmu Gizi IPB University, Prof. Hardinsyah, menilai keberadaan dapur MBG akan mendorong tumbuhnya ekonomi lokal melalui pemanfaatan produk pertanian, perikanan, dan perkebunan. Dengan adanya SPPG, petani, peternak, dan nelayan dapat menyesuaikan produksi mereka dengan kebutuhan dapur MBG, sehingga komoditas lokal yang sebelumnya kurang terserap pasar kini memiliki nilai tambah. 

Keberhasilan MBG, menurut Prof. Hardinsyah, tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah pusat. Koordinasi lintas level, mulai dari kabupaten, kecamatan, hingga desa, harus diperkuat agar program ini benar-benar berdampak bagi masyarakat. Dengan pendekatan yang terintegrasi, MBG tidak hanya menyelesaikan masalah gizi tetapi juga menciptakan lapangan kerja, memperkuat rantai pasok pangan, serta membuka peluang pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal secara berkelanjutan.

Pelaksanaan MBG di Papua juga mendapat perhatian langsung dari pemerintah pusat. Saat kunjungannya ke SMP Negeri 2 Jayapura, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meninjau secara langsung pelaksanaan MBG. Para siswa menyambut antusias menu yang terdiri dari susu kotak, ayam goreng, nasi, sayur, tahu, dan buah pisang. Peninjauan ini sekaligus menjadi momentum untuk memperluas pelayanan MBG di seluruh Papua. 

Penjabat Gubernur Papua, Agus Fatoni, menegaskan bahwa pelaksanaan MBG di sekolah tersebut berlangsung baik dan bergizi lengkap, sehingga menjadi motivasi untuk memperluas cakupan program ke seluruh provinsi. Kepala sekolah SMP Negeri 2 Jayapura, Dorthea Carolien Enok, mengungkapkan rasa syukurnya atas kunjungan Wapres yang sekaligus membawa aspirasi siswa dan memberikan bantuan buku serta perlengkapan sekolah.

Dukungan keamanan dan logistik juga menjadi bagian penting agar MBG dapat berjalan optimal. Pangdam XVIII/Kasuari Mayjen TNI Christian Kurnianto Tehuteru menekankan perlunya evaluasi menyeluruh mencakup pemetaan penerima manfaat, klaster yang sudah dibentuk, hingga kendala lapangan. Papua memiliki tantangan unik terkait harga kebutuhan pokok, transportasi, dan keterbatasan bahan makanan akibat jarak yang jauh. TNI juga menyiapkan lahan untuk mendukung MBG, dengan catatan menghindari tumpang tindih penggunaan lahan dan memastikan koordinasi dengan pemerintah pusat agar setiap titik dapur MBG dapat berfungsi maksimal. Evaluasi berkelanjutan dan koordinasi lintas lembaga diyakini menjadi kunci keberhasilan program ini, agar manfaat nyata bagi masyarakat Papua Barat dapat tercapai.

Program MBG, dengan pendekatan yang terintegrasi antara gizi, ekonomi lokal, dan keberadaan negara, menjadi contoh nyata bagaimana intervensi sosial dapat berpadu dengan pembangunan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Dengan memperhatikan kebutuhan lokal dan melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat, daerah, TNI, hingga masyarakat, MBG diharapkan mampu menciptakan dampak jangka panjang. Tidak hanya memberikan asupan gizi bagi anak-anak, program ini juga memfasilitasi pertumbuhan ekonomi lokal, memperkuat rantai pasok pangan, serta membuka lapangan kerja bagi warga setempat.

Keberhasilan MBG di Papua diharapkan menjadi model bagi daerah 3T lainnya di Indonesia. Kunci utamanya adalah sinergi lintas sektoral, penguatan kapasitas lokal, dan pemantauan berkelanjutan agar setiap kebijakan yang diambil benar-benar mampu menyentuh kehidupan masyarakat secara langsung. Dengan program ini, negara tidak hanya hadir sebagai penyedia bantuan sosial, tetapi juga sebagai fasilitator pembangunan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berbasis kebutuhan masyarakat. MBG menunjukkan bahwa strategi pembangunan yang berpihak pada anak dan masyarakat miskin dapat bersinergi dengan pemberdayaan ekonomi lokal, membentuk fondasi yang kuat bagi masa depan Indonesia yang lebih sejahtera dan merata.

*Penulis merupakan Jurnalis Lepas di Papua