Aspirasi 17+8 Diakomodasi Pemerintah dengan Revisi UU HAM

Jakarta – Pemerintah menunjukkan komitmennya dalam memperkuat perlindungan hak asasi manusia dengan mengakomodasi aspirasi rakyat yang terangkum dalam 17+8 tuntutan, melalui revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan bahwa revisi UU HAM akan menyentuh aspek mendasar terkait pembangunan hak asasi manusia di seluruh Indonesia. Salah satu poin penting adalah penguatan institusi Komnas HAM agar semakin efektif mendukung pemerintah dalam penegakan HAM.

“Situasi berbeda dengan zaman dulu. Substansi juga mengalami perubahan dan pergeseran, begitu pula diatur menyangkut tentang aktor-aktor HAM karena mengalami pergeseran sekarang,” ujarnya.

Pigai menambahkan bahwa berbagai institusi lain seperti Komnas Perempuan, Komnas Anak, dan Komnas Disabilitas juga akan diperkuat. Pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan dan peraturan agar semakin selaras dengan prinsip HAM, sehingga revisi ini benar-benar mencerminkan pembangunan HAM dalam skala luas.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan bahwa Presiden telah menyambut positif langkah enam lembaga negara HAM yang membentuk tim penyelidik non-yudisial independen pascademonstrasi Agustus lalu.

“Tim ini memiliki kedudukan dan independensi yang lebih kuat dibandingkan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang biasanya dibentuk melalui Keputusan Presiden,” jelasnya.

Menurutnya, perbedaan mendasar dari tim independen ini adalah kedudukan yang sepenuhnya mandiri, sehingga lebih kredibel di mata publik. Negara memberi ruang bagi lembaga independen untuk menggali fakta secara objektifkhususnya dalam upaya penegakan HAM yang bersifat strategis dan berdampak besar bagi masyarakat.

“Dengan begitu, keraguan masyarakat terhadap proses pencarian fakta dapat diminimalisir, sekaligus menjawab tuntutan akan transparansi dan keadilan,” ucapnya.

Senada, Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengungkapkan bahwa pembentukan tim ini adalah wujud nyata komitmen lembaga HAM untuk menghadirkan kebenaran. Hasil kerja tim akan menjadi rekomendasi strategis bagi pemerintah dalam menegakkan keadilan dan pemulihan komprehensif bagi korban.

“Tim ini tidak hanya bertugas mengumpulkan data, tetapi juga menggali informasi langsung terkait kondisi korban, upaya yang telah dilakukan pemerintah, hingga langkah-langkah pemulihan yang dibutuhkan,” tuturnya.

Revisi UU HAM diharapkan menjadi langkah maju dalam membangun sistem perlindungan HAM yang lebih kuat, responsif, dan adaptif terhadap tantangan zaman. Berbagai penguatan kelembagaan, termasuk bagi Komnas HAM, akan menjadi bagian penting dari agenda perubahan regulasi ini.

Negara hadir tidak hanya untuk menyelesaikan persoalan yang sudah terjadi, tetapi juga membangun sistem yang mampu memberikan peringatan dini dan perlindungan preventif. Dalam konteks ini, aspirasi 17+8 menemukan relevansinya karena sejalan dengan kebutuhan masyarakat akan jaminan HAM yang komprehensif.