Oleh: Puteri Wijayanti*
Bangsa Indonesia kembali menunjukkan kekuatannya melalui sinergi antara Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan masyarakat. Ketiganya berdiri teguh dalam satu barisan, menegaskan bahwa persatuan adalah kunci utama untuk meredam isu provokatif yang berpotensi memecah belah bangsa. Keharmonisan aparat dan publik dalam menjaga stabilitas bukan hanya simbol ketahanan negara, tetapi juga bukti nyata bahwa semangat gotong royong masih menjadi fondasi kuat kehidupan berbangsa. Dalam situasi apapun, sinergi TNI-Polri bersama rakyat selalu menjadi benteng kokoh melawan segala bentuk provokasi yang ingin merusak persatuan nasional.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan pentingnya masyarakat tidak terjebak dalam provokasi. Menurutnya, terdapat pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang berusaha mendorong massa ke arah tindakan anarkis untuk mengganggu stabilitas nasional. Ia mengingatkan, masyarakat jangan mau diadu domba dan jangan mudah mengikuti hasutan. Jika ada masalah, penyelesaian harus ditempuh melalui jalur hukum, musyawarah, dan aturan yang berlaku, karena itulah jalan benar sesuai prinsip negara hukum. Ia juga menekankan bahwa TNI siap bersinergi penuh dengan Polri untuk menjaga keamanan nasional, sebab ini bukan hanya soal stabilitas, melainkan juga soal harga diri bangsa.
Sinergi TNI-Polri terlihat nyata dalam berbagai operasi gabungan yang digelar baik di pusat maupun daerah. Operasi itu tidak hanya berupa pengerahan pasukan, tetapi juga penguatan strategi komunikasi publik, patroli bersama, hingga pendekatan dialogis dengan warga. Kehadiran aparat yang kompak memberi rasa aman kepada masyarakat sekaligus memperlihatkan bahwa negara benar-benar hadir menjaga stabilitas. Kesolidan itu juga menyampaikan pesan penting: masyarakat tidak perlu takut, karena negara hadir menjaga keamanan, dan tidak boleh mudah terpengaruh isu liar di media sosial.
Upaya menjaga stabilitas tidak terbatas pada tindakan fisik di lapangan. Peran teknologi informasi juga menjadi sorotan penting. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, menyebut bahwa pihaknya telah menetapkan satu tersangka pemilik akun media sosial yang aktif menyebarkan konten provokatif terkait aksi unjuk rasa. Hingga kini tercatat 592 akun dan konten provokatif telah diblokir karena terbukti menyebarkan hasutan. Tim siber Polri bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital terus menganalisis kemungkinan keterkaitan akun-akun tersebut dengan jaringan tertentu. Patroli siber akan terus digencarkan untuk mendeteksi akun baru yang mencoba menyebarkan provokasi. Hal ini menunjukkan bahwa upaya menjaga stabilitas juga dilakukan di ruang digital, tempat provokasi modern paling cepat berkembang.
Namun demikian, peran aparat keamanan tidak akan optimal tanpa dukungan masyarakat. Warga memiliki tanggung jawab moral untuk tidak mudah terpancing isu provokatif serta menjaga lingkungannya dari potensi kericuhan. Nilai gotong royong dan kebersamaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia harus dipelihara agar tidak terkikis oleh kepentingan sempit yang digulirkan provokator. Publik memiliki posisi strategis sebagai mitra pemerintah, bukan hanya sebagai objek pengamanan, tetapi juga subjek aktif melawan provokasi.
Dalam hal ini, peran tokoh agama, tokoh adat, serta pemimpin lokal sangat penting. Mereka memiliki pengaruh moral yang bisa menyejukkan suasana saat gejolak terjadi. Dengan komunikasi baik antara aparat, tokoh masyarakat, dan warga, potensi kerusuhan dapat diredam sejak dini. Kehadiran mereka melengkapi peran aparat, karena kedekatan kultural dan emosional sering lebih efektif mencegah konflik ketimbang kekuatan represif.
Masyarakat sipil juga mulai menyuarakan dukungan atas kesolidan aparat. Koordinator Aliansi Rakyat Peduli Negara (ARPN), Mario, menegaskan bahwa isu keretakan hubungan TNI-Polri yang beredar pascakerusuhan Agustus 2025 adalah provokasi belaka. Menurutnya, isu itu merupakan propaganda pihak tak bertanggung jawab untuk memecah belah bangsa. Ia menegaskan, tanpa TNI-Polri mustahil bangsa ini bisa menjaga kedaulatan dan keamanan. ARPN melalui aksi damai di Jakarta menunjukkan bahwa rakyat berada di belakang TNI-Polri. Pesan moral yang dikedepankan adalah seruan agar publik tidak terhasut dan tetap percaya pada soliditas aparat. Mario menegaskan bahwa TNI dan Polri baik-baik saja, solid, dan tetap bersatu menjaga bangsa.
Opini ini semakin menguatkan kesadaran bahwa TNI-Polri bukan hanya instrumen pengendali keamanan, tetapi juga simbol kekuatan negara dalam merawat kedaulatan bangsa. Kolaborasi keduanya menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki mekanisme tangguh menghadapi provokasi maupun ancaman anarkis. Dengan kondisi aman, masyarakat dapat menatap masa depan dengan optimisme karena menyadari negara hadir melalui aparat yang solid.
Tantangan ke depan tidak semakin ringan. Globalisasi, perkembangan teknologi, dan dinamika politik domestik bisa melahirkan gesekan sosial baru. Namun dengan soliditas TNI-Polri, ditambah dukungan masyarakat, bangsa ini memiliki modal besar untuk tetap bersatu. Stabilitas yang terjaga akan membuka ruang bagi investasi, pembangunan, dan kesejahteraan rakyat. Dengan kata lain, sinergi TNI-Polri bersama publik bukan sekadar meredam provokasi sesaat, tetapi juga menjadi fondasi jangka panjang bagi kemajuan Indonesia.
*Penulis merupakan Jurnalis bidang politik dan keamanan