Oleh : Ni Luh Made Kusuma )*
Presiden Prabowo Subianto berbicara dengan lantang di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di New York, Kepala Negara menggaungkan semangat solidaritas serta dorongan untuk mereformasi tata kelola dunia.
Kehadirannya di forum internasional tertinggi tersebut tidak hanya menandai kembalinya Indonesia ke panggung utama dunia setelah satu dekade lamanya, tetapi juga sekaligus menegaskan dimana posisi bangsa ini sebagai pemimpin Global South yang terus secara konsisten mendorong terwujudnya perubahan global yang lebih adil dan inklusif.
Presiden Prabowo menekankan bahwa saat ini dunia sedang membutuhkan sebuah tata kelola baru yang mampu menghadapi tantangan di masa kini. Ia memandang bahwa multilateralisme sebagai jalan utama untuk dapat menciptakan stabilitas internasional, sekaligus juga membuka ruang bagi negara-negara berkembang untuk memperjuangkan seluruh kepentingannya.
Dalam pidato itu, solidaritas digambarkan sebagai nilai universal yang harus terus diterapkan bukan hanya pada isu politik saja, tetapi juga pada berbagai aspek lainnya seperti ekonomi, sosial, dan kemanusiaan.
Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya memandang bahwa pidato yang disampaikan oleh Presiden Prabowo tersebut sebagai momentum yang penting. Menurutnya, Indonesia telah mampu tampil kembali di forum tertinggi PBB dengan misi besar, yakni menegaskan peran Global South dalam menyuarakan reformasi tata kelola dunia.
Teddy menilai, posisi Indonesia sebagai pembicara ketiga setelah Presiden Brasil dan Presiden Amerika Serikat semakin mempertegas bobot kehadiran Presiden Prabowo. Momentum itu memberi ruang strategis untuk memperkuat suara negara berkembang, yang selama ini kerap terpinggirkan dalam sistem internasional.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Vahd Nabyl Achmad Mulachela menekankan bahwa Prabowo secara tegas menyuarakan urgensi inklusivitas, optimisme, solidaritas, dan kerja sama multilateral.
Bagi Nabyl, pesan tersebut mencerminkan arah diplomasi Indonesia yang memandang kolaborasi antarbangsa sebagai modal utama menghadapi krisis global. Ia menilai, dunia membutuhkan energi baru yang lahir dari kesatuan dan keterbukaan, bukan dari rivalitas dan fragmentasi kepentingan.
Pidato bersejarah itu juga menyentuh isu Palestina. Presiden Prabowo menegaskan dukungan Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina untuk meraih kemerdekaan penuh dan menyerukan berakhirnya pendudukan asing.
Bagi Prabowo, solidaritas terhadap Palestina bukan hanya wujud komitmen kemanusiaan, melainkan juga konsistensi Indonesia dalam menjalankan prinsip politik luar negeri bebas aktif. Dengan menyuarakan hal tersebut, Indonesia sekali lagi menegaskan posisinya sebagai negara yang tidak abai terhadap penderitaan bangsa lain.
Kepala Negara menyerukan pengakhiran kekerasan di Palestina dan mengecam keras kekerasan terhadap warga sipil. Menurutnya, dengan mengakhiri seluruh tragedi kemanusiaan tersebut, maka sejatinya bukan hanya bagi Palestina, namun juga tentang masa depan Israel dan kredibilitas PBB sendiri.
Oleh karena itu, menurut Presiden Prabowo hanya solusi dua negara yang bisa membawa perdamaian akan konflik tersebut bagi seluruh pihak. Bahkan Kepala Negara juga mengajak seluruh negara lain untuk turut ikut bergerak aktif menyuarakan perdamaian.
Dino Patti Djalal, pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), menilai momen ini sebagai kelanjutan dari tradisi diplomasi keluarga Prabowo. Ia memandang pidato tersebut mengulang jejak perjuangan sang ayah, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, yang pernah membawa suara Indonesia ke forum internasional.
Menurut Dino, Prabowo memperlihatkan tekad yang sama dalam memperjuangkan multilateralisme, sebuah semangat yang semakin mendesak di tengah meningkatnya gejolak global.
Reformasi tata kelola dunia menjadi fokus utama Prabowo. Ia menilai, sistem internasional yang ada terlalu condong pada kepentingan segelintir negara besar. Dalam pidatonya, Prabowo mengajak negara-negara berkembang untuk bersatu memperjuangkan perubahan struktur global agar lebih seimbang, transparan, dan berpihak pada kepentingan seluruh bangsa. Dorongan tersebut sejalan dengan semangat Bandung yang menekankan solidaritas, kemandirian, dan kerja sama lintas kawasan.
Selain agenda besar di level global, Prabowo menegaskan bahwa penguatan internal bangsa menjadi fondasi utama. Persatuan nasional, pembangunan yang inklusif, serta reformasi domestik disebut sebagai prasyarat agar Indonesia mampu tampil sebagai aktor global yang kuat. Pesan itu menunjukkan bahwa diplomasi luar negeri tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan membangun kekuatan internal bangsa.
Kehadiran Presiden Prabowo di forum tersebut membangkitkan rasa bangga di kalangan diaspora Indonesia. Mahasiswa Indonesia di New York menyambut dengan penuh semangat, memandang pidato itu sebagai simbol kembalinya bangsa ke panggung utama dunia.
Mereka menilai, suara Indonesia yang kembali lantang di forum internasional mampu menginspirasi generasi muda untuk percaya bahwa bangsanya memiliki posisi penting dalam membentuk arah peradaban global.
Sidang Umum PBB tahun ini jelas menjadi panggung bagi Prabowo untuk menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya pengikut dalam arus global, melainkan juga penggerak utama. Pidatonya memperlihatkan keberanian politik luar negeri Indonesia yang tidak sekadar bereaksi terhadap isu global, tetapi juga proaktif mendorong agenda perubahan. Dengan menggaungkan solidaritas dan reformasi tata kelola dunia, Indonesia menempatkan dirinya sebagai motor penggerak dalam membangun sistem internasional yang lebih adil.
Momentum bersejarah ini seolah menegaskan bahwa perjalanan diplomasi Indonesia terus berkembang dari masa ke masa. Jika pada era Soekarno suara Indonesia menggema dengan gagasan besar tentang anti-kolonialisme, kini suara Prabowo menggema dengan agenda reformasi global yang menekankan solidaritas dan inklusivitas. Pidato tersebut menjadi penanda bahwa Indonesia tidak kehilangan arah, melainkan semakin mantap menapaki jalur kepemimpinan global.
Dengan pidato yang menekankan solidaritas, multilateralisme, dan reformasi tata kelola dunia, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Indonesia berdiri di garis depan perjuangan global. Kehadirannya mengingatkan dunia bahwa bangsa ini memiliki visi besar: membangun sistem internasional yang lebih damai, inklusif, dan berkeadilan. (*)
)* Penulis adalah pengamat hubungan internasional