Pemerintah Optimalkan Peran Bansos sebagai Jalan Menuju Kemandirian

*) Oleh : M. Syahrul Fahmi

Bantuan sosial (bansos) merupakan salah satu instrumen kebijakan pemerintah yang paling strategis dalam mengatasi persoalan kemiskinan dan kerentanan sosial. Selama ini, bansos kerap dipandang hanya sebagai solusi sesaat untuk meringankan beban masyarakat kurang mampu. Namun, pemerintah menegaskan bahwa bansos bukanlah tujuan akhir, melainkan pintu masuk menuju kemandirian dan pemberdayaan masyarakat. Di tengah dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian, pendekatan ini menjadi relevan untuk memastikan bansos tidak berhenti pada aspek karitatif, melainkan berkembang menjadi fondasi pembangunan sosial berkelanjutan. Dengan demikian, bansos perlu dilihat bukan hanya sebagai “bantuan hidup”, tetapi sebagai “gerbang pemberdayaan” bagi rakyat Indonesia.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf menegaskan, bantuan sosial sejatinya adalah langkah awal yang harus diikuti dengan program pemberdayaan yang tepat sasaran. Pandangan ini menegaskan bahwa orientasi jangka panjang kebijakan sosial tidak cukup hanya mengandalkan transfer dana atau barang, melainkan juga harus menumbuhkan kemandirian keluarga penerima manfaat (KPM). Untuk itu, setiap daerah diharapkan mampu mempelajari model pemberdayaan yang sesuai dengan potensi lokal masing-masing. Misalnya, daerah pesisir dapat mengembangkan program berbasis perikanan, sementara daerah pertanian bisa memperkuat pemberdayaan petani. Model berbasis lokal inilah yang akan menjadi kunci agar bansos dapat berkembang menjadi jalan keluar dari lingkaran kemiskinan.

Dalam kerangka yang lebih luas, bansos perlu dipadukan dengan strategi perlindungan sosial dan pemberdayaan sosial. Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Iqbal, menyampaikan bahwa ada dua aspek yang saling melengkapi dalam kebijakan kesejahteraan sosial. Pertama, perlindungan sosial melalui bansos berfungsi memastikan masyarakat dapat bertahan hidup pada masa sulit. Kedua, pemberdayaan sosial bertujuan mendorong masyarakat untuk mandiri dan mampu menciptakan peluang ekonomi. Menurutnya, penyaluran bansos tidak boleh berhenti di ranah karitatif yang berpotensi menimbulkan ketergantungan. Justru, bansos harus menjadi jembatan menuju kemandirian, sehingga keluarga penerima manfaat dapat keluar dari garis kemiskinan secara berkelanjutan.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS) NTB, Hj. Sinta Agathia M. Iqbal, yang menekankan pentingnya kesinambungan program pengentasan kemiskinan. Menurutnya, LKKS NTB fokus pada pengembangan program “Desa Berdaya” yang selaras dengan tujuan pemerintah pusat dalam membangun kemandirian sosial-ekonomi masyarakat. Dengan pendekatan ini, setiap desa didorong menjadi pusat pemberdayaan yang berorientasi pada pemanfaatan sumber daya lokal. Program Desa Berdaya diharapkan mampu melahirkan ekosistem ekonomi mandiri yang bertumpu pada kekuatan komunitas. Jika pendekatan ini berjalan konsisten, maka bansos tidak lagi sekadar dipandang sebagai bantuan, melainkan bagian dari strategi pembangunan manusia yang inklusif.

Konsep Desa Berdaya juga menjadi jawaban atas tantangan klasik dalam penyaluran bansos, yakni efektivitas penggunaan dan keberlanjutan manfaat. Bansos yang disalurkan tanpa strategi pemberdayaan cenderung cepat habis dan tidak memberikan dampak jangka panjang. Namun, jika dikaitkan dengan program ekonomi lokal, bansos dapat menjadi modal awal untuk menggerakkan produktivitas masyarakat. Misalnya, penerima bansos pangan bisa diarahkan untuk mengelola program pertanian berkelanjutan atau koperasi desa. Dengan demikian, bansos akan memiliki efek ganda: menjaga ketahanan hidup sekaligus memperkuat basis ekonomi produktif. Strategi ini sangat penting agar masyarakat tidak terjebak dalam siklus ketergantungan, melainkan mampu menapaki jalan menuju kemandirian.

Selain itu, penting untuk melihat bansos sebagai instrumen pembangunan inklusif yang mampu menjembatani kesenjangan sosial antarwilayah. Di banyak daerah, terutama di wilayah timur Indonesia, bansos berperan besar dalam menjaga stabilitas sosial sekaligus membuka akses bagi masyarakat terhadap layanan dasar. Namun, langkah ini harus terus diiringi dengan peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan, kesehatan, dan pelatihan keterampilan. Pemberdayaan masyarakat tidak bisa dicapai hanya dengan bantuan sesaat, melainkan melalui investasi sosial jangka panjang. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta lembaga sosial seperti LKKS menjadi sangat penting dalam mewujudkan tujuan ini.

Sebagai pengamat ekonomi, saya melihat bahwa keberhasilan program bansos akan sangat ditentukan oleh efektivitas mekanisme pemberdayaan yang mengikutinya. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap rupiah yang disalurkan dalam bentuk bansos mampu melahirkan nilai tambah ekonomi bagi penerima manfaat. Hal ini bisa dicapai melalui program pendampingan usaha mikro, pelatihan keterampilan, dan akses permodalan. Dengan cara ini, bansos tidak hanya mencegah kemiskinan jangka pendek, tetapi juga menciptakan peluang keluar dari kemiskinan secara struktural. Efisiensi dan transparansi penyaluran bansos juga harus dijaga agar kepercayaan publik tetap terjaga.

Dari perspektif pembangunan nasional, orientasi baru terhadap bansos ini mencerminkan visi pemerintah untuk membangun kesejahteraan yang berkelanjutan. Bansos bukan lagi sekadar kebijakan populis, melainkan instrumen penting dalam strategi besar pengentasan kemiskinan. Pendekatan ini juga sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam mengurangi ketimpangan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin. Dengan fokus pada pemberdayaan, bansos diharapkan tidak hanya menolong masyarakat bertahan hidup, tetapi juga membekali mereka untuk bersaing di era ekonomi modern. Inilah langkah maju yang patut mendapat apresiasi dari seluruh elemen bangsa.

Pada akhirnya, bansos harus dipandang sebagai gerbang menuju masa depan yang lebih mandiri dan berdaya. Pemerintah telah menunjukkan komitmennya untuk menjadikan bansos sebagai instrumen pembangunan jangka panjang. Kini, tantangannya adalah bagaimana masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan dapat bergandengan tangan untuk memastikan program ini benar-benar memberikan manfaat optimal. Dengan dukungan bersama, kita bisa mengubah bansos dari sekadar “bantuan sesaat” menjadi “modal kemajuan”.

*) Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik.