Oleh : Arya Pradipta )*
Pemerintah memperketat pemblokiran konten judi daring sebagai langkah tegas menjaga ruang digital tetap bersih, aman, dan sehat. Upaya ini bukan sekadar penegakan hukum, tetapi juga bentuk perlindungan terhadap masyarakat dari ancaman sosial, ekonomi, hingga keamanan digital yang ditimbulkan oleh praktik perjudian online yang kian masif.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, Alexander Sabar, memaparkan bahwa sejak 20 Oktober 2024 hingga 16 September 2025, lebih dari 2,8 juta konten negatif telah diproses untuk dihapus dari ruang digital Indonesia. Dari jumlah itu, 2,1 juta konten di antaranya berkaitan langsung dengan perjudian daring.
Alexander merinci bahwa konten tersebut mencakup 1.932.131 konten di situs atau IP, 97.779 konten dari platform file sharing, 94.004 konten di Meta, 35.092 konten di Google, 17.417 konten di platform X, 1.742 konten di Telegram, 1.001 konten di TikTok, 14 konten di Line, serta tiga konten di toko aplikasi. Jumlah itu, jika diibaratkan dengan kursi di Stadion Gelora Bung Karno, mencapai 20 kali lipat kapasitas stadion tersebut. Gambaran ini menunjukkan betapa masif dan seriusnya ancaman judi daring terhadap ekosistem digital bangsa.
Alexander menegaskan bahwa penghapusan konten semacam ini bukanlah upaya membungkam kritik atau aspirasi masyarakat, melainkan murni untuk mencegah penyebaran konten berbahaya dan ilegal. Ia juga menyinggung keberadaan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten atau SAMAN, yang telah diuji coba selama satu tahun dan dijadwalkan berakhir bulan depan.
SAMAN menjadi instrumen penting untuk memastikan bahwa konten yang beredar sesuai dengan aturan dan menjaga ruang digital tetap aman, sehat, dan produktif. Alexander mendorong masyarakat agar tidak ragu melaporkan konten-konten judi daring melalui kanal pengaduan yang telah disediakan, sehingga partisipasi publik dapat memperkuat upaya pemerintah dalam membersihkan dunia digital dari konten ilegal.
Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan melalui Asisten Deputi Koordinasi Pelindungan Data dan Transaksi Elektronik, Syaiful Garyadi, menegaskan bahwa judi daring adalah ancaman multidimensi. Dampaknya bukan hanya sebatas pada pelanggaran hukum, melainkan juga berimbas pada stabilitas sosial, ekonomi, dan keamanan digital nasional. Dalam rapat koordinasi kebijakan patroli siber kolaboratif di Bogor, Syaiful mengungkapkan bahwa sejak 2017 lebih dari 7 juta konten judi daring telah diblokir. Namun, permasalahan yang lebih besar muncul karena situs-situs baru terus bermunculan tanpa henti.
Bahkan, Badan Siber dan Sandi Negara mencatat lebih dari 10 ribu laman pemerintah pernah mengalami defacement dengan muatan judi daring. Fakta ini menjadi bukti bahwa pemblokiran saja tidak cukup. Ada kebutuhan mendesak untuk memperkuat keamanan siber secara menyeluruh. Syaiful menekankan perlunya strategi nasional yang berbasis kolaborasi, teknologi, literasi, dan partisipasi masyarakat. Hal ini sejalan dengan komitmen Kemenko Polkam sebagai koordinator lintas sektor yang berupaya menyatukan langkah berbagai instansi terkait.
Strategi yang disusun mencakup patroli siber kolaboratif berbasis komunitas, integrasi data antarinstansi, serta penguatan regulasi yang adaptif menghadapi modus judi daring yang selalu berubah. Rekomendasi tindak lanjut pun disepakati dalam rapat tersebut, antara lain pembentukan forum patroli siber kolaboratif dengan evaluasi bulanan, monitoring insiden siber oleh BSSN, serta pengembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan dan program literasi digital yang melibatkan akademisi maupun praktisi IT. Pemerintah berharap langkah ini dapat menekan laju penyebaran judi daring sekaligus memperkokoh ketahanan digital nasional.
Ancaman judi daring ternyata tidak berhenti di ruang maya saja, melainkan juga merambah kehidupan sosial masyarakat, bahkan ke program bantuan sosial yang seharusnya menjadi instrumen kesejahteraan rakyat. Di Kota Bandung, Pemerintah Kota melalui Dinas Sosial setempat menghentikan penyaluran bantuan sosial kepada lebih dari seribu keluarga penerima manfaat yang terindikasi terlibat judi daring.
Kepala Dinas Sosial Kota Bandung, Yorisa Sativa, menyebut bahwa penghentian itu berdasarkan verifikasi Kementerian Sosial melalui data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dari total 15.759 penerima bansos di Bandung, sebanyak 1.207 keluarga teridentifikasi aktif dalam praktik judi daring.
Rinciannya, 237 keluarga merupakan penerima Program Keluarga Harapan, 702 keluarga penerima Program Sembako, dan 268 keluarga menerima keduanya. Yorisa menuturkan sebagian besar penerima sudah mendapatkan bantuan sebelumnya, tetapi karena terbukti terlibat judi daring maka hak mereka harus dihentikan.
Ia menegaskan bahwa daftar nama yang dihentikan penyalurannya sepenuhnya berasal dari pemerintah pusat, sementara Dinas Sosial hanya menindaklanjuti sesuai prosedur. Sejak tahun lalu, penyaluran bantuan terhadap keluarga yang masuk daftar hitam telah dihentikan dan Yorisa memastikan bansos tidak akan lagi diberikan kepada mereka yang terindikasi terlibat praktik tersebut.
Kebijakan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memastikan bahwa dana bantuan sosial tidak disalahgunakan untuk kegiatan yang merugikan masyarakat sendiri. Di sisi lain, langkah ini juga memberi pesan tegas bahwa keterlibatan dalam praktik judi daring membawa konsekuensi nyata, termasuk kehilangan akses terhadap program bantuan negara.
Melihat seluruh rangkaian upaya ini, dapat disimpulkan bahwa judi daring bukanlah persoalan sederhana. Pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga telah memperlihatkan keseriusan untuk mengatasinya dari hulu ke hilir, mulai dari pemblokiran konten digital, penguatan keamanan siber, hingga penegakan disiplin pada penerima bansos.
Pada akhirnya, perang melawan judi daring adalah perjuangan bersama. Pemerintah menghadirkan regulasi, teknologi, dan kebijakan, sementara masyarakat diharapkan menjadi garda terdepan dalam menjaga ruang digital tetap sehat dan bersih. Jika kolaborasi ini berjalan konsisten, maka harapan untuk mewujudkan ruang digital Indonesia yang aman, produktif, dan bermartabat bukanlah sesuatu yang mustahil.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute