Oleh: Alexander Royce*)
Dalam beberapa tahun terakhir, isu ketahanan pangan telah berada di puncak agenda nasional. Pemerintah saat ini dengan tegas mengusung salah satu strategi utamanya yaitu memperluas lahan pertanian, terutama sawah baru, agar produksi pangan dalam negeri meningkat dan tidak tergantung impor. Berbagai kebijakan strategis telah diambil, mulai dari pencetakan sawah rakyat hingga transformasi pertanian secara menyeluruh. Upaya ini mendapatkan respons positif dari berbagai pihak, termasuk unsur legislatif, pemerintah daerah, dan para petani sendiri.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyebut bahwa transformasi pertanian yang digerakkan Kementan bukan hanya program retoris tapi sudah menunjukkan dampak nyata. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kesejahteraan petani mengalami kenaikan, salah satunya lewat indikator Nilai Tukar Petani yang meningkat. Stok Cadangan Beras Pemerintah yang dikelola Bulog saat ini dilaporkan mencapai 4,2 juta ton, rekor tertinggi dalam 57 tahun terakhir. Pemerintah juga terus memperkuat program optimalisasi lahan, pompanisasi, dan penyediaan sarana produksi agar lahan yang telah dicetak dapat produktif secepatnya. Kondisi ini mendorong keyakinan bahwa Indonesia semakin mendekati swasembada pangan.
Dukungan terhadap kebijakan ini juga datang dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), Tamsil Linrung. Ia menilai bahwa langkah-langkah yang dijalankan Menteri Amran adalah terobosan besar dalam sektor pertanian. Menurutnya, pemerintah daerah bisa belajar dari cara Kementan menggunakan anggaran secara produktif, menghasilkan output nyata bagi petani. Tamsil juga menyerukan agar percepatan akses bagi petani ke benih, pupuk, alat mesin pertanian, dan infrastruktur pertanian lain dipastikan tanpa birokrasi yang rumit. Dia menyebut bahwa DPD RI siap mengawal agar semua pihak terlibat dan para petani di daerah tidak hanya menjadi penerima tetapi juga pelaku aktif dalam setiap kebijakan yang dibuat.
Di tingkat daerah, target-target konkret ditetapkan. Mulyono, Penanggung Jawab Program Swasembada Pangan di Kalimantan Selatan (Kalsel), menjelaskan bahwa program Cetak Sawah Rakyat (CSR) di Kalsel ditargetkan seluas 30.000 hektare dan kontrak konstruksi sudah mencapai 10.666 hektare. Pihaknya optimis bahwa hingga Oktober 2025 target akan tercapai 100 persen. Meski ada tantangan akses mobilitas alat berat dan infrastruktur pendukung, koordinasi lintas instansi, pelibatan tim pendamping lapangan, dan percepatan distribusi melalui mekanisme e-katalog terus ditingkatkan. Program ini sangat penting mengingat alih fungsi lahan telah menjadi salah satu ancaman terhadap kedaulatan pangan lokal.
Salah satu daerah yang menjadi fokus nyata implementasi adalah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Di sana cetak sawah rakyat seluas 200 hektare di Desa Perumahan, Kecamatan Labuan Amas Utara tengah dipacu. Pemerintah daerah bersama Kementan menargetkan lahan tersebut selesai dicetak pada Oktober 2025 agar petani bisa melakukan tanam padi dua kali setahun. Upaya ini diharap dapat mendorong produksi padi meningkat signifikan di wilayah tersebut, sekaligus menjaga Kalsel tetap sebagai salah satu lumbung pangan nasional.
Tantangan memang ada terutama dalam hal infrastruktur seperti jalan usaha tani, akses alat berat, dan irigasi. Kendala teknis dan logistik kadang menghambat percepatan cetak sawah. Namun pemerintah pusat dan daerah menunjukkan komitmen kuat untuk mengatasi itu dengan membentuk tim terpadu, mempercepat Survei Investigasi Desain (SID) sebelum konstruksi, melakukan pengadaan barang dan sarana produksi yang efisien, serta menggandeng TNI atau pihak swasta bila perlu. Di Kalsel misalnya, progres SID sudah mencapai sekitar 60-70 persen, dan begitu SID rampung, konstruksi langsung dilakukan.
Dari sisi kebijakan harga dan subsidi juga ada langkah-proaktif. Pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah yang menguntungkan petani, dan memperluas kuota pupuk bersubsidi. Semua ini dilaksanakan agar petani tidak hanya bisa menanam lebih banyak tapi juga mendapatkan hasil yang lebih baik dan keuntungan yang layak.
Kenyataan bahwa petani di banyak daerah merasa bahagia bukanlah klaim kosong. Petani merasakan langsung dukungan yang sebelumnya sulit dijangkau: bantuan alat, penyuluhan, akses benih dan pupuk, serta program cetak sawah yang memungkinkan musim tanam ganda. Sentimen positif ini diperkuat oleh DPD RI yang menyebut transformasi pertanian ini sudah membawa perubahan nyata di lapangan.
Apabila seluruh target berhasil diwujudkan, mulai dari pencetakan sawah baru, optimalisasi pemanfaatan lahan, pembangunan infrastruktur air dan jalan tani, stabilitas harga, hingga terciptanya akses yang adil bagi para petani, maka capaian yang diraih bukan hanya sebatas swasembada pangan. Lebih dari itu, sektor pertanian berpotensi menjadi tulang punggung ekonomi nasional yang mandiri serta tangguh menghadapi guncangan global.
Pemerintah di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman telah menunjukkan bahwa keberpihakan pada petani bukan hanya janji. Semua program dan langkah nyata yang telah diambil menunjukkan bahwa negeri ini sedang bergerak ke arah yang benar, menuju swasembada pangan yang sesungguhnya.
*) Penulis merupakan Pengamat Sosial