Optimalisasi Anggaran Negara: Langkah Strategis Tingkatkan Ekonomi Rakyat

Oleh: Citra Kurnia Khudori)*

Optimalisasi anggaran negara menjadi kunci penting dalam menjaga arah pembangunan Indonesia  di tahun 2026. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar berupa ketidakpastian global, fluktuasi harga komoditas, dan kebutuhan menjaga stabilitas fiskal di tengah tekanan pembiayaan pembangunan. 

Dalam situasi tersebut, efisiensi anggaran tidak hanya dipahami sebagai kebijakan penghematan, melainkan juga instrumen strategis untuk memastikan belanja negara memberi dampak maksimal bagi rakyat. Anggaran negara kini diposisikan sebagai fondasi pembangunan yang lebih produktif, bukan sekadar daftar pengeluaran rutin.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan komitmennya untuk melanjutkan kebijakan efisiensi yang telah dirintis sejak periode sebelumnya. Ia menyampaikan bahwa keberhasilan menjaga stabilitas fiskal Indonesia harus dilanjutkan dengan langkah transformasi yang lebih luas. 

Purbaya menerangkan, sejauh ini Kementerian Keuangan berhasil menjaga stabilitas fiskal Indonesia di tengah dinamika global, melakukan efisiensi anggaran, dan mengawal program-program prioritas pemerintah hingga ke APBN 2026. Ungkapan tersebut tidak hanya menjadi refleksi keberhasilan masa lalu, tetapi juga tekad untuk mengoptimalkan setiap rupiah belanja negara di masa depan.

Kebijakan efisiensi yang ditekankan Kementerian Keuangan diwujudkan melalui berbagai langkah nyata, salah satunya dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 56 Tahun 2025. Regulasi ini mengatur pemangkasan setidaknya 15 jenis belanja kementerian/lembaga yang dianggap berisiko rendah terhadap pelayanan publik, seperti biaya rapat, perjalanan dinas, sewa gedung, hingga penggunaan jasa konsultan. 

Tujuan aturan itu sederhana tetapi strategis, yakni menutup ruang pemborosan dan mengalihkan dana tersebut pada belanja produktif yang mampu menciptakan multiplier effect tinggi. Dengan kebijakan ini, pemerintah memastikan efisiensi dilakukan secara selektif dan tepat sasaran, sehingga pelayanan publik tetap terjaga dan program prioritas tidak terganggu.

Ekonom Josua Pardede memberikan dukungan terhadap langkah tersebut. Ia menilai bahwa efisiensi yang difokuskan pada belanja dengan dampak rendah akan menjaga keberlanjutan fiskal sekaligus mendukung program prioritas pemerintah. 

Pemerintah, ujar Josua, melanjutkan efisiensi belanja APBN dengan PMK No.56/2025, yang fokus pada belanja dengan efek rendah. Pernyataan ini menunjukkan bahwa efisiensi merupakan strategi berbasis evaluasi yang mempertimbangkan kinerja, perlindungan layanan dasar, serta kebutuhan realokasi anggaran agar lebih produktif. 

Dalam praktiknya, kebijakan efisiensi anggaran juga tidak bisa dilepaskan dari dunia usaha. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, menyatakan bahwa pelaku usaha mendukung penuh langkah pemerintah melakukan efisiensi, dengan catatan kebijakan tersebut tetap memperhatikan kelangsungan sektor riil yang masih rentan. 

Menurutnya, sektor riil perlu menjadi perhatian pemerintah karena sektor tersebut merupakan tumpuan penciptaan lapangan kerja. APBN harus fokus pada belanja produktif untuk mendukung ekonomi dan lapangan kerja. 

Dunia usaha membutuhkan sinyal konsistensi dari pemerintah agar efisiensi tidak mematikan sektor yang masih rentan, terutama UMKM dan industri padat karya. Selain itu, pengalihan belanja perlu disalurkan pada program-program produktif yang menyentuh langsung kepentingan rakyat sehingga kualitas belanja negara semakin kuat dan kepercayaan publik meningkat. 

Shinta juga menyebutkan sederet program prioritas pemerintah yang memiliki potensi untuk mendorong rantai pasok baru, lapangan kerja, dan penguatan SDM, antara lain makan bergizi gratis (MBG), ketahanan pangan, sekolah rakyat, hingga sekolah unggul garuda. Sejumlah program prioritas tersebut dapat terealisasi jika dijalankan dengan tata Kelola yang baik, perencanaan matang, dan tepat sasaran.

Arah program prioritas akan memberi Gambaran bagi pelaku usaha untuk berinvestasi di sektor-sektor pendukung agenda prioritas pemerintah ke depan. Oleh karena itu, Shinta optimistis APBN bisa menjadi fondasi utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jangka Panjang.

Pandangan dari pengusaha tersebut memperkaya diskursus tentang efisiensi, bahwa penghematan juga harus mendukung iklim usaha yang sehat dan penciptaan lapangan kerja.

Dunia usaha yang mendapat kepastian fiskal juga akan lebih percaya diri dalam mengembangkan ekspansi bisnisnya. Dengan demikian, kebijakan efisiensi tidak hanya menguntungkan dari sisi birokrasi dan fiskal, tetapi juga berdampak luas pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Di samping itu, optimalisasi anggaran negara melalui efisiensi menjadi instrumen penting dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Efisiensi yang dijalankan secara konsisten diyakini mampu menghasilkan ruang fiskal baru. 

Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa strategi efisiensi dalam periode sebelumnya berhasil menekan potensi pemborosan hingga Rp306 triliun. Angka ini menjadi bukti bahwa kebijakan efisiensi bukan sekadar jargon, melainkan mampu mengalihkan dana ke program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. 

Realokasi dana hasil efisiensi diarahkan pada sektor yang memberi manfaat jangka panjang, seperti pendidikan, kesehatan, riset, dan teknologi. Investasi di sektor-sektor ini diharapkan dapat memperkuat kualitas sumber daya manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas nasional, dan menyiapkan fondasi ekonomi berdaya saing di era globalisasi agar ke depannya kesejahteraan rakyat berangsur naik.

.

)* Penulis merupakan Pemerhati Isu Sosial-Ekonomi