Jakarta — Pemerintah semakin menegaskan komitmennya untuk menjalankan efisiensi anggaran sebagai bagian dari reformasi fiskal yang berorientasi langsung pada kesejahteraan rakyat.
Langkah ini tak sekadar memangkas pengeluaran, tetapi juga menata ulang prioritas belanja negara agar setiap rupiah benar-benar berdampak bagi masyarakat luas.
Di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Kementerian Keuangan menetapkan arah kebijakan efisiensi anggaran dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2026.
Purbaya menegaskan bahwa efisiensi belanja tidak berarti memperlambat pengeluaran negara, melainkan menyusun strategi agar belanja pemerintah memberi daya dorong maksimal terhadap ekonomi nasional.
“Kita akan membuat fiskal mempunyai daya dorong yang optimal bagi perekonomian. Saya buat fiskal sehat, tapi kalau tidak dibelanjakan juga, ekonominya tidak jalan,” ujar Purbaya, seraya mengingatkan bahwa belanja pemerintah yang lamban justru bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi.
Data terkini menunjukkan bahwa belanja pemerintah pada kuartal I dan II 2025 mengalami kontraksi dibanding periode yang sama tahun lalu, meskipun tren kuartalan mulai menunjukkan perbaikan. Pemerintah kini mengejar belanja yang berkualitas dan tepat sasaran, bukan sekadar besar nilainya.
Senada, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa efisiensi yang dijalankan Kementerian Keuangan tidak hanya terbatas pada pengeluaran barang dan jasa, tetapi juga menyentuh pengelolaan SDM, digitalisasi birokrasi, serta kolaborasi lintas kegiatan yang lebih terintegrasi.
“Kami melakukan efisiensi melalui standardisasi biaya, pengendalian belanja birokrasi, dan pembangunan kantor layanan bersama di berbagai daerah,” kata Suahasil.
Ia menambahkan, sejak tahun 2020 hingga 2025, pemerintah telah berhasil menghemat pengeluaran hingga Rp 3,53 triliun, berkat upaya efisiensi belanja internal di kementerian dan lembaga.
Tidak hanya pemerintah pusat, efisiensi anggaran juga diterapkan di tingkat daerah. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap Dana Transfer ke Daerah (TKD), dan mendorong agar anggaran yang dialokasikan lebih fokus pada program-program yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
“Kita bukan mengurangi dana transfer, tetapi melakukan efisiensi dan refocusing agar dananya tidak habis untuk hal-hal administratif, melainkan benar-benar untuk rakyat,” ujar Tito.
Sebagai contoh nyata, Kabupaten Lahat di Sumatera Selatan berhasil menghemat anggaran perjalanan dinas dan rapat, lalu mengalihkan dananya untuk pembangunan bendungan irigasi. Proyek ini kini mengairi lebih dari 8.000 hektare lahan pertanian warga, bukti konkret bahwa efisiensi bisa menghasilkan manfaat nyata di lapangan.
Total anggaran sebesar Rp 1,369 triliun telah disiapkan untuk program prioritas yang mencakup perlindungan sosial, pendidikan, kesehatan, makan bergizi gratis di sekolah, hingga bantuan produktif untuk petani dan nelayan.
Langkah efisiensi anggaran ini menandai babak baru dalam manajemen fiskal Indonesia, di mana kualitas belanja menjadi prioritas utama. Pemerintah menyadari bahwa dalam situasi ekonomi global yang penuh tantangan, belanja negara harus diarahkan secara lebih strategis untuk menciptakan dampak jangka panjang yang berkelanjutan.
Sinergi antara Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan pemerintah daerah menjadi kunci sukses dari kebijakan ini. Dengan efisiensi yang terencana dan terukur, pemerintah optimistis kesejahteraan rakyat bisa ditingkatkan tanpa harus menambah beban fiskal negara.