Oleh: Maria Nawipa*
Seruan tokoh adat dan agama bergema sebagai energi positif yang menggerakkan masyarakat untuk bersatu menjaga keamanan, menolak provokasi, serta mendukung penuh program pembangunan pemerintah. Papua bukan lagi sekadar wilayah dengan dinamika sosial yang kompleks, melainkan bagian penting dari masa depan Indonesia yang damai dan sejahtera. Keteguhan para pemimpin lokal menegaskan bahwa kedamaian adalah fondasi utama, sementara pembangunan yang digulirkan pemerintah adalah jembatan menuju kesejahteraan. Pesan-pesan mereka menjadi pengingat positif yang menghidupkan semangat persatuan, menumbuhkan kepercayaan, dan mendorong masyarakat Papua untuk berdiri tegak bersama bangsa.
Salah satu tokoh lokal, Melkia Skeya, Kepala Suku Besar Provinsi Papua Tengah, menyampaikan imbauan yang lugas: agar masyarakat selalu waspada terhadap provokasi pihak ketiga, berhati-hati dalam mobilitas terutama di daerah rawan, dan secara kolektif menjaga Papua tetap aman, damai, dan sejahtera demi masa depan bersama. Seruan dirinya menggugah kesadaran bahwa keamanan bukan hanya urusan aparat, melainkan tanggung jawab semua elemen masyarakat.
Melengkapi panggilan itu, Pendeta Telius Wonda tampil sebagai suara penyejuk yang mengajak agar amarah tidak menjadi penggerak utama dalam merespons situasi sulit. Ia menekankan pentingnya menyelesaikan persoalan melalui jalur hukum, bukan aksi balas emosi atau main hakim sendiri, karena keadilan sejati hanya akan diperoleh dengan penghormatan terhadap aturan. Lebih jauh, ia menyerukan agar persaudaraan di Papua dirawat, sekat-sekat suku, agama, warna kulit, atau latar belakang apapun tidak dijadikan pemisah, melainkan sebagai kekayaan bersama. Doa dan solidaritas, menurutnya, menjadi benteng utama dalam menghadapi upaya adu domba, sementara cinta kasih harus lebih dikedepankan daripada kebencian.
Di samping suara-suara lokal tersebut, ada juga dukungan nyata dari pihak pemerintah dan tokoh masyarakat yang menguat. Penjabat Gubernur Papua, Agus Fatoni, dalam sebuah pertemuan dengan Forkopimda serta tokoh masyarakat dan agama, menyerukan agar perdamaian dan harmoni dijaga. Berbagai elemen masyarakat diajak berkoordinasi, mahasiswa, pemuda, hingga tokoh lintas profesi, untuk menahan diri dari tindakan provokatif yang bisa memperkeruh suasana. Seruan ini bukan hanya simbolik: enam poin konkret disepakati, termasuk permintaan agar pimpinan lembaga keagamaan menyampaikan pesan kesejukan, agar aparat pemerintah merespons dengan cara persuasif, humanis, dan dialogis.
Tak hanya pada tingkat keamanan, tokoh Papua juga menyatakan dukungan terhadap program pembangunan oleh pemerintah pusat. Dalam pemberitaan awal September 2025, sejumlah tokoh di Papua Pegunungan menyambut baik program pembangunan perumahan sebanyak 2.200 unit yang diluncurkan pemerintah pusat. Kehadiran Menteri Dalam Negeri beserta Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman menunjukkan komitmen yang serius dari pusat untuk mengatasi kebutuhan dasar masyarakat Papua. Dukungan ini bukan sekadar formalitas, melainkan satu bentuk kepercayaan bahwa pembangunan infrastruktur dan pemenuhan fasilitas dasar mampu membawa perubahan nyata bagi kesejahteraan masyarakat Papua.
Keterpaduan antara imbauan menjaga keamanan, seruan persatuan, dan dorongan bagi pembangunan adalah rangkaian pesan yang penting di Papua saat ini. Mereka mengingatkan bahwa pembangunan tidak akan berjalan lancar bila suasana sosial terganggu oleh konflik, provokasi, atau ketidakamanan. Investasi pemerintah dalam program-program seperti perumahan, pemenuhan gizi, atau infrastruktur dasar di kawasan pegunungan maupun terluar memang menjadi bukti nyata bahwa perhatian sedang diarahkan ke titik-titik yang paling membutuhkan. Dukungan masyarakat dan tokoh lokal terhadap program semacam itu sangat menentukan agar manfaatnya dapat dirasakan merata dan tidak hanya di pusat kota.
Namun, aspirasi keamanan dan program pembangunan ini juga menghadapi tantangan. Tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga agar suara-suara radikal, provokasi politik, atau kelompok-kelompok yang berpotensi memecah belah tidak mengambil alih narasi. Penting pula agar pemerintah tidak hanya membuat janji, tetapi menunjukkan kejelasan pelaksanaan, transparansi, dan keterlibatan masyarakat adat serta tokoh lokal dalam seluruh proses. Pendekatan hukum, dialog, dan kepekaan budaya harus dijadikan landasan dalam setiap kebijakan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat Papua.
Tokoh agama seperti Pdt. Telius Wonda mengingatkan bahwa sikap dewasa sangat dibutuhkan, bukan hanya oleh pemerintah dan lembaga negara, tapi juga oleh masyarakat. Ketika persaudaraan dan kasih menjadi prinsip yang diutamakan, masyarakat Papua akan lebih tahan terhadap provokasi luar yang berniat memecah belah. Dan ketika doa, solidaritas, dan rasa tanggung jawab bersama dihidupkan, Papua dapat menjadi ruang hidup yang damai, aman, dan produktif — bukan ruang konflik yang merugikan anak-cucu kita.
Kesimpulannya, pernyataan para tokoh—adat, agama, dan masyarakat—untuk menjaga keamanan sambil mendukung program pemerintah bukanlah sekadar retorika. Ia memainkan peran vital dalam menjaga stabilitas sosial, merawat persatuan, dan membuka ruang bagi pembangunan yang inklusif. Untuk itu, semua pihak, dari pemerintah pusat hingga warga kampung terpencil, memiliki peran: aparat keamanan untuk menjalankan tugasnya dengan hati nurani dan menghormati hukum; pemerintah untuk menyampaikan kebijakan secara transparan dan adil; masyarakat adat dan pemuka agama untuk menjadi penghubung dan penjernih di wilayahnya; dan seluruh masyarakat Papua untuk menolak kekerasan, mengutamakan dialog dan menghargai perbedaan. Hanya dengan kebersamaan itulah Papua bisa tumbuh dalam damai dan sejahtera.
*Penulis merupakan Jurnalis Lokal dan Peneliti Sosial