Waspada Polarisasi Politik Jelang Peringatan G30S/PKI, Pakar Intelijen Ingatkan Bahaya Narasi Anarko di Kalangan Muda

Jakarta – Menjelang peringatan peristiwa G30S/PKI, publik diingatkan untuk lebih waspada terhadap wacana polarisasi politik yang kembali mencuat di ruang digital. Ridlwan Habib, pengamat intelijen dan terorisme, menyebut bahwa kondisi pasca-demonstrasi besar yang berujung kerusuhan masih menyisakan potensi rawan perpecahan, terutama melalui narasi provokatif di media sosial.

Menurut Ridlwan, saat ini Indonesia sedang memasuki masa pemulihan secara bertahap. Namun, ada indikasi munculnya polarisasi politik di dunia maya yang mengancam stabilitas. Salah satunya adalah narasi “eat the rich” yang tengah viral di kalangan generasi muda. “Narasi ini berbahaya, karena mereka ingin mengikuti karakteristik demonstrasi di Nepal kemarin,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa relevansi isu komunisme dalam bentuk lama sudah tidak lagi signifikan. Meski demikian, ancaman ideologi baru yang bersifat kiri liberal kini kian diminati anak muda. “Gerakan komunisme dalam perspektif lamanya sudah tidak ada, tetapi generasi muda sedang digandrungi oleh kiri liberal, atau yang sering disebut dengan anarko-sindikalis,” jelas Ridlwan.

Fenomena anarko-sindikalis ini, menurutnya, bukan hanya sebatas wacana. Beberapa kelompok anarko bahkan sudah turun ke jalan, terlibat dalam aksi demonstrasi yang marak belakangan ini. Ide-ide anarki yang mengedepankan perlawanan tanpa struktur dianggap mampu menarik simpati generasi muda, sehingga berpotensi menumbuhkan gerakan destruktif yang mengancam ketertiban umum.

Ridlwan menegaskan bahwa pencegahan terhadap polarisasi politik dan infiltrasi ideologi radikal di kalangan generasi muda tidak bisa dilakukan secara parsial. Pendekatan yang digunakan harus bersifat pentahelix, melibatkan berbagai sektor secara bersamaan. “Untuk pencegahannya harus dilakukan secara pentahelix atau banyak sektor. Tidak hanya kepada aparat keamanan saja seperti BIN, TNI dan Polri, melainkan BKKBN memiliki peran penting dimana keluarga mengawasi anak-anaknya, terkhusus pada usia remaja dan SMA,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan kementerian terkait, mulai dari Kementerian Ekonomi, Kementerian Keuangan, hingga Kementerian Sosial. Menurutnya, polarisasi politik tidak hanya menyangkut persoalan keamanan, tetapi juga erat kaitannya dengan aspek ekonomi, kesejahteraan, dan ketahanan sosial masyarakat.

Peringatan G30S/PKI seharusnya menjadi momentum refleksi akan bahaya politik adu domba yang pernah menghancurkan bangsa di masa lalu. Karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak mudah terhasut oleh propaganda yang beredar di media sosial, khususnya yang membenturkan generasi muda dengan negara maupun sesama anak bangsa.

Dengan sinergi berbagai pihak dan kesadaran kolektif masyarakat, potensi polarisasi politik dapat ditekan. Indonesia diharapkan tetap berdiri teguh sebagai bangsa yang solid, menjunjung tinggi persatuan, serta tidak mudah dipecah belah oleh narasi provokatif.