Satgas PHK Hingga JKP Bukti Komitmen Pemerintah Jaga Lapangan Kerja

Oleh: Usman Saifullah)

Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmen kuat dalam menjaga lapangan kerja dan mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui berbagai kebijakan strategis. Kebijakan ini tidak hanya menjadi respons terhadap tantangan ekonomi global, tetapi juga bentuk keberpihakan negara dalam melindungi tenaga kerja sebagai aset pembangunan. Melalui langkah nyata di berbagai sektor, pemerintah ingin memastikan bahwa suasana bisnis di Indonesia tetap kondusif dan keberlangsungan tenaga kerja tetap terjaga.

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, mengatakan bahwa pembentukan Satgas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam menekan potensi PHK massal di berbagai sektor. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam menghadapi peningkatan angka PHK, dan berkomitmen menjaga perlindungan pekerja sebagai prioritas nasional. Dengan langkah ini, pemerintah ingin memberi kepastian bahwa setiap pekerja di Indonesia tetap mendapat perlindungan dalam situasi ekonomi yang sulit sekalipun.

Sebagai salah satu inisiatif strategis, Satuan Tugas PHK dibentuk dengan keanggotaan lintas sektor mulai dari pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, hingga serikat pekerja. Satgas ini bertugas melakukan identifikasi dini terhadap sektor-sektor rawan PHK, memberikan rekomendasi kebijakan, serta memfasilitasi dialog antara perusahaan dan pekerja. Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengatakan bahwa Satgas juga akan mengintegrasikan pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) sebagai bagian dari strategi pencegahan PHK jangka panjang.

Langkah ini mendapat dukungan dari kalangan pengamat. Direktur Eksekutif Lembaga Riset Tenaga Kerja Nusantara, Maria Lestari, mengatakan bahwa kehadiran Satgas PHK memberikan sinyal kuat bahwa negara hadir dalam menjaga ekosistem ketenagakerjaan. Ia menambahkan bahwa pencegahan lebih baik daripada penanggulangan, dan Satgas ini menunjukkan bahwa negara tidak lagi bersikap reaktif, melainkan proaktif dalam menjamin keamanan kerja.

Di sisi lain, pemerintah juga memberikan stimulus ekonomi untuk membantu perusahaan tetap mampu membayar karyawannya. Lembaga riset Centre of Reform on Economics (CORE) mengusulkan agar perusahaan yang tidak melakukan PHK diberikan insentif berupa keringanan pajak dan subsidi upah. Usulan ini disambut baik pemerintah sebagai strategi untuk menjaga daya beli masyarakat serta memperkuat sektor usaha agar tidak terdampak krisis lebih dalam. Dengan pendekatan ini, pemerintah menunjukkan bahwa perlindungan pekerja dan dukungan usaha adalah dua sisi dari satu kebijakan strategis.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah memperkuat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai bentuk perlindungan komprehensif bagi pekerja terdampak. Mulai 2025, pemerintah meningkatkan manfaat JKP dengan menaikkan besaran bantuan tunai menjadi 60% dari upah bulanan dengan batas maksimal Rp5 juta selama enam bulan. Program ini juga dilengkapi pelatihan dan akses informasi kerja melalui Balai Latihan Kerja (BLK) di seluruh Indonesia, sehingga pekerja yang terkena PHK dapat segera kembali produktif dengan keterampilan yang relevan.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, mengatakan bahwa perluasan manfaat JKP membuktikan keseriusan negara dalam memastikan transisi pekerja berjalan dengan aman dan bermartabat. Ia menjelaskan bahwa pelatihan keterampilan yang disediakan membantu pekerja menghadapi perubahan kebutuhan pasar kerja, serta mempercepat reintegrasi mereka ke dunia kerja. Dengan perlindungan ini, pemerintah tidak hanya memberi bantuan sementara, tetapi juga menjamin keberlanjutan karier jangka panjang.

Langkah pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja juga terus diperkuat untuk menampung tenaga kerja baru maupun terdampak PHK. Hingga pertengahan 2025, lebih dari 3,5 juta lapangan kerja telah tercipta di berbagai sektor, khususnya sektor padat karya dan ekonomi digital. Pemerintah juga mempercepat reformasi perizinan dan insentif investasi agar sektor swasta lebih terdorong menciptakan kesempatan kerja. Ini adalah bentuk literasi kebijakan penting bahwa perlindungan tenaga kerja tidak hanya soal mempertahankan pekerjaan lama, tetapi juga menciptakan peluang baru.

Presiden Prabowo Subianto dalam pernyataannya menyebut bahwa kebijakan perdagangan strategis, termasuk penurunan tarif ekspor-impor dengan Amerika Serikat, merupakan langkah protektif untuk menyelamatkan lapangan kerja domestik. Presiden mengatakan bahwa kerja sama perdagangan dengan Presiden AS Donald Trump bertujuan untuk menjaga daya saing industri nasional agar tidak kehilangan pasar global. Keputusan ini memperlihatkan bagaimana aspek geopolitik juga dipakai untuk memastikan pekerja Indonesia tetap aman dari ancaman PHK global.

Dialog sosial terus dikedepankan dalam proses pengambilan kebijakan di bidang ketenagakerjaan. Pemerintah mendorong model komunikasi tripartit antara negara, pelaku usaha, dan pekerja sebagai ruang partisipatif yang memungkinkan kebijakan disusun secara lebih inklusif. Melalui forum ini, berbagai aspirasi dari lapangan dapat masuk ke ranah kebijakan sehingga mencegah konflik industrial yang merugikan semua pihak.

Komitmen pemerintah dalam mencegah PHK dan menjaga pekerja sudah diwujudkan dalam berbagai kebijakan nyata. Dari pembentukan Satgas PHK, perluasan manfaat JKP, hingga insentif bagi perusahaan yang mempertahankan pekerja—semua ini memperlihatkan keberpihakan negara terhadap warganya yang bekerja. Pemerintah membuktikan bahwa menjaga tenaga kerja berarti menjaga stabilitas nasional.

Dengan sinergi antara berbagai lembaga dan keterlibatan publik secara aktif, Indonesia bergerak menuju sistem ketenagakerjaan yang tangguh dan responsif. Perlindungan tenaga kerja kini menjadi bagian integral dari strategi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Dengan pendekatan yang terukur dan kolaboratif, Indonesia siap menghadapi tantangan ekonomi global tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja.

*) Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Ekonomi

[edRW]