Perlindungan Buruh dengan Perluasan Kuota Rumah Subsidi

Oleh: Rahman Prawira*)

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), kembali menunjukkan komitmen dan keberpihakan nyata terhadap kesejahteraan buruh dan pekerja. Salah satu langkah progresif yang diambil adalah dengan memperluas kuota rumah subsidi khusus bagi para buruh, dari sebelumnya 20.000 unit menjadi 50.000 unit. Kebijakan ini bukan sekadar angka semata, melainkan merupakan bukti konkret bahwa negara hadir secara aktif untuk melindungi, memberdayakan, serta meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja. Melalui program ini, diharapkan para pekerja mendapatkan akses hunian yang layak dan terjangkau, sehingga mereka dapat hidup lebih sejahtera dan produktif.

Menteri PKP, Maruarar Sirait, menyampaikan bahwa keputusan ini merupakan kelanjutan dari kerja nyata pemerintah dalam memenuhi kebutuhan papan yang selama ini menjadi tantangan berat bagi banyak buruh. Menurutnya, tiga bulan sebelumnya telah disepakati alokasi 20.000 unit rumah subsidi bersama Menteri Ketenagakerjaan. Namun, melihat antusiasme dan kebutuhan riil di lapangan, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan target menjadi 50.000 unit.

Data dari Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) bahkan mencatat bahwa hingga kini, lebih dari 36.000 unit rumah telah berhasil direalisasikan khusus untuk buruh dan pekerja formal. Ini menunjukkan bahwa program tersebut tidak hanya ambisius di atas kertas, tetapi juga berjalan cepat dan efektif. Langkah ini tentu tidak berdiri sendiri melainkan hasil kolaborasi yang dilakukan antar kementerian.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyebut bahwa pencapaian ini adalah hasil kolaborasi antar kementerian yang solid dan berbasis pada empati terhadap nasib para buruh. Dirinya menegaskan bahwa pemerintah sedang membangun ekosistem kebijakan yang berpihak kepada pekerja, dengan menghadirkan solusi nyata untuk masalah mendasar seperti kepemilikan rumah. Yassierli juga menambahkan bahwa program rumah subsidi bagi buruh merupakan bentuk nyata perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap kelas pekerja. Dalam konteks ini, rumah subsidi tidak hanya dipandang sebagai program infrastruktur, tetapi juga sebagai wujud keberpihakan sosial dan pemerataan kesejahteraan.

Penting untuk dicatat, program ini menjadi bagian dari visi besar pemerintah dalam menciptakan keadilan sosial dan mengatasi backlog perumahan yang masih menjadi tantangan di Indonesia. Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah, menjelaskan bahwa skema rumah subsidi ini sejalan dengan target ambisius pemerintah, yakni merenovasi dua juta rumah tak layak huni, membangun satu juta unit hunian vertikal, serta memastikan distribusi bantuan perumahan berbasis data yang akurat. Pemerintah kini menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSN) sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 untuk memastikan penyaluran program tepat sasaran.

Tidak hanya berhenti pada pengadaan rumah, program ini juga dirancang dengan sistem off-taker yang inovatif. Kolaborasi antara Kementerian PKP dan Kementerian BUMN menghadirkan mekanisme distribusi yang menjamin setiap unit rumah terserap tanpa terkendala masalah pemasaran. Rakyat hanya perlu mendaftar dan menunggu giliran secara adil, transparan, dan berbasis sistem antrean yang telah disiapkan dengan matang. Dengan model ini, potensi rumah subsidi mangkrak karena minim peminat dapat dihindari, sekaligus mendorong efisiensi dalam pembangunan dan penyerapan anggaran negara.

Dari sisi implementasi, perluasan kuota ini juga membawa efek domino positif bagi sektor konstruksi, manufaktur bahan bangunan, hingga perbankan. Proyek rumah subsidi berarti peningkatan permintaan terhadap bahan bangunan lokal, menyerap tenaga kerja, serta mendorong perputaran ekonomi di daerah tempat rumah dibangun. Perbankan pun terdorong untuk terlibat aktif melalui pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi dengan bunga rendah dan tenor panjang, yang tentunya lebih ramah bagi buruh.

Pemerintah juga tidak menutup mata terhadap tantangan di lapangan. Salah satunya adalah akses informasi dan prosedur administratif yang masih belum sepenuhnya mudah bagi sebagian buruh. Namun, dengan semakin terbukanya kanal digital, serta pendekatan berbasis komunitas pekerja, hambatan ini diatasi secara bertahap. Oleh karena itu, kedepannya penting agar serikat buruh, koperasi pekerja, dan pemerintah daerah dilibatkan lebih intensif dalam proses sosialisasi, verifikasi, dan pendampingan administratif agar program benar-benar menjangkau mereka yang membutuhkan.

Langkah ini juga mengirimkan pesan penting bahwa kesejahteraan buruh tidak melulu ditakar dari upah, melainkan juga dari akses terhadap kehidupan yang layak, termasuk hak atas perumahan. Di tengah dinamika politik dan sosial yang kerap dipolitisasi, program seperti ini menjadi penanda bahwa pemerintahan Presiden Prabowo tetap konsisten menempatkan rakyat, terutama buruh dan pekerja kecil, sebagai prioritas utama kebijakan.

Program rumah subsidi untuk buruh adalah bukti bahwa negara tidak sekadar hadir ketika konflik tenaga kerja terjadi, tetapi juga berperan aktif menciptakan ruang hidup yang lebih manusiawi dan sejahtera bagi para pekerja. Program ini bukan sekadar kebijakan populis, tetapi langkah strategis dalam membangun Indonesia dari bawah yakni dari perumahan, kesejahteraan, dan keadilan sosial. Ini adalah bukti bahwa pembangunan tidak hanya tentang jalan dan jembatan, tetapi juga tentang menyediakan hunian yang layak bagi mereka yang selama ini berjasa membangun bangsa.

*) Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik