TNI-Polri Hadirkan Kenyamanan Publik Melalui Operasi Gabungan

Oleh : Anggara Hidayat )*

Kebebasan berpendapat merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi. Setiap warga negara memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi, baik melalui media maupun aksi turun ke jalan. Namun, kebebasan itu tentu harus dijalankan secara bertanggung jawab agar tidak menimbulkan gangguan terhadap ketertiban umum. Dalam praktiknya, aksi unjuk rasa kerap berpotensi menimbulkan gesekan, baik antar kelompok maupun dengan aparat, yang pada akhirnya bisa berujung pada kericuhan. Untuk mencegah hal tersebut, negara menghadirkan solusi strategis melalui operasi gabungan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Sinergi ini merupakan wujud komitmen menjaga keamanan, kenyamanan publik, sekaligus memastikan bahwa aspirasi masyarakat tetap bisa tersalurkan tanpa menimbulkan kekacauan.

Operasi gabungan TNI-Polri dalam pengamanan unjuk rasa memiliki dimensi yang sangat penting. Polri, sesuai mandat konstitusi, memang bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri. Namun, ketika eskalasi massa berpotensi meluas dan menimbulkan kerawanan, TNI hadir untuk memberikan dukungan. Kolaborasi keduanya melahirkan kekuatan yang solid, terkoordinasi, dan terukur. Tujuannya jelas, mencegah kericuhan, menjaga ketertiban, serta melindungi keselamatan masyarakat luas yang bisa terdampak jika aksi unjuk rasa berubah menjadi anarkis.

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menegaskan, operasi skala besar merupakan tindaklanjut dari perintah Presiden Prabowo Subianto untuk mencegah berlanjutnya aksi unjuk rasa mahasiswa dan Ojol pada kerusuhan. Masyarakat yang tidak ada kepentingan keluar malam, diingatkan untuk tetap di rumah, kecuali ada kepentingan darurat membawa orang sakit, ada pekerjaan dan sejenisnya.

Bentrokan antara aparat dan massa tidak hanya merugikan peserta aksi, tetapi juga menimbulkan kerugian besar bagi warga sekitar. Sarana publik rusak, aktivitas ekonomi terganggu, bahkan tak jarang muncul korban jiwa. Dari pengalaman inilah lahir kesadaran bahwa pendekatan keamanan harus lebih terpadu. Kehadiran TNI-Polri dalam satu barisan operasi gabungan menghadirkan keyakinan bahwa situasi serupa dapat dicegah, karena pengendalian massa dilakukan lebih terstruktur, profesional, dan berlapis.

Operasi gabungan juga membawa dimensi psikologis yang signifikan. Masyarakat umum, yang tidak ikut serta dalam aksi, merasa lebih tenang ketika melihat aparat hadir secara sigap namun humanis. Mereka tidak takut beraktivitas, karena tahu keamanan tetap terjamin. Bagi peserta aksi sendiri, kehadiran aparat dalam jumlah cukup menjadi pengingat agar mereka menyalurkan aspirasi secara damai, tidak terprovokasi, dan menjauhi tindakan anarkis. Dengan kata lain, operasi gabungan berfungsi sebagai benteng pencegah sekaligus penyejuk suasana.

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan pihaknya juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpancing provokasi. Pihaknya menekankan pentingnya penyelesaian perbedaan melalui musyawarah dan jalur hukum.

Lebih dari sekadar menghadirkan pasukan di lapangan, TNI-Polri juga mengedepankan strategi komunikasi dan pendekatan humanis. Sebelum aksi berlangsung, aparat melakukan dialog dengan koordinator lapangan, menyusun rencana pengamanan, serta mengedukasi massa tentang aturan yang berlaku. Saat aksi berlangsung, aparat ditugaskan untuk tetap ramah, mengedepankan persuasif, dan hanya bertindak tegas bila situasi benar-benar mendesak. Pendekatan seperti ini memperlihatkan wajah baru aparat keamanan, bukan represif, melainkan protektif dan melayani.

Operasi gabungan TNI-Polri juga meneguhkan citra negara yang hadir untuk rakyat. Ketika publik menyaksikan sinergi kedua institusi ini, kepercayaan terhadap pemerintah semakin menguat. Mereka yakin bahwa aspirasi rakyat tidak diabaikan, tetapi juga tidak boleh mengorbankan kepentingan bersama berupa keamanan dan kenyamanan publik. Pesan yang disampaikan jelas, demokrasi dan ketertiban bisa berjalan beriringan, asalkan semua pihak mau menghormati aturan dan mengedepankan kepentingan bangsa.

Dari sisi pembangunan nasional, keberhasilan operasi gabungan dalam mencegah ricuhnya aksi unjuk rasa membawa dampak positif yang luas. Stabilitas keamanan menjadi modal utama untuk pertumbuhan ekonomi, investasi, dan kelancaran pelayanan publik. Investor tidak ragu menanamkan modal ketika melihat negara mampu mengelola dinamika sosial secara damai. Begitu pula masyarakat kecil, mereka bisa tetap bekerja, berdagang, atau belajar tanpa terganggu kericuhan di jalanan.

Operasi gabungan ini juga menjadi sarana pembelajaran organisasi dan kepemimpinan bagi TNI-Polri. Dengan berinteraksi di lapangan, kedua institusi semakin memahami karakter dan metode kerja masing-masing. Hasilnya, lahir koordinasi yang lebih baik, yang kelak akan sangat berguna menghadapi tantangan lain seperti bencana alam, ancaman terorisme, atau gangguan keamanan di perbatasan. Kebersamaan dalam mengelola unjuk rasa menjadi latihan nyata membangun sinergi untuk menghadapi situasi lebih kompleks di masa depan.

Era digital membuat mobilisasi massa lebih cepat, provokasi lebih mudah menyebar, dan potensi konflik lebih sulit diprediksi. Namun, dengan pengalaman yang terus diasah melalui operasi gabungan, aparat diyakini mampu beradaptasi. Yang tidak kalah penting, masyarakat juga diharapkan semakin dewasa dalam menyalurkan aspirasi. Aksi damai akan semakin produktif jika dijalankan dengan tertib, tanpa harus menimbulkan korban.

Akhirnya, operasi gabungan TNI-Polri merupakan manifestasi nyata dari komitmen negara menghadirkan kenyamanan publik. Sinergi ini membuktikan bahwa pengamanan aksi unjuk rasa tidak harus menimbulkan ketakutan, melainkan dapat menjadi wadah aspirasi yang sehat sekaligus aman. Dengan dukungan masyarakat dan profesionalisme aparat, Indonesia dapat terus menjaga stabilitas sambil merawat demokrasi.

)* Pengamat Pertahanan