Oleh: Noviyanti )*
Pemerintah tetap menunjukkan komitmennya dalam menjaga stabilitas nasional, khususnya dalam sektor pangan. Di tengah maraknya aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah, perhatian terhadap swasembada pangan sama sekali tidak dikendurkan. Pemerintah justru menegaskan bahwa seluruh program dan kebijakan strategis yang telah dicanangkan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional tetap berjalan sesuai rencana. Dalam konteks ini, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa kedaulatan pangan merupakan fondasi utama dalam menjaga ketahanan negara secara menyeluruh.
Masyarakat menaruh harapan besar pada pemerintah agar kebutuhan pokok tetap tersedia dengan harga yang stabil, terutama saat kondisi sosial sedang bergejolak. Pemerintah pun menjawab harapan ini melalui berbagai upaya konkret, mulai dari peningkatan produksi pertanian hingga penguatan distribusi pangan. Isu pangan tidak hanya menyangkut persoalan perut, tetapi juga menyangkut martabat bangsa dan masa depan generasi mendatang. Dalam situasi seperti ini, kemampuan negara menyediakan kebutuhan dasar rakyatnya menjadi tolak ukur efektivitas pemerintahan dan kekuatan suatu bangsa.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menyatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan strategi terukur untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan. Salah satu indikator keberhasilan adalah stok beras nasional yang hingga pertengahan 2025 telah melampaui 4 juta ton. Capaian ini merupakan hasil kerja kolektif antara pemerintah pusat, daerah, dan berbagai pemangku kepentingan. Namun demikian, pemerintah tidak hanya fokus pada ketersediaan stok semata, melainkan juga pada stabilitas harga agar tidak terjadi disparitas yang merugikan masyarakat bawah.
Stabilitas harga pangan tetap menjadi prioritas dalam menjaga inflasi dalam batas aman, yakni pada kisaran 1,5 hingga 3,5 persen. Langkah ini menjadi penting agar seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses bahan pangan secara merata tanpa terbebani gejolak harga yang tidak menentu. Pemerintah daerah pun didorong untuk proaktif memantau perkembangan harga di wilayah masing-masing, guna memastikan tidak ada celah yang menimbulkan ketimpangan. Dengan sistem pemantauan yang efektif, intervensi dapat dilakukan lebih cepat untuk menjaga keseimbangan pasar.
Sementara itu, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menekankan bahwa keberhasilan swasembada pangan membutuhkan sinergi yang erat lintas sektor. Tidak cukup hanya dari sisi kebijakan, tetapi juga harus menyentuh teknis lapangan seperti penguatan jaringan irigasi, percepatan pompanisasi, serta optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian. Program modernisasi pertanian ini terbukti mampu menjaga produktivitas di tengah tantangan perubahan iklim dan keterbatasan sumber daya alam. Ketahanan pangan tak hanya berarti cukup, tetapi juga berkelanjutan dan adaptif terhadap dinamika zaman.
Pemerintah juga terus memperkuat kolaborasi dengan petani, penyuluh pertanian, dan aparat daerah agar kebijakan dapat diterjemahkan ke dalam aksi nyata. Distribusi pupuk, benih unggul, dan teknologi pertanian tepat guna diarahkan secara tepat sasaran untuk meningkatkan efisiensi dan hasil panen. Hal ini menunjukkan bahwa program swasembada tidak hanya fokus pada beras, melainkan mencakup komoditas strategis lainnya seperti jagung, kedelai, dan hortikultura. Dengan pendekatan menyeluruh, Indonesia diarahkan menjadi negara mandiri secara pangan sekaligus mampu bersaing di pasar regional dan global.
Dukungan terhadap program ini juga datang dari pemerintah daerah. Bupati Sleman, Harda Kiswaya menyampaikan bahwa daerahnya sedang memasuki masa panen raya dan terus memperkuat infrastruktur pertanian sebagai bentuk kontribusi terhadap ketahanan pangan nasional. Pemkab Sleman juga memprioritaskan perbaikan irigasi dan distribusi pupuk yang berkelanjutan, sembari mendorong pemanfaatan teknologi modern dalam pertanian. Hal ini sejalan dengan semangat transformasi sektor pertanian menjadi lebih produktif, efisien, dan ramah lingkungan.
Langkah-langkah tersebut menunjukkan bahwa isu pangan tidak bisa dipisahkan dari dimensi strategis pembangunan nasional. Ketika sektor lain dapat dipengaruhi oleh gejolak politik, sektor pangan justru harus dijaga stabilitasnya karena menyangkut kebutuhan mendasar seluruh rakyat. Oleh karena itu, pemerintah mengedepankan prinsip kontinuitas dan ketahanan dalam melanjutkan program swasembada, terlepas dari dinamika politik yang berkembang.
Sayangnya, di tengah komitmen kuat pemerintah menjaga ketahanan pangan, gelombang aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah berpotensi menimbulkan gangguan terhadap distribusi dan kelancaran logistik pangan. Demonstrasi yang mengarah pada tindakan anarkis, seperti pemblokiran jalan, perusakan fasilitas umum, atau penutupan akses transportasi, justru berisiko merugikan masyarakat luas. Pemerintah menyampaikan bahwa setiap aspirasi tetap dihargai selama disampaikan secara damai dan dalam koridor hukum.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan dapat memilah kepentingan bersama dan menghindari bentuk-bentuk aksi yang kontraproduktif terhadap upaya pembangunan. Ketahanan pangan adalah urusan semua pihak, bukan hanya pemerintah. Menjaga stabilitas di sektor ini berarti menjaga masa depan bangsa. Di tengah tantangan global dan ketidakpastian iklim, Indonesia tidak boleh terjebak dalam konflik internal yang justru melemahkan fondasi negara.
Pemerintah menegaskan bahwa aksi massa tidak akan mengganggu jalannya program swasembada pangan yang telah dirancang secara terukur dan sistematis. Seluruh perangkat pemerintahan, baik pusat maupun daerah, terus bekerja sesuai tupoksi masing-masing untuk memastikan rakyat tetap mendapatkan akses pangan yang cukup dan terjangkau. Ketahanan pangan bukan sekadar program, melainkan komitmen nyata untuk menjaga martabat bangsa.
)* Penulis merupakan Pengamat Ekonomi