Menolak Pengibaran Bendera Bajak Laut Pada Ruang Kebangsaan

Oleh : Rivka Mayangsari*)

Isu pengibaran bendera bajak laut atau Jolly Roger, yang dalam budaya populer identik dengan manga One Piece, belakangan mencuat di ruang publik dan memicu perdebatan. Simbol tengkorak dengan topi jerami tersebut kini ramai dibicarakan setelah sejumlah individu mengibarkannya di berbagai kesempatan, termasuk di media sosial, bahkan bertepatan dengan momentum peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. 

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa fenomena pengibaran bendera bajak laut tidak bisa dianggap sekadar ekspresi budaya pop. Ia menyoroti bahwa bendera Jolly Roger tersebut telah dijadikan simbol perlawanan terhadap ketidakadilan pemerintah. Menurutnya, gerakan semacam ini bukanlah sesuatu yang lahir secara alami, melainkan terdapat indikasi bahwa pihak-pihak tertentu secara sistematis ingin memecah belah bangsa. Ia menekankan bahwa masyarakat harus waspada dan tidak mudah terprovokasi oleh simbol-simbol asing yang tidak sejalan dengan nilai kebangsaan. Dasco juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk tetap mengedepankan persatuan serta menjaga kerukunan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Lebih jauh, Dasco mengingatkan bahwa penggunaan simbol non-nasional dalam ruang publik, terutama jika ditempatkan sejajar atau menggantikan posisi Merah Putih, dapat menjadi bentuk penyimpangan serius terhadap nilai luhur yang diwariskan para pahlawan. Baginya, simbol bangsa bukan hanya sekadar kain berwarna, melainkan warisan sejarah dan pengikat identitas nasional. Oleh karena itu, pengibaran bendera bajak laut dalam konteks ruang kebangsaan jelas harus ditolak demi menjaga martabat bangsa dan kedaulatan negara.

Fenomena ini juga mendapat perhatian dari Wakil Ketua Fraksi Golkar MPR, Firman Soebagyo. Ia menilai bahwa pengibaran bendera bajak laut yang muncul di berbagai kesempatan merupakan bentuk provokasi yang dapat melemahkan kewibawaan simbol negara. Menurut Firman, dalam alur cerita One Piece, bendera tersebut memang memiliki makna simbol kebebasan para bajak laut dari aturan yang dianggap menindas. Namun, jika simbol tersebut dibawa ke ruang kebangsaan Indonesia, hal itu dapat menciptakan salah tafsir yang berbahaya. Ia menegaskan bahwa bendera bajak laut tidak sepatutnya dijadikan lambang perlawanan sosial-politik di tanah air, karena hanya akan membuka ruang bagi narasi tandingan yang berpotensi melemahkan kesatuan bangsa.

Firman menekankan bahwa di era keterbukaan informasi saat ini, provokasi semacam itu bisa dengan mudah menyebar di media sosial dan memengaruhi generasi muda yang tengah mencari identitas. Karena itu, peran keluarga, lembaga pendidikan, hingga pemerintah sangat penting untuk meluruskan makna nasionalisme agar tidak dikaburkan oleh simbol fiksi yang berasal dari budaya luar. “Semangat kebebasan” yang dipopulerkan oleh bendera bajak laut memang tampak menarik bagi sebagian kalangan muda, namun jika tidak dikritisi, hal tersebut justru bisa mengikis rasa hormat terhadap simbol resmi negara.

Sementara itu, Koordinator Pusat BEM Nusantara, Muksin Mahu, mengambil langkah positif dengan menyerukan gerakan nasional untuk mengibarkan Bendera Merah Putih sepanjang bulan Agustus di seluruh kampus, asrama, dan pemukiman mahasiswa. Menurutnya, tidak ada simbol lain yang layak menggantikan kehormatan Sang Saka Merah Putih. Ia menegaskan bahwa Merah Putih adalah simbol pengorbanan para pahlawan yang rela meregang nyawa demi kemerdekaan bangsa. Ajakan ini sekaligus menjadi bentuk perlawanan intelektual terhadap fenomena pengibaran bendera bajak laut yang justru dipandang melecehkan momen kemerdekaan.

Muksin menambahkan bahwa simbol-simbol fiksi yang identik dengan pemberontakan dan anarki tidak bisa disandingkan dengan simbol negara. Ia mengingatkan generasi muda agar bijak dalam mengekspresikan diri, terutama dalam momentum kemerdekaan yang seharusnya menjadi sarana memperkuat persatuan. Baginya, mengibarkan Merah Putih bukan hanya sebuah ritual tahunan, melainkan refleksi nyata dari rasa syukur atas kemerdekaan dan bentuk penghormatan terhadap perjuangan para pahlawan.

Gerakan mahasiswa ini menjadi penyeimbang dari arus budaya pop yang terkadang membawa pengaruh asing tanpa filter. Dengan mengibarkan Merah Putih, generasi muda secara simbolis menunjukkan bahwa mereka berdiri tegak membela bangsa dan menolak segala bentuk simbol tandingan yang tidak sejalan dengan semangat kemerdekaan. Seruan ini diharapkan mampu menginspirasi masyarakat luas untuk kembali memusatkan perhatian pada lambang negara sebagai satu-satunya simbol persatuan.

Fenomena pengibaran bendera bajak laut memang bisa dipandang sebagai ekspresi hiburan bagi sebagian kalangan, namun ketika simbol tersebut digunakan dalam ruang kebangsaan, apalagi bertepatan dengan perayaan HUT RI, maka konteksnya berubah drastis. Ia bisa menjadi instrumen provokasi yang mengancam kesakralan simbol negara. Oleh karena itu, peran pemerintah, lembaga legislatif, organisasi mahasiswa, hingga masyarakat umum sangat penting untuk bersama-sama menolak hadirnya simbol asing yang berpotensi menggerus nilai persatuan nasional.

Pada akhirnya, perayaan kemerdekaan harus dimaknai sebagai momentum untuk menguatkan identitas bangsa, bukan justru membiarkan infiltrasi budaya luar yang dapat merusak fondasi kebangsaan. Bendera Merah Putih adalah lambang harga diri, pengikat persatuan, dan saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Menolak pengibaran bendera bajak laut di ruang kebangsaan adalah bentuk nyata dari menjaga marwah bangsa sekaligus memastikan bahwa warisan kemerdekaan tetap berdiri tegak di atas fondasi persatuan, kedaulatan, dan nasionalisme.

*) Pemerhati isu strategis dan global 

[ed]