Kebijakan Pengalihan Tanah Dari Pemerintah Dilakukan Sesuai Aturan Hukum

Jakarta, Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa kebijakan pengalihan tanah telantar yang telah diamankan negara seluas sekitar 1,4 juta hektar dilaksanakan sesuai ketentuan hukum dan berlandaskan asas kepentingan umum. Polemik yang mencuat mengenai pemberian tanah kepada organisasi masyarakat (ormas) dijawab secara terbuka oleh pihak kementerian.

Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, menjelaskan bahwa keputusan mengenai siapa yang berhak menerima alokasi tanah tersebut ditentukan oleh ketua gugus tugas GTRA (Gugus Tugas Reforma Agraria) di tingkat daerah, yang dipimpin langsung oleh kepala daerah.

“Kalau kita merujuk pada pernyataan beliau, itu bergantung pada subjek penerima yang ditentukan oleh ketua GTRA daerah,” ujar Harison.

Harison menegaskan, setelah tanah dinyatakan telantar dan diambil kembali oleh negara, maka peruntukannya difokuskan untuk program reforma agraria yang menyasar masyarakat, petani, dan lembaga sosial yang ditetapkan melalui mekanisme yang sah.

“Tanah tersebut ini bisa digunakan untuk keperluan strategis negara seperti pembangunan sekolah, fasilitas pertahanan dan keamanan, serta masuk ke dalam kategori Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN),” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan tanah telantar itu diambil kembali oleh negara karena diklaim tak dimanfaatkan oleh pemegang sertifikat. Jumlah tersebut merupakan bagian dari 55,9 juta hektare alias 79,5% tanah bersertifikat di Indonesia.

“Itu (tanah telantar) totalnya ada 1,4 juta hektare secara nasional,” kata Nusron

Sementara itu, kepala Kantor Komunikasi Presiden atau Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi menjelaskan tanah terlantar HBG dan HGU selama 2 tahun atau lebih akan diambil negara. Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar. Peraturan tersebut mendefinisikan tanah telantar sebagai tanah yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.

“Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021, tanah dengan status HGB atau HGU yang dibiarkan telantar selama dua tahun atau lebih akan diambil kembali oleh negara. Tanah telantar didefinisikan sebagai tanah yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.” katanya.

Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak terjebak pada spekulasi tanpa dasar dan memahami bahwa kebijakan reforma agraria ini merupakan bagian dari strategi pemerataan akses terhadap sumber daya agraria. Tujuan akhirnya adalah mendorong keadilan sosial, peningkatan kesejahteraan, serta ketahanan nasional melalui tata kelola tanah yang berkeadilan dan taat hukum.