Visi APBN 2026 Kesehatan, Pangan, dan Ekonomi Produktif untuk Indonesia

Oleh : Sabrina Natasya )*

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026 dirancang bukan sekadar sebagai dokumen fiskal, tetapi sebagai instrumen strategis untuk mewujudkan transformasi pembangunan nasional. Dalam Sidang Paripurna DPR RI yang digelar pada 24 Juli 2025, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI , Jazilul Fawaid menegaskan bahwa APBN 2026 diarahkan untuk mendorong kedaulatan pangan dan energi, serta penguatan ekonomi yang produktif dan inklusif.

Dengan tema besar “Kedaulatan Pangan dan Energi serta Ekonomi Produktif dan Inklusif,” APBN 2026 menjadi bagian integral dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang mencerminkan komitmen negara dalam mengatasi tantangan global maupun domestik. Dalam forum yang sama, Badan Anggaran DPR RI dan pemerintah juga telah menyepakati Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) sebagai dasar penyusunan RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan yang akan disampaikan Presiden Prabowo Subianto pada 15 Agustus 2025 mendatang.

Pemerintah telah menetapkan indikator pembangunan yang ambisius namun realistis. Target pertumbuhan ekonomi nasional dipatok pada kisaran 5,20% hingga 5,80%, sementara Produk Nasional Bruto (GNI) per kapita ditargetkan mencapai USD 5.520. Dalam aspek sosial, pemerintah menargetkan penurunan kemiskinan ke angka 6,5–7,5% dan kemiskinan ekstrem ditekan hingga hampir nol persen (0,0–0,5%). Rasio gini yang mencerminkan ketimpangan pendapatan juga akan dijaga di rentang 0,377–0,380.

Dalam sektor ketenagakerjaan, tingkat pengangguran terbuka diharapkan turun ke 4,44–4,96%, sementara penciptaan lapangan kerja formal diharapkan mencapai 37,95%. Indeks Modal Manusia ditargetkan mencapai 0,57, mencerminkan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui pendidikan, kesehatan, dan pelatihan kerja.

Sebagai bentuk konkret dari visi tersebut, pemerintah menetapkan delapan prioritas pembangunan nasional. Selain memperkuat ideologi Pancasila dan sistem pertahanan, perhatian khusus diberikan pada percepatan pembangunan infrastruktur, pengembangan SDM, hilirisasi industri berbasis sumber daya alam, dan penyediaan energi bersih berbasis panas bumi (geothermal).

Postur Makro Fiskal 2026 menunjukkan pendekatan yang hati-hati namun progresif. Pendapatan negara ditargetkan mencapai 11,71–12,31% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdiri dari perpajakan sebesar 10,08–10,54%, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 1,63–1,76%, dan hibah sekitar 0,002–0,003%. Sementara itu, belanja negara akan diarahkan pada kisaran 14,19–14,83% dari PDB, mencakup belanja pemerintah pusat sebesar 11,41–11,94% dan transfer ke daerah 2,78–2,89%.

Dalam konteks pembiayaan, defisit anggaran dijaga di kisaran -2,48 hingga -2,53% dari PDB, mencerminkan upaya menjaga kesinambungan fiskal tanpa mengorbankan belanja produktif. Keseimbangan primer pun diperkirakan negatif ringan, yaitu -0,18 hingga -0,22%, menunjukkan beban utang yang masih terkendali.

Langkah-langkah penguatan fiskal pun disiapkan. Pemerintah akan mengoptimalkan insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance untuk mendorong investasi strategis. PNBP juga akan ditata ulang agar tetap menjaga kualitas layanan publik, dengan tetap mengutamakan aksesibilitas dan keterjangkauan. Kebijakan pengembangan energi geothermal, sebagai energi baru dan terbarukan, akan menjadi prioritas dalam mendorong transisi energi berkelanjutan.

Salah satu komponen penting dalam pelaksanaan APBN adalah penguatan sektor kesehatan dan keamanan. Hal ini terlihat dari sinergi antara lembaga negara seperti Polda DIY dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dalam penyusunan rencana kerja tahun 2026. Kepala Kanwil DJPb DIY, Agung Yulianta menegaskan bahwa APBN merupakan instrumen utama pemerintah untuk melaksanakan prioritas nasional, termasuk di bidang keamanan publik.

Agung memberikan apresiasi atas kinerja Polda DIY dalam pengelolaan anggaran, khususnya pada semester I 2025. Menurutnya, keberhasilan tersebut merupakan cerminan dari tata kelola anggaran yang akuntabel, transparan, dan berintegritas. Sementara itu, Kapolda DIY Irjen Pol Anggoro Sukartono menyatakan bahwa capaian ini adalah hasil nyata dari perencanaan berbasis data dan koordinasi lintas sektor yang solid. Kedua institusi menegaskan komitmen untuk terus memperkuat pelayanan publik melalui sinergi anggaran yang tepat sasaran.

Ketahanan pangan menjadi salah satu fokus utama dalam APBN 2026. Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat sektor pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani (dengan target indeks kesejahteraan 0,7731), dan mendorong hilirisasi pertanian serta teknologi pangan. Dalam jangka panjang, langkah ini akan memperkuat ketahanan pangan nasional dan menekan ketergantungan impor.

Di sisi energi, kebijakan pengembangan energi bersih dan terbarukan akan dikedepankan, terutama energi geothermal yang memiliki potensi besar di Indonesia. Langkah ini tidak hanya selaras dengan upaya mitigasi perubahan iklim (dengan target penurunan intensitas emisi GRK sebesar 37,14%), tetapi juga mendukung diversifikasi sumber energi nasional.

Penyusunan APBN 2026 merupakan proses yang tidak hanya melibatkan kalkulasi fiskal, tetapi juga mencerminkan tekad bersama untuk membangun Indonesia yang lebih mandiri, sehat, sejahtera, dan produktif. Dengan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, DPR, serta dukungan masyarakat, visi besar dalam APBN 2026 dapat terwujud menjadi langkah nyata menuju Indonesia Emas 2045.

Dalam dunia yang penuh ketidakpastian dan tantangan global, APBN 2026 hadir sebagai jawaban atas kebutuhan akan keberlanjutan, inklusi, dan ketahanan nasional. Kesehatan masyarakat, ketahanan pangan, dan produktivitas ekonomi bukan hanya menjadi slogan, tetapi komitmen nyata dalam perjalanan pembangunan bangsa.

)* Pemerhati Ekonomi Kerakyatan dan UMKM