RKUHAP Mewujudkan Peradilan yang Lebih Transparan dan Akuntabel

Oleh: Kristian Romero Tampubolon )*

Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) kini berada di fase kritis menjelang berlakunya KUHP baru pada Januari 2026. Dengan momentum ini, kebutuhan untuk menyelaraskan hukum acara pidana menjadi semakin mendesak. Pemerintah menyadari harapan besar publik agar revisi ini tidak sekadar mengubah ketentuan hukum, tetapi juga membangun sistem peradilan yang lebih transparan dan akuntabel. Sejalan dengan aspirasi masyarakat, pemerintah merancang mekanisme peradilan baru yang menghormati HAM dan menjunjung akuntabilitas.

Pemerintah menegaskan bahwa percepatan revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi hal yang sangat penting, namun prosesnya harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, menuturkan bahwa pembahasan RKUHAP tidak hanya sekadar menyelesaikan setiap pasal secara cepat, tetapi juga harus tetap menjaga prinsip partisipasi publik yang bermakna. Menurut Mugiyanto, hal ini sangat krusial agar revisi yang dilakukan tidak hanya cepat, tetapi juga berkualitas dan tentunya mampu memenuhi harapan masyarakat.

Mugiyanto menegaskan bahwa dalam proses legislasi penyusunan RKUHAP, perlindungan hak asasi manusia harus menjadi fondasi utama. Ia menyatakan bahwa meskipun penyusunan RKUHAP perlu dipercepat agar sesuai dengan kebutuhan hukum saat ini, proses tersebut tidak boleh dilakukan secara terburu-buru sampai mengabaikan ruang partisipasi masyarakat. Selain itu, Mugiyanto juga menekankan bahwa prinsip penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia harus dijadikan poros utama dalam seluruh tahapan revisi RKUHAP.

Pernyataan tersebut mencerminkan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan revisi RKUHAP secara tepat waktu sekaligus menghasilkan produk hukum yang sah dan bertanggung jawab dari segi prosedur maupun substansi. Hal ini penting agar RKUHAP yang baru dapat menjamin perlindungan hak asasi manusia secara optimal. Selain itu, revisi tersebut diharapkan mampu memperkuat sistem peradilan pidana dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan begitu, kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dapat semakin meningkat.

Kejaksaan Agung menunjukkan komitmen yang nyata dalam mendukung transparansi sistem peradilan pidana dengan menandatangani Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait RKUHAP. Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menegaskan bahwa pembangunan sistem peradilan yang ideal tidak dapat dilakukan oleh satu lembaga saja. Proses tersebut membutuhkan kolaborasi yang erat antar lembaga. Dengan sinergi antar lembaga ini, diharapkan sistem peradilan pidana dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel. Komitmen bersama ini menjadi langkah penting dalam memperkuat penegakan hukum di Indonesia.

Burhanuddin menyampaikan bahwa RKUHAP perlu memperkuat mekanisme pengawasan terhadap tindakan paksa seperti penangkapan dan penyadapan, yang selama ini berpotensi disalahgunakan. Ia menekankan bahwa pengawasan tersebut harus diterapkan secara ketat dan berlandaskan prinsip judicial scrutiny. Dengan demikian, proses hukum dapat berlangsung secara adil dan transparan. Hal ini penting untuk menjaga hak-hak warga negara selama proses penegakan hukum. Pengawasan yang kuat juga menjadi kunci untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan RKUHAP akan menjadi instrumen hukum yang mampu memperbaiki dan menguatkan sistem peradilan pidana di Indonesia.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa DPR tetap terbuka terhadap masukan dari masyarakat dalam proses pembahasan RKUHAP. Ia menyampaikan bahwa Komisi III telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyerap aspirasi dari berbagai kalangan. DPR tetap menjaga keseimbangan dalam menyerap masukan publik, dengan tetap mempertimbangkan konsistensi terhadap visi reformasi hukum nasional. Meski demikian, keterbukaan terhadap dialog tetap dijaga sebagai bagian dari proses legislasi yang partisipatif. Hal ini menunjukkan komitmen DPR dalam mewujudkan peraturan hukum yang responsif dan seimbang.

Upaya membangun sistem peradilan pidana yang transparan dan akuntabel tidak dapat dipisahkan dari kejelasan prosedur hukum yang berlaku. RKUHAP memegang peranan penting sebagai instrumen untuk mewujudkan tujuan tersebut. Dengan menghadirkan ketentuan yang secara tegas mengatur pencatatan dan pengawasan terhadap penggunaan upaya paksa serta memperluas akses pendampingan hukum sejak tahap awal proses, masyarakat akan mendapatkan jaminan keadilan sejak proses hukum berjalan.

Selain pengaturan dalam teks hukum, aspek akuntabilitas juga harus diwujudkan dalam praktik di lapangan. Oleh sebab itu, sinergi antar penegak hukum, pembentukan sistem pemantauan yang efektif, dan peningkatan keterbukaan informasi kepada publik menjadi bagian penting dari reformasi peradilan yang tengah dijalankan. Langkah-langkah ini diharapkan mampu memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia.

RKUHAP bukan hanya revisi undang-undang, tetapi merupakan bagian penting dari transformasi sistem peradilan di Indonesia. Komitmen berbagai lembaga mencerminkan semangat bersama dalam mendorong perubahan menuju sistem hukum yang lebih terbuka dan adil. Upaya ini juga menegaskan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi dalam penegakan hukum.

Namun demikian, peran serta masyarakat tetap menjadi kunci utama dalam mewujudkan sistem hukum yang adil dan berpihak pada kepentingan publik. Transparansi bukan hanya tugas negara, tetapi juga merupakan hak setiap warga negara untuk terlibat dan mengawasi proses legislasi. Dengan proses yang partisipatif dan akuntabel, RKUHAP diyakini akan menjadi faktor penting dalam kemajuan sistem hukum nasional. Kehadiran publik dalam proses ini akan memperkuat legitimasi hukum dan menciptakan rasa keadilan yang lebih merata. Dengan semangat kolaboratif, RKUHAP berpotensi menjadi pillar kemajuan bagi sistem peradilan pidana yang modern, transparan, dan berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia.

)* Penulis Merupakan Pengamat Hukum

[edRW]