Oleh: Puteri Salsabila*
Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk tetap mengenakan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia direspons pemerintah dengan langkah-langkah strategis yang terukur dan sistematis. Pemerintah memastikan bahwa pasar keuangan domestik tetap stabil melalui koordinasi erat antarlembaga dan penerapan kebijakan mitigatif yang telah disiapkan sejak dini. Fokus utama diarahkan pada penguatan fundamental ekonomi nasional, perlindungan terhadap pelaku industri, serta peningkatan kepercayaan investor melalui transparansi informasi dan kepastian regulasi. Langkah-langkah ini menunjukkan kesiapan Indonesia dalam menghadapi dinamika global tanpa harus terganggu oleh kebijakan sepihak negara mitra.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap stabilitas sistem jasa keuangan telah memberikan pernyataan resmi bahwa kondisi pasar keuangan nasional tidak menunjukkan gejolak yang berarti pascapengumuman tarif tersebut. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan bahwa reaksi pasar kali ini cenderung lebih tenang dibandingkan dinamika yang terjadi pada Maret dan April lalu. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku pasar sudah lebih siap dan tidak bersikap reaktif terhadap perkembangan eksternal yang sifatnya politis dan jangka pendek.
Kondisi ini tentu tidak terjadi begitu saja. Di balik stabilitas pasar, terdapat serangkaian kebijakan dan langkah mitigasi yang telah disusun dan diterapkan OJK bersama Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejumlah instrumen kebijakan seperti pembatasan transaksi short-selling, relaksasi bagi pelaku industri, hingga penerapan fitur asymmetric auto-rejection yang berfungsi untuk menahan gejolak harga saham yang tidak wajar, telah membuktikan efektivitasnya dalam menjaga kepercayaan investor dan menopang ketahanan pasar modal. Bahkan, kebijakan buyback saham oleh emiten tanpa keharusan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tetap diberlakukan sebagai langkah preventif dalam mengantisipasi tekanan pasar yang tiba-tiba.
Senada dengan pernyataan OJK, PT Bursa Efek Indonesia melalui Direktur Penilaian Perusahaan, I Gede Nyoman Yetna memastikan bahwa dampak kebijakan tarif Trump terhadap pasar modal Indonesia relatif tidak signifikan. Hal ini berdasarkan hasil survei internal yang menunjukkan bahwa kontribusi perusahaan tercatat di BEI terhadap produk-produk yang dikenai tarif masih tergolong kecil. Dengan kata lain, struktur ekonomi Indonesia yang semakin terdiversifikasi mampu meredam tekanan dari kebijakan sepihak seperti yang diterapkan Amerika Serikat saat ini.
Di tengah berbagai tekanan geopolitik dan kebijakan dagang yang berpotensi merugikan, Indonesia tetap menunjukkan keteguhan dalam menjaga jalur diplomasi. Proses negosiasi antara pemerintah Indonesia dan pihak Amerika Serikat terus berjalan, dengan tim dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian aktif berdiskusi di Washington. Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menegaskan bahwa segala kemungkinan masih terbuka, termasuk potensi perubahan besaran tarif, selama proses diplomasi berjalan dengan intensif dan konstruktif.
Presiden Prabowo Subianto, melalui arahan strategisnya, telah meminta kementerian terkait untuk tidak hanya fokus pada respons terhadap kebijakan Amerika, tetapi juga memperkuat perluasan akses pasar Indonesia ke berbagai negara lain. Perjanjian perdagangan seperti Indonesia–Peru Comprehensive Economic Partnership Agreement, serta kemitraan yang sedang dijajaki dengan Kanada dan Tunisia, menjadi bukti bahwa pemerintah tidak tinggal diam dalam mengamankan kepentingan ekspor nasional. Pendekatan ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya bereaksi, tetapi juga bertindak proaktif dalam membangun ekosistem perdagangan global yang lebih seimbang dan inklusif.
Langkah antisipatif pemerintah juga tidak hanya terbatas pada sektor keuangan. Kementerian terkait telah diarahkan untuk memetakan sektor-sektor yang berpotensi terdampak secara langsung oleh tarif 32 persen, sekaligus menyusun langkah-langkah dukungan agar industri tetap mampu bersaing, baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Kebijakan fiskal, insentif ekspor, serta fasilitasi pembiayaan akan menjadi bagian dari paket kebijakan menyeluruh yang dirancang secara sinergis lintas sektor.
Penting untuk dicatat bahwa kebijakan tarif Presiden Trump bukan hanya diarahkan kepada Indonesia, tetapi merupakan bagian dari pendekatan nasionalis-ekonomi Amerika yang juga diterapkan terhadap banyak negara mitra dagang mereka. Dalam konteks ini, Indonesia tidak sendiri, dan justru dapat memperkuat aliansi dagang dengan negara-negara yang juga mengalami perlakuan serupa, untuk membentuk kekuatan kolektif dalam menyeimbangkan posisi tawar di forum global.
Dari perspektif yang lebih luas, ketenangan pasar dan kesiapan regulator dalam merespons tekanan global seperti ini merupakan cerminan dari kedewasaan sistem ekonomi Indonesia. Pemerintah dan otoritas keuangan telah menunjukkan bahwa stabilitas tidak hanya bergantung pada faktor eksternal, tetapi juga pada kemampuan domestik dalam membangun fondasi ekonomi yang tangguh, inklusif, dan adaptif.
Ke depan, tantangan global tentu akan terus bergulir. Namun selama ada koordinasi yang kuat antara pemerintah, otoritas keuangan, pelaku usaha, dan masyarakat, maka setiap tekanan bisa diubah menjadi peluang. Kebijakan tarif Trump mungkin menjadi ujian, namun respon cepat dan sistematis dari Indonesia adalah jawaban tegas bahwa ekonomi nasional tak mudah digoyahkan oleh ancaman sepihak.
*Penulis merupakan Ekonom Makro dan Pengamat Kebijakan Publik