Pembentukan Badan Otorita Tanggul Laut Percepat Proses Penyelesaian Permasalahan di Pantura

Oleh Artha Samudra Putra )*

Pembentukan Badan Otorita Tanggul Laut oleh Presiden Prabowo Subianto menandai babak baru dalam upaya pemerintah mengatasi persoalan kronis yang selama ini menghantui kawasan Pantai Utara (Pantura) Jawa, terutama Jakarta dan sekitarnya. Proyek pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall yang digagas sejak lebih dari satu dekade lalu kini menemukan momentum baru untuk direalisasikan secara terstruktur, terkoordinasi, dan berkesinambungan. Langkah ini bukan hanya menjawab tantangan teknis terkait banjir rob dan penurunan muka tanah, tetapi juga mencerminkan keseriusan negara dalam melindungi jutaan warga pesisir dari dampak perubahan iklim ekstrem dan degradasi lingkungan yang semakin nyata.

Kawasan Pantura telah lama menjadi episentrum berbagai tantangan lingkungan yang kompleks. Penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah berlebih dan urbanisasi yang tak terkendali, ditambah dengan kenaikan permukaan laut global, telah memicu banjir rob yang semakin sering dan meluas. Jakarta bersama kota-kota pesisir lainnya seperti Semarang, Pekalongan, dan Surabaya, menjadi titik-titik rawan yang memerlukan penanganan cepat dan komprehensif. Dalam konteks inilah, kehadiran Badan Otorita Tanggul Laut menjadi strategi kelembagaan yang penting guna menjawab kebutuhan akan tata kelola yang lebih efektif.

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pembentukan badan otorita ini merupakan langkah lanjutan dari gagasan yang telah lama dibahas dalam berbagai forum ilmiah. Keberadaan lembaga khusus ini diharapkan mampu mempercepat penyusunan kebijakan, pelaksanaan proyek, serta koordinasi lintas sektor dan wilayah. Tidak hanya melibatkan kementerian teknis seperti Kementerian Pekerjaan Umum, struktur otorita ini juga mencakup sinergi dengan pemerintah provinsi yang terdampak langsung, mulai dari Jakarta, Banten, Jawa Barat, hingga Jawa Timur.

Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo menyatakan bahwa proyek giant sea wall akan dilaksanakan secara serius pada masa kepemimpinan Presiden Prabowo. Tanggul laut ini menjadi infrastruktur vital untuk mengantisipasi rob dan dampak perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan. Dengan luasnya cakupan wilayah serta kompleksitas teknis yang tinggi, proyek ini memerlukan manajemen yang terpusat dan terintegrasi, sebagaimana dapat diwujudkan melalui badan otorita.

Komitmen Presiden Prabowo dalam proyek ini juga tercermin sejak awal masa pemerintahannya. Bahkan, perhatian terhadap permasalahan rob di kawasan utara Jawa telah masuk dalam visi-misi Presiden sebelum masa pemilihan. Begitu dilantik, Presiden langsung memberikan arahan kepada jajaran menterinya untuk memprioritaskan pembangunan tanggul laut dari Banten hingga Gresik. Ini menunjukkan bahwa proyek ini bukan sekadar reaksi terhadap bencana, tetapi merupakan bagian dari agenda pembangunan strategis nasional yang berorientasi jangka panjang.

Kementerian dan lembaga yang akan tergabung dalam badan otorita akan berjumlah cukup banyak, sejalan dengan skala proyek dan lintas sektoralnya. Selain perencanaan infrastruktur, aspek pembiayaan juga menjadi elemen penting. Dalam hal ini, pemerintah membuka peluang bagi keterlibatan investor asing, dengan harapan transfer teknologi, manajemen risiko, serta peningkatan kapasitas nasional. Ketertarikan informal telah disampaikan oleh beberapa negara mitra, seperti Tiongkok dan Korea Selatan, yang sebelumnya telah menunjukkan keseriusan dalam menjalin kerja sama infrastruktur strategis dengan Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, bahkan telah mengundang secara langsung para pelaku usaha dari Belanda, negara yang memiliki pengalaman panjang dalam pengelolaan wilayah pesisir. Menurut AHY, proyek tanggul laut ini bukan lagi merupakan opsi, melainkan keharusan nasional. Dalam kerangka diplomasi pembangunan, Indonesia membuka ruang kolaborasi yang saling menguntungkan, sembari tetap menjunjung kedaulatan dan kepentingan nasional dalam pengelolaan wilayah strategis.

Selain sisi infrastruktur dan pembiayaan, proyek ini juga berimplikasi pada aspek sosial dan lingkungan. Perlu ada pendekatan humanis dalam merelokasi masyarakat yang terdampak pembangunan, serta komitmen terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan. Perencanaan proyek tanggul laut harus mengintegrasikan aspek perlindungan lingkungan pesisir, konservasi mangrove, serta penguatan komunitas lokal agar proyek ini tidak hanya menyelesaikan masalah jangka pendek, tetapi juga menciptakan nilai tambah jangka panjang bagi ekosistem dan manusia.

Pembentukan Badan Otorita Tanggul Laut merupakan refleksi dari pendekatan baru pemerintah dalam menangani isu-isu strategis secara lintas sektoral. Dibandingkan dengan pendekatan birokrasi konvensional yang cenderung parsial, model otorita memungkinkan percepatan pengambilan keputusan, efisiensi pelaksanaan proyek, serta koordinasi antarlembaga dan antarwilayah secara lebih intensif. Ini merupakan model tata kelola modern yang mulai banyak diadopsi dalam proyek-proyek besar dunia, termasuk pembangunan infrastruktur transportasi dan pengelolaan sumber daya air.

Badan Otorita Tanggul Laut harus akan menjadi motor penggerak pembangunan berbasis adaptasi iklim. Dan keberhasilannya menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat dari risiko bencana yang semakin meningkat akibat perubahan iklim global. Selain itu, keberhasilan proyek ini juga akan memberikan dampak besar terhadap keberlangsungan pembangunan ekonomi di koridor utara Jawa yang menjadi tulang punggung aktivitas logistik, industri, dan pemukiman padat penduduk.

Badan Otorita Tanggul Laut bukan sekadar lembaga teknokratis, tetapi simbol dari keseriusan negara hadir di tengah rakyatnya. Dalam era baru pemerintahan Prabowo Subianto, langkah ini menunjukkan arah kepemimpinan yang visioner, tanggap, dan berani mengambil keputusan strategis demi masa depan Indonesia yang lebih aman dan berkelanjutan.

)* Penulis merupakan Pakar Oseanografi