DPR Pastikan Penyusunan UU TNI Mengikuti Prosedur dan Memenuhi Unsur Hukum

Jakarta — DPR RI memastikan bahwa penyusunan dan pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) telah mengikuti seluruh prosedur hukum dan mekanisme perundang-undangan yang berlaku. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, dalam sidang gugatan uji formil UU TNI di Mahkamah Konstitusi,

“Prosesnya telah melalui sejumlah mekanisme hukum acara,” kata Utut

Ia menegaskan bahwa DPR dalam menyusun UU TNI telah mengacu pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk asas kedayagunaan dan hasil guna sebagaimana telah ditegaskan oleh putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses legislasi tidak hanya sah secara prosedural, tetapi juga substansial dalam menjawab kebutuhan negara dan masyarakat.

Dalam keterangannya, Utut juga menjelaskan bahwa penyusunan UU TNI telah memuat prinsip partisipasi bermakna, yaitu keterlibatan aktif publik dalam proses pembahasan. “Partisipasi bermakna yang dimaksud, ialah dengan menyelenggarakan rapat dengar pendapat umum atau RDPU dengan para ahli dan masyarakat,” ujar Utut.

Pernyataan ini merespons gugatan formil yang diajukan oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi serta Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang menilai bahwa pembentukan UU TNI cacat konstitusi dan tergesa-gesa.

Namun, DPR RI melalui Utut menyampaikan bahwa tudingan tersebut tidak berdasar. Dalam petitum yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, DPR menilai para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum yang sah dan oleh karena itu permohonan tersebut tidak dapat diterima.

“Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau paling tidak menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima,” tegas Utut.

Sidang uji formil tersebut digelar oleh Mahkamah Konstitusi pada 23 Juni 2025 pukul 09.00 WIB, dengan agenda mendengarkan keterangan dari DPR dan Presiden atas perkara nomor 45, 56, 69, 75, dan 81/PUU-XXIII/2025. Para pemohon berasal dari kalangan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, serta sejumlah organisasi masyarakat sipil.

Sebelumnya, kuasa hukum para pemohon, Abu Rizal Biladina, mengkritisi proses legislasi yang dianggap tidak transparan. Ia menyebut bahwa DPR tidak mempublikasikan naskah akademik sebelum pengesahan UU tersebut.

“DPR tidak memberikan atau mempublikasikan naskah akademis sebelum UU ini disahkan, sehingga jelas ini adalah bentuk pelanggaran,” pungkas Rizal.

Meski demikian, DPR RI tetap konsisten bahwa pembentukan UU TNI telah memenuhi seluruh asas legalitas, partisipasi, dan transparansi yang disyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.