Inpres Pembangunan Pulau Enggano Respon Cepat Pemerintah Terima Aspirasi Warga Pulau Terluar

Oleh: Fahreza Saifullah *)

Pemerintah mengambil langkah strategis untuk mempercepat pembangunan di kawasan terluar Indonesia, salah satunya melalui penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) tentang percepatan pembangunan Pulau Enggano di Provinsi Bengkulu. Inpres ini diterbitkan sebagai respons terhadap berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat setempat, termasuk keterisolasian akibat terbatasnya akses transportasi laut. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan percepatan guna mendukung konektivitas dan pemerataan pembangunan di wilayah-wilayah yang secara geografis berada di posisi paling luar wilayah NKRI.

Langkah Presiden ini bukan hanya respons terhadap kondisi terkini, melainkan bentuk keberpihakan terhadap prinsip keadilan pembangunan. Pulau Enggano selama ini menghadapi tantangan besar dalam aspek konektivitas. Pendangkalan yang terjadi di Pelabuhan Pulau Baai telah menyebabkan gangguan serius terhadap akses keluar masuk kapal, yang berimbas langsung pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Enggano. Dalam kondisi normal, transportasi laut merupakan satu-satunya jalur utama yang menghubungkan Enggano dengan daratan utama. Namun, dengan kondisi pelabuhan yang semakin dangkal, kapal penyeberangan tidak lagi dapat bersandar, memutus urat nadi logistik dan mobilitas masyarakat.

Pemerintah tidak tinggal diam. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad menyebutkan setelah rapat koordinasi antara lembaga legislatif dan eksekutif, serta komunikasi intensif yang dilakukan oleh berbagai pihak, Presiden langsung mengambil langkah konkret dengan menerbitkan inpres tersebut. Tindakan ini menandai pendekatan kepemimpinan yang sigap dan tidak birokratis. Tanpa menunggu proses administratif berlarut-larut, Presiden memilih bergerak cepat agar solusi segera diterapkan. Masyarakat Enggano yang selama ini hanya bisa berharap, kini mulai melihat realisasi dari perhatian negara terhadap nasib mereka.

Langkah ini turut diapresiasi oleh sejumlah pihak. Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin menyatakan bahwa keputusan Presiden merupakan langkah strategis yang sangat dinanti oleh masyarakat pulau terluar. Bukan sekadar simbolis, inpres ini menggerakkan institusi dan kementerian untuk berkoordinasi lebih solid dalam merealisasikan percepatan pembangunan. Dampak yang diharapkan bukan hanya mengatasi hambatan logistik, tetapi juga membuka peluang pengembangan ekonomi lokal, terutama dari sektor unggulan seperti perikanan, peternakan, dan hasil pertanian seperti pisang, yang selama ini sulit dipasarkan karena kendala transportasi.

Tidak hanya persoalan akses fisik, inpres ini juga menjadi instrumen untuk mengurai hambatan pelayanan dasar lainnya, seperti kesehatan dan pendidikan. Ketika akses transportasi membaik, mobilisasi tenaga medis dan distribusi logistik kesehatan pun menjadi lebih memungkinkan. Begitu pula untuk sektor pendidikan, guru-guru dan bahan ajar yang selama ini sulit menjangkau Enggano akan lebih mudah hadir secara konsisten. Artinya, pembangunan yang dimaksudkan pemerintah bukan hanya bersifat infrastruktur fisik, melainkan berkelanjutan dan berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Momentum penerbitan inpres ini juga sejalan dengan dorongan agar pemerintah segera merampungkan RUU Daerah Kepulauan. Regulasi tersebut akan menjadi dasar hukum yang kokoh bagi pembangunan kawasan pulau terluar secara menyeluruh dan terintegrasi. Dukungan terhadap RUU ini menjadi semakin relevan ketika pemerintah pusat menunjukkan keseriusan menangani kasus nyata seperti Enggano. Artinya, ketika kebijakan nasional berpadu dengan instrumen hukum yang tepat, maka pembangunan kawasan pinggiran tidak akan lagi menjadi wacana kosong.

Tentu saja, keberhasilan implementasi inpres sangat ditentukan oleh tindak lanjut dari para pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah. Instruksi presiden bukan hanya perintah administratif, melainkan sinyal politis bahwa keterisolasian daerah tidak boleh dibiarkan berlarut. Sudah saatnya pembangunan tidak lagi bertumpu pada daerah-daerah yang selama ini menjadi pusat pertumbuhan, tetapi juga diarahkan untuk menciptakan keseimbangan wilayah yang lebih adil. Dalam hal ini, Enggano adalah titik awal yang strategis untuk menunjukkan keseriusan itu.

Kondisi geografis Enggano yang terletak sekitar 90 mil laut dari Kota Bengkulu memang menantang, tetapi bukan alasan untuk menjadikan wilayah ini sebagai daerah tertinggal. Dengan perencanaan yang matang dan eksekusi yang terarah, Enggano justru bisa menjadi model pengembangan pulau kecil yang berkelanjutan. Keputusan Presiden Prabowo menunjukkan visi ke depan, di mana daerah-daerah terluar justru diberdayakan agar berkontribusi terhadap ketahanan pangan, konektivitas maritim, dan stabilitas wilayah negara.

Keberpihakan terhadap Enggano juga memberikan pesan penting bagi pulau-pulau lainnya di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa. Langkah ini menciptakan preseden bahwa negara tidak tinggal diam terhadap penderitaan masyarakatnya di wilayah paling pinggir. Jika Pulau Enggano dapat memperoleh atensi serius dari pemerintah tertinggi, maka harapan bagi pulau-pulau lainnya untuk mendapatkan perlakuan serupa bukan lagi mimpi kosong.

Dengan hadirnya inpres percepatan pembangunan Enggano, Presiden Prabowo menegaskan bahwa pembangunan Indonesia tidak meninggalkan satu wilayah pun di belakang. Langkah ini bukan hanya solusi atas persoalan teknis di satu daerah, melainkan juga bagian dari strategi besar untuk meneguhkan kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan dalam satu tarikan nafas kebijakan. Pemerintah telah menunjukkan arah, kini tugas seluruh elemen bangsa untuk memastikan bahwa kebijakan itu benar-benar sampai dan berdampak nyata di tengah masyarakat.

*) Pemerhati Lingkungan